Siang tadi ada dua bapak yang menelepon RRI, mengucapkan selamat HUT sekaligus mengaku kalau telah puluhan tahun selalu menyimak siaran RRI. Yang satu sejak tahun 1962. Satunya sejak tahun 1971.
Luar biasa lama 'kan? Itu tahun-tahun ketika saya belum lahir. Sementara saya pun tergolong pendengar tradisional RRI.
Begitulah adanya. RRI pada khususnya dan radio pada umumnya memang merupakan sumber informasi plus hiburan. Siaran beritanya bisa menambah wawasan dan pengetahuan. Acara musiknya bisa menghibur hati yang lara.
Bahkan manakala kita sekadar butuh bunyi-bunyian sebab situasi yang sepi tiada tara, radio dapat menjadi solusi. Tentu asalkan tidak menyetel acara sandiwara radio yang bergenre horor.
Hebatnya, radio tidak berpotensi mengganggu aktivitas kita. Sembari bekerja atau melakukan aktivitas keseharian, kita tetap dapat menyimak siaran radio.
Berbeda dengan media informasi dan hiburan yang lainnya. Sebagai contoh televisi, yang bisa berulang kali menggoda kita untuk menengok layarnya. Yang ujung-ujungnya, konsentrasi bekerja kita buyar tiada tara.
Yup! Itulah keistimewaan radio. Dapat menjadi teman terbaik, tanpa mengintervensi kegiatan kita.
Itulah pula RRI. Yang selama 78 tahun eksistensinya, telah mewarnai hidup jutaan rakyat Indonesia. Komplet dengan segala dinamikanya.
Zaman boleh bertambah maju dan modern. Rezim boleh silih berganti. Mulai dari era perang kemerdekaan, masa orde lama, orde baru, hingga masa reformasi. Namun, RRI terbukti mampu bertahan.
Walaupun bilangan usianya adalah usia kakek/nenek, RRI adalah kakek/nenek yang gaul. Yang berpikiran terbuka. Mau beradaptasi. Bersedia melakukan perombakan model siaran agar sesuai dengan selera zaman.
Kiranya inilah poin yang dapat kita teladani. Usia boleh zadoel, tetapi pola pikir mesti disesuaikan dengan situasi-situasi terkini.