Ada apa dengan jendela dan Bapak Amien Rais? Ternyata ada pohon di antara keduanya. Dalam sebuah Kelas Heritage yang diselenggarakan Komunitas Malamuseum, saya memperoleh informasi menarik sekaligus lucu.
Begini. Bapak Amien Rais berasal dari Solo. Sewaktu menuntut ilmu di Yogyakarta, beliau indekos di Kauman. Di sebuah rumah mewah zaman itu. Kamarnya di lantai dua.
Bapak Amien Rais muda banyak aktivitas organisasi. Tak jarang pulangnya hingga larut malam. Sementara pintu tempat kos sudah dikunci. Beruntunglah beliau sebab di depan jendela kamarnya tumbuh sebatang pohon. Jadi kalau pulang telat, beliau memanjat pohon tersebut dan dilanjut dengan lompat ke jendela. Gokil juga ya, idenya.
Sayang sekali pohon bersejarah itu telah tiada. Mungkin tumbang sebab angin. Mungkin pula sengaja ditebang demi keamanan bangunan di sekitarnya. Kini yang ada pohon pepaya. Bentuk bangunan tempat kos Bapak Amien Rais pun telah mengalami perubahan. Bentuk jendela lama yang bersejarah pun telah diubah.
Dari warga lokal Kauman saya juga mendapatkan cerita menarik. Konon setelah tidak lagi tinggal di Kauman, sesekali Bapak Amien Rais blusukan di di situ. Bernostalgia sembari bagi-bagi uang jajan untuk anak-anak yang dijumpai.
Lalu, bagaimana halnya dengan emperan langgar tempat kongkow Kiai Haji Ahmad Dahlan? Langgar manakah yang dimaksud? Tak lain dan tak bukan, itulah Langgar adz-Dzakirin. Berikut ini penampakannya.
Doktor Munichy B. Edrees, salah satu cicit Kiai Haji Ahmad Dahlan, pernah bercerita dalam sebuah pengajian yang saya ikuti. Tatkala itu pengajian diselenggarakan di Langgar adz-Dzakirin. Beliau menceritakan bahwa Kiai Dahlan sering duduk-duduk bersama warga Kauman di undakan depan langgar (musala) tersebut.
Sudah pasti tak sekadar untuk nongkrong. Namun, Kiai Dahlan punya tujuan tertentu. Beliau sebetulnya berdakwah. Menyebarkan nilai-nilai Islam melalui obrolan santai. Cara tersebut ditempuh sebab menyesuaikan dengan kebiasaan warga setempat.
Doktor Munichy menuturkan bahwa di depan rumah-rumah di Kauman tempo doeloe selalu ada undakan-undakan. Itu bukan sekadar mode pada zamannya. Bukan pula untuk mempermudah akses masuk rumah. Undakan-undakan dibuat sebagai tempat kongkow. Untuk bersosialisasi dengan tetangga.