Mohon tunggu...
Agustin Tri Setiyani
Agustin Tri Setiyani Mohon Tunggu... Lainnya - Saya Resah, Saya Menulis

Skeptis itu perlu, agar kita bisa menguji apakah sesuatu sedang berjalan dengan benar atau tidak. Jika sudah benar bagaimana? Yasudah, dinikmati saja. ^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Optimisme Masa-masa Corona, Mengenal Konsep "Jauh di Mata, Dekat dari Rumah"

10 April 2020   10:36 Diperbarui: 10 April 2020   10:45 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini, segala-gala harus saya kerjakan di sini. Saya sadari begitu banyak hal yang belum saya perhitungkan dalam pengaturan kehidupan saya, yah yang ternyata berdampak pada efektivitas dan efisiensi baik pola pengaturan keuangan maupun pola hidup pada umumnya. 

Saya baru mengerti pentingnya dapur yang mengepul, mengingat hampir tidak pernah saya meracik makanan saya sendiri, semua saya beli jadi, baju kotorpun tinggal dibawa ke laundry dan voilla akan bersih keesokan harinya. 

Sekarang, saya jadi mengerti manajemen menyimpan bahan makanan, serta mengatur waktu urusan domestik dan kantor yang dulu tak pernah saya lakukan. Tanpa sadar, saya memiliki kebiasaan-kebiasaan baru, yang saya rasa banyak orangpun mengalaminya. Kebiasaan yang membuat hidup kita terasa lebih efisien.

Mari palingkan sejenak pandangan kita dari bisnis dan berbagai usaha yang terpaksa istirahat sementara atau bahkan gulung tikar gerara pandemi ini. Dan sempatkan melihat bisnis-bisnis yang bukannya istirahat justru jadi lebih sibuk, menggeliat naik, dan berkembang, atau juga bisnis-bisnis baru yang sebelumnya tak ada, menjelma menjadi kebutuhan tak terelakkan karena status PSBB sudah resmi dicanangkan.

Sebut saja pekerjaan-pekerjaan di bidang IT, yang kian hari harus rela lembur karena kebutuhan akan akses internet meningkat tajam, sehubungan dengan segala sesuatu yang dilakukan secara daring. Programer dan pengembang sibuk berinovasi menyediakan jasa yang memungkinkan orang mengadakan meeting dan presentasi secara daring di rumah masing-masing. 

Bimbingan belajar tak mau kalah, lihat aplikasi ruang guru, yang semula hanya tren di kalangan anak SMA, kini menjadi pertimbangan orang tua. Toko-toko ritel yang tutup gerai, beralih ke media online, sehingga ibu-ibu kini tinggal swipe-swipe Hp untuk belanja beras, minyak dan gula. Ramainya belanja online, memaksa jasa pengiriman barang JNE, JNT, Tiki, Sicepat dan jasa pengiriman merk lain membuka kantor cabangnya lebih lama dari hari biasa. 

Bagaimana dengan sayur mayur? Pasar online yang sejak lama sudah ada, mulai dilirik dan kian laris manis, sebut saja sayur box dan happy fresh. Atau jika tak ingin menunggu terlalu lama, individu-individu yang jeli melihat peluang yang ada membuat bisnis jastip ke pasar, tak perlu membangun website, cukup bermodal Grup Whatsapp --malamnya dipesan, besok subuh dibelikan, maksimal jam tujuh sudah tiba di rumah dan langsung dapat diolah sebagai sarapan.

Sebagaimana saya, yang kini sudah terbiasa bangun subuh agar di jam tujuh sudah kenyang makan sarapan, serta mencuci baju saya sendiri tiga hari sekali, pola berbisnis kita juga sangat bisa berubah. Suatu sistem berbisnis yang semula dimaksudkan adhoc karena keadaan kahar, akan dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi. 

Bayangkan, kita beralih pada segala sesuatu yang berbau 4.0 (baca: Four Point Ow), baik dibidang edukasi, industri, bahkan sistem pemerintahan, hanya dalam waktu tiga bulan. Habbit yang tak lazim dalam keadaan normal, menjadi lazim saat krisis, dan menjadi mainstream setelah krisis selesai.

Bayangkan jika selama waktu tersebut, banyak orang mulai beralih pada dunia digital dan melanjutkan karier bekerja dari rumah tau-tau kaya, sedangkan anda masih saja rebahan dan menetap sebagai konsumen drakor atau netfliks semata, apakah pada saat WFH dicabut anda masih memiliki kemampuan kerja yang sama dengan sebelum WFH diterapkan?

Saya harus menyampaikan bahwa ujian terbesar manusia bukanlah keterbatasan melainkan keleluasaan. Terbatas dalam ruang gerak dan mungkin keuangan yang juga ikut terdampak, memaksa kita berpikir kreatif agar dapur tetap mengepul, dan investasi tetap terkumpul hehe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun