Usut punya usut, menurut pikirannya, tambahan ongkos 50 ribu itu untuk satu orang. Kalau yang diantar 3 orang berarti 150 ribu. Wah, wah, padahal jalannya beraspal mulus dan rute lurus saja.
Jangan bayangkan kampung halaman saya terpencil. Atau, jauh dari kemajuan dan modernitas.
Sama sekali tidak begitu. Justru warganya banyak yang berumah bagus. Komplet dengan mobil dan motor masing-masing. Nah. Di sinilah justru masalahnya.
Tiap orang punya kendaraan pribadi. Jadi, transportasi umum mati pun khalayak tak peduli. Tak peduli sebab memang tak membutuhkannya.
Yang jadi korban ya cuma orang-orang seperti saya. Yang bisa jadi, jumlahnya bisa diitung dengan jari. Saya pikir-pikir, ini keadilan di mana? Di manakah keadilan sosial bagian transportasi, bagi seluruh rakyat Indonesia? Hehehe ....
 Ah, sudahlah. Sekali lagi saya cuma hendak bertanya, "Kapan ada mudik gratis bagi pemudik jarak dekat? Kapan pula ada mudik gratis, baik jarak dekat maupun jarak jauh, yang mengizinkan pesertanya tidak ber-KTP kampung halaman yang hendak dimudiki?"
Hmm. Demikian catatan curhat dari orang yang butuh mudik gratis, aman dan nyaman, serta manusiawi. Semoga bermanfaat.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H