Namun, anak saya gantian terkejut ketika suatu hari saya iseng menuliskan nama kami dalam huruf Korea. "Kok Bunda tahu bahasa Korea?"
Dalam hati saya merespons, "Tentu saja tahu, Nak. Walaupun memperoleh nilai terendah di kelas, dulu Bundamu pernah ambil makul bahasa Korea. Tujuannya untuk mendapatkan akses menonton film-film yang videonya tersimpan di Pusat Studi Korea UGM.
Konyolnya, sampai sejauh itu saya belum juga sadar akan kedahsyatan Hallyu. Pekerjaan menulislah yang menyadarkan saya akan adanya Hallyu (Gelombang Korea).
Suatu hari seorang kenalan yang punya penerbitan menelepon. Memberikan tawaran, jika berkenan saya disuruh menulis buku tentang K-Pop. Temanya kisah unik dari boy band dan girl band Korea.
Tanpa berpikir panjang saya menyanggupi. Meskipun relatif buta dengan K-Pop, masih butuh banyak referensi, saya yakin bakalan dapat menulis dengan baik. Merasa punya bekal dari ikutan baca-baca majalah yang dipinjam anak. Alhamdulillah hasil akhirnya sebagaimana yang bisa dilihat pada foto berikut ini.
Tentu saja selepas menulis buku dengan nama pena Octavia Pramono itu, wawasan saya tentang Hallyu bertambah. Tidak terbatas pada jalur musik belaka. Saya pun baru merasakan kedahsyatan Hallyu. Entahlah ke mana saja saya sebelumnya.
Akan tetapi, lagi-lagi sampai sejauh itu saya masih melupakan Song Hye Kyo. Saya baru kembali teringat kepadanya ketika orang-orang ramai membahas Descendants of the Sun. Anak saya pun sudah hampir lulus SMP. Ckckck! Sampai selama itu rupanya. Sejak Song Hye Kyo muda belia hingga menjadi perempuan dewasa.
Tentu saja saya kemudian menonton Descendants of the Sun. Tak lain dan tak bukan, penyebabnya adalah Song Hye Kyo. Rasa penasaran puluhan tahun silam harus dituntaskan.
Setelah saya cermati matanya baik-baik, kesimpulan saya tetap. Mata teman saya yang hitam manis itu sama sekali tak punya kemiripan dengan mata Song Hye Kyo. Entahlah kenyataannya bagaimana. Yang jelas saya merasa menilai dengan objektif. Bukan didasari rasa cemburu.