Mohon tunggu...
Agustinus Tamen
Agustinus Tamen Mohon Tunggu... Freelancer - Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Freelancer, Jurnalis & Editor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesta Rakyat Gawai Dayak, Kebudayaan Lokal yang Universal

19 Februari 2020   16:37 Diperbarui: 20 Mei 2020   11:49 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serombongan manusia purba dengan kompak berburu di sebuah hutan. Setelah berjam-jam berburu, mereka duduk-duduk beristirahat sambil menikmati hasil buruan mereka. Di antara mereka ada yang memperagakan gerak-gerik binatang buruan. Ada juga yang memperagakan bagaimana mengejar, menangkap atau membunuh binatang buruan. 

Sementara yang lain memberikan semangat dengan suara-suara tertentu, atau dengan bertepuk tangan. Mereka saling mengkomunikasikan satu sama lain pengalaman berburu mereka. Tanpa disadari, gerakan-gerakan yang mereka buat, sekedar menirukan gerak-gerik binatang buruan atau memperagakan proses perburuan, menjadi cara menghibur diri dan sekaligus pendidikan bagai generasi yang lebih muda.

Begitulah gambaran cikal bakal pesta rakyat yang pernah dilaksanakan oleh manusia purba pada Jaman Batu (Paleolitikum dan Neolitikum) puluhan juta tahun silam. Seiring dengan perkembangan bahasa ucapan dan kemampuan organisasi sosial, dimana sistem dan cara manusia berkomunikasi semakin baik, kejadian atau peristiwa yang telah lama berselang pun dapat dihadirkan melalui suatu upacara peringatan.

Upacara yang terus-menerus dilakukan secara periodik ini akhirnya menjadi suatu bentuk kebudayaan, yang kemudian kita kenal dengan pesta rakyat. Hampir semua suku bangsa di dunia mempunyai bentuk-bentuk pesta rakyat tersendiri.

Dimensi Ekonomi, Religius dan Sosial

Pesta rakyat biasanya berhubungan dengan siklus kehidupan dalam pekerjaan (dimensi ekonomis), pengalaman supernatural para warga masyarakat yang melahirkan dimensi magis-religius, dan dimensi social yang mencerminkan identitas budaya dari suku bangsa yang bersangkutan.

Pada masyarakat tradisional, pesta rakyat biasanya menandai suatu kejadian penting dalam siklus tahunan (daur pekerjaan) mereka. Masyarakat petani misalnya, merayakan datangnya musim membuka lahan pertanian baru, musim menanam, awal dan selepas panen. 

Masyarakat nelayan biasanya merayakan kedatangan rombongan ikan tertentu yang bermigrasi ke wilayah perairan mereka yang tentu saja merupakan rejeki menggembirakan. Masyarakat yang tinggal di daerah beriklim dingin biasanya juga merayakan datangnya musim semi atau musim panas yang telah lama dinantikan.

Bangsa Yunani kuno memiliki berbagai pesta rakyat untuk menghormati atau memuja para dewa mereka. Hal serupa juga terjadi pada bangsa Romawi, Mesir, Persia, Cina, India, dan banyak lagi bangsa lainnya. Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, bangsa-bangsa ini telah mempunyai berbagai bentuk pesta rakyat sesuai dengan bentuk penghayatan religiusnya masing-masing. 

Orang Indian di Amerika merayakan kemenangan sukunya dalam peperangan dengan maksud untuk berterima kasih kepada arwah nenek moyang yang diyakini telah membantu mereka dalam memenangkan peperangan. Pada berbagai subsuku Dayak di Kalimantan, pesta rakyat pasca panen juga merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan.

Setiap pesta rakyat mengandung dimensi sosial yang merupakan perwujudan dari teguhnya ikatan komunitas masyarakat tradisional. Pesta rakyat menuntut keterlibatan setiap warga komunitas. Ada kewajiban moral (adat) dan religius yang mendorong setiap orang untuk mengambil peran menyukseskan pesta rakyat, meskipun tidak ada pembagian tugas yang jelas dan terstruktur. Keterlibatan setiap warga ini bermacam-macam tingkatannya, mulai dari sebagai pekerja sampai pada keterlibatan yang bersifat sakral seperti yang diperankan seorang dukun atau tetua adat. Dimensi sosial inilah yang kemudian mencerminkan identitas budaya dari suku bangsa yang bersangkutan.

Pesta Rakyat Kini

Hampir semua suku di Kalbar memiliki pesta rakyat dengan sebutan, bentuk dan maknanya masing-masing. Pada masyarakat Melayu Mempawah, misalnya, dikenal pesta robo-robo, yakni pesta adat untuk mengenang kedatangan Opu Daeng Menambon untuk pertama kalinya di Mempawah sekitar tahun 1737 silam. 

Sementara, pada masyarakat Melayu Sambas ada tradisi besurong saprah, yakni pesta makan saprahan bersama. Pada masyarakat Tionghoa di Kalbar, dikenal pesta kembang api yang difokuskan pada perayaan tahun baru Imlek dan Cap Go Meh. Pesta seperti ini juga dimeriahkan dengan arak-arakan Tatung dan Naga serta Barongsai.

Masyarakat Dayak pada umumnya mengenal pesta rakyat dengan sebutan gawai, atau gawe (bagawe) dalam dialek Dayak Kanayatn. Sejak bulan April sampai Juni setiap tahun adalah masa yang sangat menyenangkan bagi sebagian besar masyarakat Dayak di Kalimantan, terutama di Kalbar. Pada masa-masa itu dilaksanakan berbagai pesta gawai yang berkaitan dengan tradisi pertanian masyarakat Dayak. Gawai bertambah meriah karena biasanya dilaksanakan bersamaan dengan pesta lainnya, umumnya pesta pernikahan adat.

Selain itu, ada juga kelompok atau komunitas masyarakat Dayak yang menggelar gawai di luar bulan April hingga Juni itu. Para mahasiswa dan perantau Dayak yang tergabung dalam berbagai organisasi kedaerahan yang tersebar di beberapa kota di luar Kalbar, seperti Jakarta dan Yogyakarta, kerapkali melaksanakan event budaya dan promosi daerah yang ditajuk dengan "Gawai Dayak" ini setelah bulan April-Juni. Sementara itu, kalangan pemerintah kabupaten/kota maupun kecamatan di Kalbar pun tak ketinggalan melaksanakan Gawai Dayak untuk tujuan pelestarian budaya dan pariwisata.

Naik Dango Dayak Kanayatn

Pada masyarakat Dayak Kanayatn ada gawai yang dilaksanakan lebih awal lagi, yakni mulai bulan Januari, mengikuti awal panen padi di ladang. Begitu panen hari pertama, sebagian hasil panenan langsung diolah menjadi "nasi baru" dan leko. Gawai ini disebut ngaleko atau biasa juga disebut makatn nasi baru. Ngaleko adalah membuat leko, yakni sejenis penganan atau makanan dari bahan beras sunguh (beras putih biasa) dan beras poe' (beras ketan atau pulut) hasil panenan pertama. 

Beras sunguh dan poe dibungkus dengan daun layakng, lalu dimasak hingga matang. Leko ini kemudian dimakan bersama pada subuh atau pagi hari dengan mengundang para tetangga terdekat, biasanya dalam lingkungan satu RT hingga dusun. Leko ini dimakan layaknya makan nasi disertai dengan lauk dan sayur. Pesta yang relatif tidak terlalu besar inilah yang kemudian dikenal dengan ngaleko atau makatn nasi baru.

Puncak pesta panen padi pada masyarakat Dayak Kanayatn adalah gawai Naik Dango, yakni pesta panen yang digelar setelah sebagian besar padi selesai dituai. Pemerintah Kab. Landak bersama Dewan Adat Dayak (DAD) setempat menetapkan tanggal 27 April setiap tahunnya sebagai puncak pelaksanaan gawai Naik Dango. 

Kegiatan ini digelar se-kabupaten yang dipusatkan di salah satu kecamatan secara bergiliran setiap tahunnya. Kini, semenjak Pemerintah Kab. Landak memiliki bangunan rumah betang atau rumah panjang Radakng Aya' di pusat ibukota kabupaten, yakni Ngabang, maka pelaksanaan gawai Naik Dango pun dipusatkan di area tersebut.

Meskipun demikian, banyak warga masyarakat yang tetap merayakan gawai Naik Dango sesungguhnya di kampung-kampung mereka sendiri, bukan di pusat kabupaten. Momen yang paling menyenangkan justru sehari sebelum puncak pelaksanaan gawai. Menyenangkan karena sore hingga malam, warga mempersiapkan gawai dengan memasak lemang, tumpi-poe, memotong babi dan ayam. Wah..., nikmatnya makan lemang panas dengan daging babi bakar, serta makan tumpi-poe diperlancar lagi dengan menyeruput kopi hangat.

Pada hari gawai, warga saling mengunjungi dari rumah yang satu ke rumah yang lainnya. Acara di setiap rumah relatif sama: makan-minum sambil mengobrol. Inilah kesempatan warga untuk saling mengunjungi.

Sebagai ungkapan syukur kepada Duwata, Jubata, Nek Duwata, Tuhan, gawai mestilah dilaksanakan oleh masyarakat Dayak. Gawai sejatinya adalah pesta syukur atas hasil pertanian. Di banyak daerah, pesta budaya Dayak yang bersentral pada tradsi pertanian ini dikenal dengan bermacam-macam sebutan, seperti pesta Dange (Kayan Mendalam, Kab, Kapuas Hulu), Naik Dango (Dayak Kanayatn), Maka' Dio (Kab. Bengkayang dan Sambas), Gawai Dayak, dan lain-lain.

Bagi masyarakat Dayak di perkotaan, ada semacam kerinduan juga untuk menghadirkan budaya pesta rakyat ini di tengah-tengah suasana perkotaan, meskipun sesungguhnya mereka sudah tidak melakukan tradisi pertanian lagi (bersawah, berladang). Maka jadilah Gawai Dayak diselenggarakan secara rutin di Kota Pontianak, ibukota Provinsi Kalbar.

Namun menilik sejarah penyelenggaraannya, Gawai Dayak ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran seni budaya Dayak yang diselenggarakan pertama kalinya oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) di Pontianak pada tahun 1986. Dalam perkembangan selanjutnya, Gawai Dayak serupa diselenggarakan juga di daerah-daerah kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

Gawai Dayak tradisional pada umumnya dilaksanakan memakan waktu hingga tiga bulan, yaitu biasanya pada bulan April sampai Juni. Pelaku upacara adat akan mengenakan pakaian tradisional berikut perhiasan tradisional seperti manik-manik, bulu burung enggang dan kerajinan perak tradisional. Pesta Gawai Dayak ditutup dan berakhir dengan penurunan pokok ranyai yang digantung.

Hingga kini Gawai Dayak bukanlah peristiwa budaya yang murni tradisional, baik dilihat dari tempat pelaksanaan maupun isinya. Seiring perkembangan zaman dan isu kepentingan, kini upacara Gawai Dayak tradisional mengalami beberapa penyesuaian namun tetap mempertahankan unsur-unsur budaya yang penting terutama urutan dan prosesi upacaranya itu sendiri. Bekerja sama dengan pemerintah daerah, Gawai Dayak hanya digelar selama sepekan dan rutin dilaksanakan pada 20 Mei setiap tahunnya. Nama kegiatan bermuatan kepentingan budaya ini pun sekarang dikenal dengan Pekan Gawai Dayak.

Saat ini acara Gawai Dayak di beberapa daerah kabupaten di Kalbar telah dimodifikasi dengan tidak menghilangkan nilai-nilai luhur budaya dan diangkat menjadi acara tingkat kabupaten. Selain liputan wilayahnya diperluas, acaranya pun ditambah dengan penampilan berbagai tradisi Dayak yang ada di daerah bersangkutan, dan daerah lainnya yang mengikuti acara tersebut.

Dalam kemasan modern, Gawai Dayak tingkat Provinsi Kalbar dimeriahi oleh berbagai bentuk acara adat, upacara ritual, kesenian tradisional, permainan tradisional, pemeran dan penjualan berbagai bentuk kerajinan dan makanan tradisional, penampilan musik lagu dan tarian, serta pemilihan Bujang dan Dara Gawai.

Menilik pelaksanaan Gawai Dayak ini, nampak telah terjadi perubahan makna dan tujuan dari gawai itu sendiri. Perubahan ini dapat terjadi misalnya karena pengaruh industri pariwisata yang semakin kuat. Banyak pesta rakyat dihidupkan dan dipergelarkan kembali terutama untuk memuaskan selera para turis mancanegara atau demi menumpuk devisa negara. 

Pengaruh ekonomi domestik juga dapat mengubah makna suatu pesta rakyat. Misalnya, pesta rakyat diselenggarakan hanya sebagai arena promosi atau dagang produk ekonomi. Hal yang sama juga dapat kita saksikan dalam gelar pesta rakyat untuk tujuan-tujuan politis demi kepentingan penguasa (kepala pemerintahan, tokoh politik).

Jika dimensi religius dari suatu pesta rakyat hilang, ditambah kepentingan ekonomi dan politik yang kuat, niscaya pesta rakyat akan jadi sekedar kegembiraan yang meninabobokan warga komunitas. Kalau pun pesta rakyat dapat meningkatkan semangat solidaritas, namun lambat-laun tidak lagi menjadi sarana "pencerahan" untuk memajukan kehidupan komunitas. (Agustinus Tamen/Warta Borneo Edisi 12 Th. 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun