Penggalakan TOGA dan kebun sayur keluarga yang dijalankan dasawisma/PKK, terbukti  amat membantu saat pandemi Covid-19 lalu. Bahkan relevan dengan isu hangat belakangan ini, yaitu isu mengenai ketahanan pangan yang dimulai dari pekarangan rumah.
"Eh? Kader PKK masih ada toh? Kukira sudah enggak musim."
Anda pernah mendengar seseorang berkomentar seperti itu? Atau, malah Anda sendiri pernah melontarkan komentar yang sama?
Atau di kesempatan lain, Anda ikut tertawa-tawa manakala mendengar "Mars PKK" dinyanyikan? Tentu bukan tertawa-tawa senang, melainkan tertawa-tawa yang bernada menertawakan.
Atau punya pengalaman seperti saya, dikomentari julid oleh seorang teman gara-gara dasawisma?
"Ngurus dasawisma aja sok sibuk. Kegiatannya cuma arisan 'kan? Enggak penting banget."
Tatkala itu saya terperangah mendengar perkataan tersebut. Merasa kaget campur kesal. Kaget karena tak menyangka kalau respons lawan bicara saya sampai sebegitunya.
Saya tak habis pikir. Kalau merunut obrolan-obrolan kami di berbagai kesempatan, tampaknya dia juga aktif ikut pertemuan PKK di perumahan tempatnya tinggal. Jadi, saya heran karena dia menganggap kegiatan dasawisma cuma arisan.
Adapun rasa kesal saya timbul sebab dianggap sok sibuk. Sementara sebelumnya saya cuma bilang, "Maaf, ya. Aku tak bisa ikutan ngumpul-ngumpul Minggu sore nanti."
Saat ditanya alasannya, barulah saya jawab kalau ada pertemuan dasawisma. Dengan nada dan ekspresi biasa saja. Alih-alih bersikap sok sibuk. Saya justru menyesali jadwal yang tabrakan, yang kebetulannya kok ya saat ketua dan bendahara dasawisma berhalangan hadir.
Jadi sebagai sekretaris, saya diputuskan memimpin pertemuan. Saya pun menyanggupi karena keputusan diambil sebelum ada undangan dari komunitas.