Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Maaf, Saat Ini Saya Masih Skeptis Terhadap e-KTP (KTP-el) Digital

15 Januari 2022   19:18 Diperbarui: 15 Januari 2022   19:29 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

APA boleh buat? Sederet kekecewaan terhadap pelaksanaan program-program pemerintah (yang konon) berbasis digital membuat saya skeptis dengan kehadiran eKTP Digital. Lebih dari skeptis, saya bahkan merasa ngeri.

Kiranya wajar bila perasaan ngeri menyergap diri. Berdasarkan pengalaman-pengalaman kurang mengenakkan sebelumnya, kini saya belum sanggup percaya 100% terhadap sistem keamanan data pribadi di negeri ini. Sementara e-KTP Digital atau Identitas Digital merupakan KTP berbentuk aplikasi yang tersimpan di ponsel. Nanti kalau data-data pribadi bocor bagaimana? 

Bayangkan saja. Bahkan tatkala sedang membaca tawaran Topik Pilihan Kompasiana mengenai e-KTP Digital, pada saat yang bersamaan radio yang saya setel pun menyiarkan perihal kebocoran data pasien di Kemenkes. Nah 'kan? Betapa tidak bikin skeptis kalau seperti itu?

Bukannya saya bermaksud menghalangi kemajuan. Atau, sekadar mau nyinyirin pemerintah (baik pusat maupun daerah) beserta instansi-instansi terkaitnya. Hanya saja sebagai rakyat jelata pengguna layanan di segala bidang, saya merasa lelah berekspektasi. 

Salahnya Di Mana? 

Dahulu, pada awal-awal kemunculan rencana pendigitalan berbagai layanan pemerintah, saya bersemangat sekali menyambutnya. Merasa optimis bahwa segala urusan bakalan lebih cepat selesai. Menjadi efektif dan efisien. Hemat waktu dan tenaga untuk mengurusnya.

Faktanya? Sejauh pengalaman saya, sebagian besar upaya pendigitalan tersebut ternyata kurang memberikan dampak signifikan. Untuk beberapa urusan malah terasa sama saja. Tak ada bedanya dengan layanan ketika masih 100% luring.

Saya tidak sendirian, lho. Opini senada juga terlontar dari orang-orang lain. Ajaib 'kan? Mestinya suatu urusan atau layanan yang didigitalkan menjadi jauh lebih simpel.  

Entahlah salahnya di mana. Apa sebab keterbatasan kemampuan SDM-nya? Peranti teknologinya kurang canggih? Masyarakat umum sebagai pengguna layanan terlalu awam dengan dunia digital? 

Sekali lagi, entahlah. Yang jelas tanpa pembenahan serius, selamanya akan seperti itu. Semua bakalan kurang jelas juntrungannya.

Tunda Dulu Saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun