Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Membuat Semangat Sustainable & Responsible Travel Terserap Hingga Tulang Sumsun

17 April 2023   23:44 Diperbarui: 17 April 2023   23:53 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kurat atau tidak, entah valid atau tidak, ataukah ini hanya perasaan saya belaka ...

Fakta membuktikan. Ketika memperbincangkan sustainable & responsible travel orang cenderung berpikir tentang destinasi wisata yang di sono-sono. Spot-spot indah alami nan memikat hati, tetapi berlokasi nun jauh di sana.

Begitu mendengar atau membaca tentang sustainable & responsible travel, seketika yang terbayang di benak adalah destinasi-destinasi wisata premium di Indonesia. Misalnya Danau Toba, Likupang, Raja Ampat, dan sederet destinasi menawan lainnya.

Sungguh. Sama sekali tak ada yang salah dengan hal itu. Normal adanya mengingat tempat-tempat tersebut memang kerennya tak kaleng-kaleng. Elok. Berkelas dunia. Sangat layak menjadi ikon Bangga Berwisata di Indonesia saja.

Akibatnya sekian banyak destinasi wisata lain, terutama yang tidak dilabeli premium, seolah-olah terlupakan. Seperti tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ide sustainable & responsible travel.

Sementara mestinya, ide keren tersebut meliputi semua destinasi wisata 'kan? Melibatkan juga siapa pun yang menjadi pelaku pariwisata. Bahkan secara umum, juga melibatkan masyarakat semua lapisan. Kita semua.

Sustainable & responsible travel itu 'kan intinya mengampanyekan perjalanan wisata alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Tidak meninggalkan sampah dan problema sosial seusai agenda berwisatanya.

Kalau lebih diperjelas, orang-orang diminta menjaga kelestarian alam saat berwisata. Jangan sampai niat berwisata alam malah ujungnya merusak alam. Merusak pula kebudayaan setempatnya.

Namun, apa boleh buat? Mungkin gara-gara istilahnya dalam bahasa Inggris. Sustainable dan responsible Travel. Jadi, kalangan menengah ke bawah cenderung merasa berjarak.

Bagaimana tidak berjarak, kalau ternyata tidak paham dengan pengertian sustainable & responsible travel? Nah, lho.

Heran juga sih, ya. Mengapa tidak terjemahannya saja yang lebih digaung-gaungkan? Ketimbang istilah asingnya, yaitu sustainable & responsible travel.

Memang keren jika mempergunakan istilah asing. Hanya saja, ini 'kan bukan sedang keren-kerenan istilah. Ini tentang ajakan untuk berkontribusi terhadap dunia pariwisata spot alam, tanpa merusak habitat aslinya.

Saya pernah lihat di Tiktok dan Instagram, salah seorang anggota rombongan kemah pecinta alam membuang sampah sembarangan di sekitar tenda mereka. Ya Allah. Itu kontradiktif sekali 'kan?

Katanya para pecinta alam. Kok malah merusaknya?

Pahamlah saya, mengapa Taman Nasional Gunung Merapi sampai memasang papan seperti ini.

Papan itu bertulisan "Selamatkan Taman Nasional Gunung Merapi dengan tidak membuang sampah ke alam. BAWA KEMBALI SAMPAHMU.

Rasanya kita memang punya masalah berat dengan yang namanya eksekusi dan konsistensi. Manakala ada ide baik, eksekusinya ternyata kurang sampai ke akar rumput. Semangat pelaksanaannya pun hangat-hangat tahi ayam.

Apa boleh buat? Ide acapkali dibiarkan terhidang secara absurd ke masyarakat umum. Terkesan teoretis dan bombastis belaka. Seolah-olah tak bisa dijelaskan ke khalayak dengan bahasa yang simpel. Seperti haram dipahamkan ke publik melalui istilah/perkataan sederhana.

Mungkin patokannya "kalau bisa tetap rumit dan ribet, kenapa mesti iseng membuatnya gampang? Makin rumit makin keren."

Alhasil, sementara di sono-sono mati-matian berjuang demi terwujudnya iklim sustainable & responsible travel, sebagian lainnya mungkin malah santuy. Alih-alih mendukung. Yang ada justru menggerogoti alam sebab ketidaktahuan.

Memang masih PR banget bagi instansi terkait. Sementara mestinya, semangat sustainable & responsible travel sudah terserap hingga tulang sumsum khalayak.

Mestinya begitu!

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun