Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kabar Buruk dari Sebuah Buku Terbitan Tahun 1980

28 September 2024   17:54 Diperbarui: 28 September 2024   19:44 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka menyambut dan merayakan September sebagai Bulan Gemar Membaca, saya hendak berbagi cerita kepada Anda mengenai sebuah buku berjudul panjang. Judulnya adalah Pembinaan Kegemaran Membaca dan Arti Membaca Bagi Pertumbuhan Pribadi Anak di Sekolah Dasar. Penulisnya Dr. Ny. Soepartinah Pakasi.

Coba Anda perhatikan nama sang penulis. Terasa unik kalau ditanggapi dari kacamata zaman sekarang 'kan? Dicantumkan "Ny" (Nyonya) segala. Bukankah hal itu bisa dikatakan mengandung muatan patriarki yang kental? Akan tetapi, untuk era tempo doeloe mungkin dianggap lumrah.

Begitulah adanya. Buku berjudul panjang ini memang buku zadul. Warisan dari almarhum bapak. Terbit tahun 1980 (cetakan pertama). Cetakan kedua terbit pada September 1981. Adapun yang saya pegang cetakan ketiga, yaitu terbitan Oktober 1982 oleh P.T. Bhratara Karya Aksara Jakarta.

Buku ini cuma setebal 30 + x halaman. Terdiri atas dua bagian. Bagian 1 "Pembinaan Kegemaran Membaca". Berisi penjelasan tentang cara membangkitkan dan memelihara kegemaran membaca pada siswa. Penjelasannya tidak teoretis karena berdasarkan pengamatan terhadap proses yang dijalankan di SD Laboratorium IKIP Malang. Dimulai dari kelas 1 hingga kelas terakhir dalam proses yang sistematis.

Karena kegiatan belajar melalui membaca tidak akan memadai jika siswa cuma membaca buku pelajaran, Bagian 1 juga memberikan penjelasan mengenai cara pemanfaatan perpustakaan bagi kepentingan siswa.

Texbook atau buku mata pelajaran dianggap tidak memadai sebagai bahan belajar sebab hanya memberikan pengalaman yang spesifik. Terbatas pada satu pelajaran tertentu. Sementara manusia butuh banyak pengalaman supaya sudut pandangnya luas dan cakrawala berpikirnya tinggi. Makin banyak siswa membaca berarti makin banyak pengalaman hidupnya. Dengan demikian, kehadiran perpustakaan mutlak diperlukan.

Dalam Bagian 1 juga disebutkan bahwa bagi sekolah, pembinaan gemar membaca dan pemanfaatan perpustakaan sekolah mencapai puncaknya dalam pengintegrasian kegiatan-kegiatan perpustakaan dengan kurikulum. Sementara bagi siswa, hal itu memunculkan kesadaran  bahwa buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan bisa dijadikan teman setia.

Bagian 2 "Arti Membaca Bagi Pertumbuhan Pribadi Anak di Sekolah Dasar". Berisi penjelasan tentang arti dan peranan buku dalam perkembangan dan pertumbuhan pribadi anak. Bahkan ditekankan bahwa sekolah tidak dapat berbuat apa-apa sebelum anak-anak kita (para siswa) terdidik punya kegemaran membaca dan kebutuhan untuk membaca.

Oleh karena itu, mendidik kegemaran dan kebutuhan untuk membaca menjadi tujuan pertama dari perpustakaan SD Laboratorium IKIP Malang. Tujuannya memperlancar proses belajar sekaligus mengefektifkan studi para siswa.

Sampai di sini, Anda tentu bisa membayangkan isi buku tersebut. Plus sekaligus membuang pertanyaan, "Apakah masih berguna/relevan jika kita membaca buku zadul itu sekarang?" Bisa jadi saat membaca tahun terbitnya tadi, Anda seketika punya pertanyaan begitu.

Ternyata jawabannya masih. Tak hanya relevan, problema yang disampaikan bahkan masih menjadi PR besar hingga kini. Problema apakah itu? Yeah, problema apa lagi kalau bukan problema rendahnya literasi.

Kiranya hal ini bisa disebut kabar buruk. Betapa tidak buruk? Buku ini terbit pertama kali pada tahun 1980. Sementara penyusunannya pada tahun 1973. Berarti sudah puluhan tahun silam. Sudah setengah abad malahan. Jadi, mengapa problemanya tidak kunjung teratasi? Bukankah ini menunjukkan bahwa kita kurang serius dalam menuntaskan sebuah masalah super penting?

Andai kata sejak tahun 1980-an masalah kegemaran dan kemampuan membaca anak-anak SD kelas rendah mulai dibenahi (sebagai respons atas buku ini), tentu sekarang masyarakat Indonesia tidak minim literasi. Setidaknya tidak keterlaluan minimnya. Jadi, tidak bakalan mudah termakan hoaks. Tidak pula gampang nyolot hanya gara-gara membaca judul berita yang clickbait.

Pada buku cetakan ketiga ini terdapat stempel khusus di pojok kanan atas. Bertuliskan informasi bahwa buku yang bersangkutan milik Departemen P dan K. Tidak diperdagangkan. Dasar hukumnya juga dicantumkan, yaitu Inpres Nomor 4 Tahun 1982.

Apa artinya? Artinya, buku ini disebarluaskan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Yang berdasarkan isinya, saya yakini targetnya para guru. Terkhusus guru SD. Tujuannya mereka bisa terinspirasi sehingga mampu mempraktikkan isi buku ini dalam mengajar dan mendidik siswa.

Akan tetapi, berhubung di era sekarang kemampuan literasi bangsa kita masih begini-begini saja, mau tidak mau saya menjadi curiga bahwa niat mulia pemerintah orde baru melalui Departemen P dan K dahulu tidak direspons dengan sungguh-sungguh. Mungkin ada guru yang kemudian lebih serius membina kegemaran membaca para siswanya. Sesuai dengan instruksi. Hanya saja, jumlahnya tampaknya tak banyak.

Apa boleh buat? Hingga ujungnya sekarang ini. Sebagaimana yang kita lihat bersama, memprihatinkan sekali kemampuan literasi kita.

Seyogianya kita tidak mengkambinghitamkan internet dan medsos. Jika sejak dini telah ditanamkan gemar-butuh membaca pada siswa, pastilah tak ada masalah. Kemampuan literasinya bakalan tetap solid. Mungkin jumlah buku berbentuk fisik yang dibaca berkurang. Namun, jangan lupa. Sekarang ini sudah banyak buku dan perpustakaan digital.

Nah. Bukunya digital atau tidak, itu cuma masalah sarana. Sementara sarana bisa beralih bentuk sesuai dengan perkembangan zaman. Esensinya dari masa ke masa tetaplah cinta buku, cinta membaca. Jadi, tak usahlah menyalahkan internet. Yang salah itu manusianya. Kita.

Kita sudah tahu sama tahulah, ya. Minat baca masyarakat Indonesia memang jauh lebih rendah daripada negara-negara lain. Wajar kalau kemudian diadakan momentum khusus untuk mendongkrak minat bacanya.

September ditahbiskan sebagai Bulan Gemar Membaca dan tanggal 14 September sebagai Hari Kunjung Perpustakaan. Dua perayaan tersebut memang saling terkait dan bertujuan sama, yaitu meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.

Namun, rupanya ada fakta yang sangat unik. Meskipun minat baca masyarakatnya tercatat rendah, Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan buku. Anda tentu masih ingat berita tentang menipisnya ketersediaan ISBN kita tempo hari. Nah. Bukankah itu sesuatu yang kontradiktif?

Jadi kalau dipikir-pikir, yang membaca buku-buku itu siapa? Produksi banyak, konsumennya sedikit. Mungkinkah karena konsumennya yang amat "rakus"? Entahlah. 

Sangat mungkin yang membaca memang orang-orang yang itu-itu saja. Sirkel pergaulan sang penulis sendiri. Yang tanpa disengaja bertumbuh menjadi sirkel eksklusif dalam dunia literasi. Entahlah. Lagi-lagi, entahlah.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun