Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konser Serenade Bunga Bangsa X yang Dihadiri Delegasi Fordasi 2024

30 Agustus 2024   22:09 Diperbarui: 31 Agustus 2024   23:48 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Hariyanto Surbakti 

Semalam, Kamis 29 Agustus 2024, saya berkesempatan menonton Konser Orkestra dan Paduan Suara Internalisasi Kesejarahan Serenade Bunga Bangsa X dengan tema "Semangat Baru Indonesia Maju". Konser berlangsung di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Rangkaian acaranya dimulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB.

Konser yang digelar dalam rangka memperingati HUT ke-79 RI dan 12 Tahun UU Keistimewaan DIY itu menampilkan 8 repertoar. Sesi pertama ditampilkan 4 repertoar, kemudian dijeda 15 menit untuk kuis. Setelahnya barulah dilanjut sesi kedua yang juga menampilkan 4 repertoar.

Tiap repertoar menggaungkan nilai-nilai perjuangan dan kepahlawanan. Diilhami oleh peristiwa-peristiwa bersejarah

Sesi pertama dibuka dengan repertoar yang cukup berapi-api, yaitu "Bandung Lautan Api" karya Ismail Marzuki. Karena memang karya tersebut merupakan upaya untuk menuangkan gelora perjuangan yang berapi-api, pasca penyerangan pasukan sekutu Belanda.

Kemudian langsung disambung dengan "Sorak-sorak Bergembira" karya Cornel Simanjutak. Karya ini menggambarkan situasi pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Data sejarah menyebutkan bahwa waktu itu di Jakarta, di sepanjang jalan dan gang, karya tersebut dinyanyikan. Tujuannya menginformasikan kemerdekaan kepada masyarakat akar rumput.

Repertoar selanjutnya adalah "Medley Fordasi" yang dipersembahkan khusus untuk para anggota delegasi Fordasi. Karya ini mengajak hadirin untuk berkeliling Nusantara dan menghayati lokalitas masing-masing, untuk kemudian mengangkat kesadaran regional kita kepada kesadaran nasional yang satu dan utuh.

Konser sesi pertama diakhiri dengan repertoar "Merdeka atau Mati" yang diaransemen oleh Eki Satria (conductor tetdahulu) dari puisi karya Muhammad Yamin. Perlu diketahui, Muhammad Yamin adalah sosok yang pertama kali mengingatkan betapa pentingnya sebuah bahasa persatuan; bahwa tidak ada nasionalisma tanda adanya kesamaan bahasa.

Konser sesi kedua dibuka dengan "Epik Panji" yang diaransemen Wisnu. Berkisah tentang lika-liku percintaan Pangeran Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji. Namun, itu bukanlah semata-mata kisah asmara melainkan sebuah ungkapan simbolik. Adapun nama Panji itu bermakna 'mapan marang kang sawiji'. Artinya di tengah kerumitan hidup berbangsa dan bernegara, di antara perbedaan-perbedaan yang ada, kita senantiasa diarahkan untuk kembali pada persatuan dan kesatuan.

Repertoar ini merupakan repertoar terpanjang jika dibandingkan 7 repertoar lainnya. Pun, paling melodius. Dalam menyuguhkan "Epik Panji", Serenade Bunga Bangsa X juga menampilkan duo violin, yaitu Rifki Adriansyah Arif dan Septa Inas Tsabitah (dalam foto di bawah itu keduanya berkostum warna hijau dan bertopeng).

Dokpri Hariyanto Surbakti
Dokpri Hariyanto Surbakti

Selanjutnya dimainkan "Indonesia Pusaka" karya Ismail Marzuki. Sekadar informasi, lagu ini adalah salah satu lagu nasional yang paling saya sukai sejak masih bersekolah di SD. Oleh sebab itu, saya gembira sekali bahwa belakangan ini lagu tersebut mendapatkan momentumnya gara-gara sepakbola. Faktanya, "Indonesia Pusaka" memang sekuat itu daya magisnya untuk mempersatukan kita semua.

Dua repertoar terakhir adalah "Tumpakan" dan "Perahu Layar". Secara tematik keduanya saling berkaitan. Tumpakan itu kata dalam bahasa Jawa yang berarti 'transportasi'. Adapun perahu layar merupakan salah satu jenis alat transportasi.

"Tumpakan" berupa medley yang diaransemen Dadang dari tembang-tembang dolanan anak karya Ki Narto Sabdho. Bercerita tentang rupa-rupa alat transportasi yang ada di Jawa. Ada sepur, sepeda, dan sepeda motor. Mas Dul, yang memandu acara bersama Mbak MC, mengingatkan bahwa karya medley ini akan mengajak kita untuk melihat masa lalu Jawa.

Sungguh saya bagaikan mendapat durian runtuh sebab konser ditutup dengan "Perahu Layar". Mengapa? Karena repertoar tersebut adalah favorit saya. Saya tahu lagu itu sejak SD dan entah mengapa sejak pertama kali mendengarnya jatuh suka. Mungkin karena isinya menggambarkan kehidupan di sekeliling saya. Saya tatkala itu 'kan tinggal tak jauh dari pantai utara Jawa Tengah. Jadi, kalau akhir pekan terbiasa melihat orang-orang berpiknik ke pantai. Entah naik perahu, entah sekadar duduk di hamparan pasir pantai.

*
O, ya. Di penghujung acara penonton diberi sedikit kejutan lucu. Ternyata, oh rupanya. Yang memandu jalannya acara 3 orang. Bukan cuma 2. Ternyata Mbak MC ditemani 2 Dul, yaitu Dul Rohman dan Dul Rohim. Mereka kembar identik, bahkan identiknya sampai ke suara, cara bicara, dan gaya memberikan penjelasan sejarah kepada audiens.

Dokpri Hariyanto Surbakti 
Dokpri Hariyanto Surbakti 

Sungguh. Jika di penghujung acara keduanya tidak tampil bersama, tentu penonton tidak tahu kalau yang mendampingi Mbak MC 2 orang. Bukan 1 orang yang berganti-ganti baju. Mereka dan Mbak MC memang ngerjain kami, sih. Di pertengahan sesi pertama Mbak MC sempat (pura-pura) bertanya, "Wow, Mas Dul ganti baju rupanya."

Yang (pura-pura) dijawab oleh entah Mas Dul yang mana, "Iya. Saya tiap 2 jam memang harus ganti baju."

Ternyata oh rupanya. Hehe ... Namun, saya angkat 2 jempol untuk Dul bersaudara itu. Penjelasan mereka mengenai data sejarah terkait repertoar yang disajikan amat jelas. Singkat dan padat. Jadi penonton tidak sekadar menikmati musik, tetapi juga diingatkan kembali dengan sejarah perjuangan bangsa. Alhasil tujuan diselenggarakannya konser, yaitu memperdalam wawasan sejarah lewat karya-karya musik, tercapai.

Memang demikianlah adanya. Menonton Konser Serenade Bunga Bangsa X ibarat membaca sejarah Indonesia dalam bentuk nada-nada indah. Yang terkadang terasa melankolis, tapi kemudian berubah menjadi sangat dinamis dan menggelegar. Seru dan asik!

*
Perlu diketahui bahwa ada dua catatan penting yang sekaligus merupakan sejarah bagi perjalanan Serenade Bunga Bangsa, dalam konser semalam.

Pertama, ada cara baru dalam melibatkan para musisi. Semula dengan sistem penunjukan langsung, tahun ini dengan sistem campuran. Sebagian musisi yang terlibat konser merupakan hasil audisi. Cara ini dimaksudkan untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi.

Kedua, memperkenalkan conductor baru (yaitu Julius Catra) setelah sang conductor lama naik level ke jenjang nasional. Perlu diketahui, conductor lamanya adalah Eki Satria yang tempo hari ditugaskan menjadi conductor Gita Bahana Nusantara dalam upacara HUT ke-79 RI di Istana Merdeka, Jakarta.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Dua catatan bersejarah tersebut sekaligus mewakili semangat baru Serenade Bunga Bangsa. Diharapkan, semangat baru itu bisa dibawa pulang ke daerah masing-masing oleh para anggota delegasi Fordasi demi kemajuan Indonesia.

Pementasan Serenade Bunga Bangsa X memang dihadiri oleh para anggota delegasi Fordasi. Itulah sebabnya ada 1 repertoar khusus yang dipersembahkan untuk mereka, yaitu repertoar yang berbentuk medley lagu-lagu daerah dari provinsi-provinsi yang tergabung dalam Fordasi.

Lalu, apa itu Fordasi? Fordasi adalah singkatan dari Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia. Adapun Desentralisasi Asimetris terdiri atas 9 daerah istimewa dan daerah khusus untuk menyangga keutuhan NKRI.

Anggota Fordasi adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Daerah Khusus Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.

Jika tidak menonton Konser Serenade Bunga Bangsa X, kemungkinan besar saya tidak tahu tentang Fordasi. Pun, tidak tahu kalau sedang berlangsung Pertemuan Fordasi 2024 di kota tempat saya berdomisili. Parah juga, nih.

*
Sungguh malam yang menyenangkan. Berangkat nonton konser dengan niatan healing, pulangnya malah bertambah pengetahuan. Menjadi tahu tentang adanya Fordasi. Pun, jiwa persatuan dan patriotisme di dada kembali menyala. Betapa tidak? Di sepanjang konser, persatuan Indonesia senantiasa digaungkan. Otomatis seluruh hadirin sedikit banyak menjadi tersulut ke-Indonesia-annya.

Terusterang saja selama konser berlangsung, beberapa kali saya teringat pada konflik-konflik yang pernah terjadi di seantero negeri ini. Pastinya pula saya teringat pada demonstrasi-demonstrasi yang belakangan terjadi. Semacam melakukan refleksi.

Nah 'kan? Siapa bilang nonton konser musik merupakan sebuah aktivitas yang sia-sia? Tergantung bentuk dan isi konsernya, dong. Tergantung pula pada cara kita menontonnya. Jika nonton sambil tertidur ya memang sia-sia.

Dokpri Agustina
Dokpri Agustina

Demikian cerita dari pelaksanaan Konser Orkestra dan Paduan Suara Internalisasi Kesejarahan Serenade Bunga Bangsa X yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentu didukung sepenuhnya dengan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2024, melalui subkegiatan pembinaan dan pengembangan kesejarahan kegiatan sejarah, bahasa, sastra, dan permuseuman. Semoga bermanfaat dan bisa menghibur.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun