Tanpa kata, Shaa menerima mukena dan sajadah Nita.
Untung saja masih ada tempat bagi mereka. Walaupun posisinya paling pinggir dan kurang nyaman, yang penting masih di bagian dalam masjid.
Di sisi lain, Nita justru diuntungkan oleh posisi tersebut. Dia menjadi mudah mencari kedua temannya.
Ampun, deh. Dunia kok kerap serasa tak adil banget? Dia yang bikin telat, dia pula yang malah diuntungkan.
"Besok enggak boleh kayak gini, Nit. Harus berangkat awal agar dapat tempat yang enak. Di sini enggak nyaman banget."
Saat kultum jelang Tarawih Indah kembali mengomeli Nita. Tentu dengan nada berbisik. Shaa cuma diam. Nita juga.
***
"Sebentar lagi Isya. Sana, Nit. Siap-siap."
"Astaga Indaaah. Hehehe .... Kamu dari kemarin kok ngomelin Nita terus," respons Shaa.
"Lhah gimana? Aku enggak mau kayak kemarin," sahut Indah.
"Sebetulnya aku bimbang. Tarawih enggak, ya?"