Memang benar dugaan saya. Suara-suara ribut tadi ditimbulkan oleh Pak Man. Sang penggerobak sampah yang bertugas di kampung kami.
Luar biasa! Sudah pukul 21.45 WIB dan beliau datang untuk mengangkuti sampah kami yang telah menumpuk beberapa hari.
Iya, tentu saja itu hal yang luar biasa. Tidak lazim. Biasanya Pak Man datang pagi-pagi atau selepas Asar.
Kalau malam-malam baru mulai mengangkuti sampah di kampung kami, lalu mesti membawanya ke depo sampah, beliau sampai rumah pukul berapa? Sementara rumahnya nun jauh di pinggiran kota sana.
Usut punya usut, semua memang serba dadakan. Begitu dikabari kalau ada depo sampah yang buka, Pak Man bersegera ke kampung kami dengan gerobaknya.
Senyampang ada kesempatan mesti dimanfaatkan semaksimal mungkin. Mungkin demikian prinsipnya. Lagi pula, malam belum terlalu larut.
Mungkin Anda sekalian berkomentar, "Kok ya malam-malam sekali angkut sampahnya? Kayak tak ada hari esok? Sampahnya juga tak bakalan ke mana-mana."
Benar sekali. Sampahnya tak bakalan ke mana-mana. Namun kalau malam itu tak diambil, risikonya adalah menambah gunungan sampah di seantero kampung.
Belum tentu esok hari Pak Man bisa bekerja. Belakangan ini jadwal angkut sampahnya 'kan tergantung pada buka atau tidaknya depo sampah yang terdekat.
Perlu diketahui bahwa sejak tanggal 23 Juli 2023 lalu warga Yogyakarta dipusingkan oleh sampah. Direncanakan hingga 5 September 2023, tempat pembuangan sampah terakhirnya ditutup.
Otomatis penutupan belum genap seminggu, depo-depo sampah di seantero kota membeludak volumenya. Alhasil, penggerobak tak bisa mengangkut sampah dari rumah-rumah warga.