Sampai di sini mungkin Anda bertanya-tanya. Mengapa judul tulisan ini membawa-bawa nama Pak Jokowi dan Mas Gibran? Baik. Begini alasannya.
Saya tergerak untuk menuliskan pengalaman terkait latto-latto karena melihat VT Pak Jokowi memegangnya sembari berjalan menggandeng La Lembah Manah. Tak sekadar memegang, beliau juga memainkannya pelan-pelan.
Sementara di depan Pak Jokowi dan La Lembah Manah, ada Jan Ethes yang juga berjalan sambil memegang latto-latto. Tatkala itu mereka sedang di Gedung Agung Yogyakarta.
Apa kaitannya dengan Mas Gibran? Nah, ini yang menarik. Saya kira Walikota Solo tersebut, yang kerap melakukan hal-hal random di mata netizen, juga merupakan seorang pemain latto-latto. Faktanya? Ternyata tidak.
Saya tertawa-tawa saat menyimak VT Mas Gibran yang sedang ditanyai para wartawan perihal latto-latto dan Jan Ethes. Antara lain begini, "Demam latto-latto juga, Mas, di keluarga?" Jawab Mas Gibran, "Enggak. Saya larang."
Wartawan bertanya lagi, "Kenapa kok dilarang, Mas? Karena membahayakan atau apa? Bisa ya, Ethes?"
"Malah jangan sampai bisa. Kalau bisa nanti justru berisik. Anak-anak kalian dibilangin agar tidak main latto-latto 24 jam."
Jawaban Mas Gibran pun bikin para wartawan tertawa. Lalu, salah seorang dari mereka kembali mengajukan pertanyaan, "Kemarin pas sama Bapak (maksudnya Pak Jokowi) itu, Ethes memang membawa sendiri atau dikasih sama Bapak?"
"Embuh kuwi. Kok weruh-weruh nduwe. Yo wis, ngunu kuwi lah (Entahlah. Kok tahu-tahu punya. Ya sudahlah)."
Ahaiii. Saya kok curiga, jangan-jangan mainan jadul latto-latto yang dipegang Pak Jokowi dan Jan Ethes tempo hari, dibeli dari para penjual mainan yang mangkal di sepanjang Jalan Malioboro hingga Ngejaman, yang mepet dengan Gedung Agung.
Â