Nah. Bukunya digital atau tidak, itu cuma masalah sarana. Sementara sarana bisa beralih bentuk sesuai dengan perkembangan zaman. Esensinya dari masa ke masa tetaplah cinta buku, cinta membaca. Jadi, tak usahlah menyalahkan internet. Yang salah itu manusianya. Kita.
Kita sudah tahu sama tahulah, ya. Minat baca masyarakat Indonesia memang jauh lebih rendah daripada negara-negara lain. Wajar kalau kemudian diadakan momentum khusus untuk mendongkrak minat bacanya.
September ditahbiskan sebagai Bulan Gemar Membaca dan tanggal 14 September sebagai Hari Kunjung Perpustakaan. Dua perayaan tersebut memang saling terkait dan bertujuan sama, yaitu meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.
Namun, rupanya ada fakta yang sangat unik. Meskipun minat baca masyarakatnya tercatat rendah, Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan buku. Anda tentu masih ingat berita tentang menipisnya ketersediaan ISBN kita tempo hari. Nah. Bukankah itu sesuatu yang kontradiktif?
Jadi kalau dipikir-pikir, yang membaca buku-buku itu siapa? Produksi banyak, konsumennya sedikit. Mungkinkah karena konsumennya yang amat "rakus"? Entahlah.Â
Sangat mungkin yang membaca memang orang-orang yang itu-itu saja. Sirkel pergaulan sang penulis sendiri. Yang tanpa disengaja bertumbuh menjadi sirkel eksklusif dalam dunia literasi. Entahlah. Lagi-lagi, entahlah.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H