Ada yang berwajah baru di Yogyakarta. Sejalan dengan relokasi PKL Malioboro yang telah dilakukan, kini ruas jalan tenar itu steril dari PKL. Alhasil trotoar yang biasanya padat tiada tara, sekarang menjadi lebih lapang.
Sejak pemda DIY dan pemkot Yogyakarta secara simbolis meresmikan Teras Malioboro 1 pada tanggal 26 Januari 2022 lalu, lembaran baru Malioboro pun dimulai. Sayonara Malioboro old normal. Selamat tinggal segala kesemrawutan di trotoarnya.Â
Khalayak jagat maya pun merespons dengan berbagai reaksi. Ada yang setuju dengan alasan supaya Malioboro bertambah rapi dan bersih. Ada yang menolak dengan alasan Malioboro kehilangan ciri khasnya, jika tanpa PKL. Ada pula yang bersikap netral.
Yang merespons berasal dari berbagai kalangan dan daerah. Tidak hanya orang-orang yang ber-KTP DIY. Tidak hanya para PKL yang digusur. Dapat dimaklumi. Bukankah Malioboro tak lagi hanya milik orang Yogyakarta dan para PKL di situ?
Menjalankan Misi Mulia
Sehari setelah peresmian Teras Malioboro 1, saya dan kawan-kawan melakukan semacam perjalanan emosional. Kami sepakat bertemu di Titik Nol, kemudian menyeberang ke utara. Sama-sama berjalan kaki menuju Jalan Malioboro.
Rencana kami satu saja, yaitu menikmati suasana sebelum Malioboro betul-betul steril dari PKL. Tentu sembari menyusuri trotoar, kami akan memotreti apa pun yang layak dipotret.
Misi mulia kami adalah mendokumentasikan aktivitas PKL Malioboro. Mulai dari bongkar-bongkar peti kayu penyimpan barang dagangan, menata meja dagangan, hingga siap menyambut para calon pembeli.Â
Sebagai warga lokal yang hobi beredar di kawasan Malioboro, pemandangan tersebut sebenarnya tak asing. Terlalu sering kami menyaksikannya sehingga terasa biasa saja.Â