Semoga mata saya saja yang siwer. Andai kata memang tidak ada fasilitas untuk disabilitas, semoga pihak pengelola segera menyadari. Kemudian menindaklanjuti dengan menambahkannya.
Kebetulan saya datang ke Teras Malioboro 2 bersamaan dengan rombongan dari Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Bahkan, pakaian saya dan kawan saya senada dengan dresscode mereka. Inilah yang menaikkan kepercayaan diri kami untuk jeprat-jepret tiap sudut yang ada.
Kami berpura-pura menjadi anggota tim dokumentasi. Saat berpapasan dengan Ibu Kepala Dinasnya, kami tersenyum dan mengangguk hormat. Beliau membalas senyum dan salam hormat kami, tetapi dengan ekspresi sedikit bingung. Tampaknya berusaha mengingat-ingat, ini anak buahku yang bertugas di bagian mana ya?
Di berita daring saya baca tentang keluhan sebagian pedagang terkait dengan sempitnya jatah lapak. Mereka mengatakan bahwa ukurannya tidak jauh beda dengan yang lama. Hanya saja, di Teras Malioboro 2 ada tambahan meja. Meja itulah yang bikin sempit.
O la la! Maksud pengelola pastilah baik. Menyediakan meja sekalian di lapak yang tersedia. Namun, rupanya pedagang punya konsep berbeda untuk menata lapaknya. Sebab konsep yang berbeda, otomatis kebutuhannya berbeda.
Di situlah titik singgungnya. Pengelola merasa telah memperhatikan, sedangkan pedagang merasa diabaikan kebutuhannya. Tidak nyambung.
Apesnya, banyak hal serupa terjadi dalam berbagai urusan. Ya sudah. Selama tidak ada perbaikan komunikasi dari masing-masing pihak, saling kesal akan selalu ada. Tidak bakalan ada solusi.
Demikianlah adanya.Tempat yang estetik dan representatif tidak serta-merta bikin pedagang nyaman berjualan. Faktanya begitu. Terlebih kalau lokasinya tidak strategis sehingga tidak berpotensi menghasilkan banyak pembeli. Buat apa berjualan di tempat representatif kalau tak punya omset penjualan yang cukup?
Dari berita daring pula saya memperoleh informasi bahwa kondisi Teras Malioboro 2 masih berdebu. Proyek pembangunan di situ belum selesai semua. Itulah sebabnya pedagang enggan segera direlokasi.
Benar saja. Ketika di lokasi saya lihat debu memang lumayan eksis. Terutama tampak di meja-meja jualan yang belum tersentuh. Kalau yang sudah mulai dipakai, pastilah sudah dibersihkan debunya. Sebagai gambaran, silakan Anda cermati foto berikut.
Tentu saja debu-debu itu amat mengganggu kenyamanan, baik kenyamanan penjual maupun pembeli. Terlebih untuk berjualan makanan dan minuman. Jadi selama proyek pembangunan belum tuntas, lokasi baru Teras Malioboro 2 belum kondusif bagi usaha kuliner.