"Sekaten tak seramai dulu. Grebeg makin sepi. Anak-anak sekarang tak tertarik. Lebih suka pada HP." Demikian statemen seorang pengunjung Grebeg Maulud 2023 yang digelar Kraton Yogyakarta, yang dimuat di sebuah portal berita daring.
 Saya tertegun membacanya. Bolak-balik bertanya-tanya. Apa benar begitu? Apakah generasi Z memang tidak tertarik pada acara-acara tradisi/budaya seperti sekaten dan grebeg? Saya tidak bisa percaya begitu saja.
Daripada generasi zadoel, anak-anak generasi Z memang lebih akrab dengan handphone. Hanya saja, itu tak serta-merta berarti mereka tidak tertarik pada hal-hal tradisional.
Saya yakin bahwa masih banyak di antara mereka yang kepo dengan acara-acara budaya semacam sekaten dan grebeg. Hanya saja sesuai dengan dinamika zaman, mereka tidak selalu menontonnya secara luring (datang langsung ke lokasi).
Terlebih yang memang domisilinya jauh dari tempat penyelenggaraan acara. Sementara yang tinggal di dekat lokasi pun belum tentu mau datang langsung. Contohnya anak saya, sedangkan tempat tinggal kami sepelemparan batu saja dari Masjid Gedhe Kraton Yogyakarta.
Faktanya memang ada beberapa hal yang menjadi alasan mereka lebih suka menonton secara daring. Antara lain malas berdesak-desakan, tak tahan berada di tengah kerumunan, atau memang sedang tak ada waktu untuk dolan sebab kondisi. Kalau menonton secara daring 'kan lebih nyaman. Bisa pula sembari menyelesaikan tugas/pekerjaan.
Di era ponsel pintar dalam genggaman seperti sekarang, sungguh gampang mencari berita terkini di internet. Bukankah banyak orang berlomba-lomba menjadi si paling pemberi berita?Â
Yang bisa menonton Sekaten dan Grebeg Maulud secara luring akan sibuk memotret dan membuat video. Lalu, adu cepat untuk mempublikasikannya di akun medsos masing-masing.
Lagi pula, pada dasarnya tim multimedia Kraton Yogyakarta sudah keren. Senantiasa melakukan siaran langsung, baik melalui Youtube maupun Instagram, jika sedang ada acara-acara penting. Sebelum dan setelah hari-H aktif juga memposting foto/video acara terkait.