PERTAMA, ada atmosfer pariwisata yang sangat kuat di seluruh penjuru kampung.
Meskipun menyusuri jalanan sempitnya pagi-pagi, yang berarti belum ada wisatawan, tetap saja kami merasa sedang berpiknik ketika #purapurajogging di Kampung Taman itu.
Betapa tidak? Di kiri kanan jalan sempit berkonblok ada deretan rumah penduduk yang mayoritas bergaya masa lalu. Ada yang murni sebagai tempat tinggal. Ada yang sebagian disulap menjadi galeri seni atau toko-toko yang menjual berbagai macam hasil kerajinan tangan. Ada pula rumah yang dimanfaatkan untuk berjualan makanan tradisional.
Kondisi tembok rumah dan pagar tembok pun tak kalah estetik. Demikian juga bangunan kamar mandi umumnya. Semua menjadi kanvas bagi mural-mural indah aneka tema. Yang sejauh pengetahuan saya, dalam periode tertentu mural-mural tersebut diganti.
Misalnya sekarang di lokasi X saya berfoto dengan mural A. Belum tentu tahun depan bisa mengulang berfoto di lokasi X dengan latar mural A. Hehehe .... Ini berdasarkan pengalaman pribadi, sih. Maksud hati melakukan remidi pose dengan mural sama, ternyata muralnya sudah berbeda.
Saya kurang tahu pasti siapa pembuat mural-mural itu. Entah seniman dari luar kampung ataukah seniman dari kalangan warga setempat.
Pendek kata, banyak hal unik dan menarik yang layak dijadikan objek foto. Alhasil, tangan ini gatal untuk tidak jeprat-jepret memainkan kamera HP. Betul-betul menambah stok foto dan video secara signifikan.
Sungguh tak diragukan lagi. Penduduk Kampung Taman memang sudah sadar wisata. Mereka jeli menggali tiap potensi wisata yang dimiliki.
KEDUA, ada peradaban masa lalu dan masa kini yang hidup berdampingan, bahkan berimpitan.
Kampung Taman memang unik. Makna peradaban masa lalu berdampingan dengan masa kini benar-benar terjadi secara riil. Tampak secara nyata di depan mata. Bukan sekadar secara pemaknaan. Contohnya yang begini ini, nih.