"Pamer nih, maksudnya?"
"Heh! Itu mereka! Masih berbaris di luar. Ayo, jalan lebih cepat!" Teriakan satu-satunya "member" perempuan seketika memotong obrolan mereka.
"Lho, lho. Kamu kenapa enggak dandan? Yang lain pakai kebaya dan kain, lho." Komentar si pemilik sepatu model serius.
"Heh. Kalau pakai kebaya dan kain, aku enggak bisa manjat pagar lah ya," sahut yang dikomentari.
"Tapi ini 'kan wisuda?"
"Wisuda tuh enggak wajib berkebaya."
"Tapi 'kan momentum penting."
"Tapi aku enggak suka ...."
"MOHON PERHATIAN! CALON WISUDAWAN YANG TERLAMBAT HARAP SEGERA MASUK KE DALAM BARISAN. LIMA MENIT LAGI SEMUA CALON WISUDAWAN AKAN SEGERA MEMASUKI GEDUNG!"
Demi mendengar pengumuman tersebut, keenam calon wisudawan pelompat pagar pun kembali berlarian. Menyebar menuju barisan fakultas masing-masing. Tanpa saling berpamitan. Buat apa juga? Toh enggak saling kenal.
Tentu saja satu-satunya perempuan dari para pelompat pagar itu adalah saya. Apa boleh buat? Bukan maksud hati tidak berdisiplin di hari wisuda. Hanya saja, situasi memaksa saya mengambil solusi paling praktis supaya tak (terlalu) terlambat.