Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ternyata Tidak Semua Orang Harus Saya Maafkan, Lho

29 April 2023   23:49 Diperbarui: 29 April 2023   23:54 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Anda, judul di atas mungkin terkesan egois. Malah pakai banget alias sangat egois. Sok-sokan sebagai manusia dengan level rakyat jelata.

Allah Sang Pemilik Semesta Raya saja mau menerima permohonan maaf para hamba-Nya, mengapa saya tidak?

Sementara saya hanya manusia biasa. Cuma remukan rengginang gosong di dasar kaleng Kong Guan. Kok berani-beraninya bersikap seegois itu?

Iya, benar. Saya akui itu. Kesannya memang egois. Tepatnya sedikit egoislah, ya. Namun, bukan berarti saya susah memaafkan.

Percayalah. Saya sesungguhnya relatif mudah memberikan maaf. Silakan melakukan kroscek ke teman-teman saya untuk kesahihannya.

Hanya saja, pengalaman mengajarkan bahwa memang ada orang-orang yang perlu diberi pelajaran. Tidak bisa dimaafkan begitu saja, tetapi mesti dimaafkan secara bersyarat.

Mengapa sih, untuk memaafkan saja kok pilih-pilih? Apa alasannya? Bukankah memaafkan itu sikap mulia? Plus dapat mendatangkan kedamaian hakiki? Menyehatkan pula.

Sebab orang yang memaafkan itu, pada dasarnya santuy. Bebas dari rasa dengki dan jengkel. Tidak emosional. Jadinya ringan sekali dia menjalani hidup. Dia pun menjadi sehat lahir dan batin.

Hmm. Bagaimana, ya? Perihal memaafkan memang gampang-gampang susah.

Yang namanya memaafkan itu 'kan didahului sebuah peristiwa tidak mengenakkan. Kalau tak ada peristiwa yang tidak mengenakkan, buat apa juga meminta maaf? Pada umumnya 'kan begitu.

Ada orang yang merugikan kita secara ekonomi. Jadi selain meminta maaf, dia mestinya memberikan ganti untung juga selain meminta maaf.

Ada orang yang menjelekkan nama saya, apa iya cuma minta maaf belaka? Terlebih bila menimbulkan dampak buruk dan finansial.

Iya, iya. Terlalu banyak orang yang telah dengan sengaja melukis luka di hati saya.

Atas nama kekuasaan, terkait dengan posisi saya sebagai warga kelas teri yang cenderung rapuh dalam banyak hal.

Atas nama hegemoni penguasaan, terkait takdir saya sebagai perempuan. Atas nama apa pun.

Begitulah adanya. Perjalanan usia dan pengalaman pahit pada akhirnya mengajari saya untuk lebih realistis.

Untuk tidak terlalu berbaik hati kepada semua orang. Untuk tidak gampang memaafkan orang-orang yang cara meminta maafnya saja tidak meyakinkan.

Nah, kuncinya itu. Untuk tidak gampang memaafkan. Sebab tak jarang, orang yang meminta maaf ya sekadar meminta maaf. Tidak melakukannya dengan ikhlas. Menyebalkan sekali toh?

Sudah begitu, ada pula yang tak disertai dengan tanggung jawab materiil. Sementara kesalahannya menimbulkan kerugian materiil yang besar. Dipikirnya permintaan maaf sudah melunaskan segalanya.

Sampai di sini Anda sudah paham 'kan? Mengapa saya berani mengatakan bahwa ternyata, tidak semua hal dan orang harus saya maafkan dengan mudah. Yeay, enak saja. Tak segampang Itu ...

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun