Dengan kata lain, keduanya saling berhubungan dan saling membangun. Iman merupakan ungkapan keyakinan, sehingga membutuhkan nalar untuk mengungkapkannya dalam tindakan.Â
Ungkapan keyakinan itu dinyatakan dengan keseluruhan diri, senada dengan pernyataan St. Agustinus, "Credo ut intelligam", yang artinya aku percaya agar aku dapat memahami. Artinya, iman menuntut keseluruhan diri, yang juga mencakup pikiran dan nalar. Tidak mungkin iman diwujudnyatakan tanpa pikiran dan nalar.
 Melalui filsafat, manusia dapat memahami Tuhan yang tidak terbatas dengan keterbatasannya. Artinya, manusia yang terbatas memahami Tuhan yang tidak terbatas melalui rasionya, yang merupakan kesatuan terbatas dari yang tidak terbatas, untuk diimani.Â
Dalam hal ini, filsafat dan nalar berusaha memahami Tuhan yang tidak terbatas dengan keterbatasannya, dan iman menerima ketidakterbatasan itu sebagai sesuatu yang di luar kapasitas nalar manusia. Melalui keseimbangan tersebut, iman menjadi hal yang masuk akal dan dapat dipahami dan diterima.Â
Dengan menyertakan filsafat dalam agama, segala praktik religius yang bersifat repetitif dapat dipahami dengan nalar sebagai bentuk pencegahan dari penyembahan berhala dan ritual yang formalitas tanpa makna serta fanatisme yang membabi buta.Â
 Menilik dari dua sisi tersebut, baik filsafat dan agama, keduanya sama-sama mencari kebenaran utama. Kebenaran melalui rasionalitas dan kebenaran berdasarkan doktrin dan konsep teologis. Keduanya dapat bersitegang oleh karena pandangan yang saling bertolak belakang, namun juga dapat saling berkolaborasi untuk menemukan kebenaran yang rasional. Membuka cakerawala akan pengetahuan kosmos membantu iman untuk memahami Tuhan yang Transenden.Â
Begitu juga sebaliknya, pengetahuan akan Tuhan menjadi semakin masuk akal manakala rasionalitas diikutsertakan. Dengan demikian, akar kepercayaan yang ditanamkan oleh agama akan dapat dipahami berkat rasionalitas sehingga manusia dapat memahami dan menemukan makna sesungguhnya yang hendak dicapai. Hal itu juga akan menghindarkan kita dari sikap fanatisme yang justru membuat agama menjadi runtuh.
Disadur dari beberapa sumber.