Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inilah 3 Partisipasi Saya untuk Mendukung Strategi Net-Zero Emissions

21 Oktober 2021   10:42 Diperbarui: 21 Oktober 2021   10:45 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempo hari saya merasa ngeri pagi-pagi. Radio yang saya setel sebagai peneman beberes rumah menyiarkan acara bincang-bincang. Isi perbincangannya itulah yang bikin ngeri. Yup! Acara tersebut membahas tentang emisi dan strategi Net-Zero Emissions (NZE) serta bahaya yang bakalan menerpa umat manusia jika tak melakukan strategi tersebut.

Alhasil istilah Net Zero Emissions dan emisi kerap terlontar, baik oleh narasumber maupun pembawa acara. Lumayanlah. Sembari membereskan rumah, sekalian bisa mengakrabkan diri dengan kedua istilah tersebut.

Sejujurnya saya memang belum familiar dengan isu NZE atau nol emisi yang sebenarnya telah mulai diwacanakan sejak tahun 2008, tetapi baru mulai disorot ketika Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris (tahun 2015) mewajibkan negara industri mencapai nol emisi pada tahun 2050.

Mungkin saya termasuk keterlaluan. Kok bisa-bisanya sampai awam banget dengan isu sepenting itu, padahal saya merupakan netizen aktif? Apakah informasi terkait emisi dan bahayanya (bila tak terkendali) tidak bertebaran di internet?

Sampai di sini saya berani menyimpulkan bahwa penyebabnya memang sosialisasi yang kurang. Isu penting tersebut mestinya diviralkan melalui semua platform media sosial supaya menjangkau lebih banyak orang. Bukannya cari teman senasib nih, ya. Namun, saya yakin bahwa saat ini masih banyak orang yang juga belum familiar dengan isu Net Zero Emissions.

Alih-alih familiar. Tahu saja pun mungkin belum. Sementara pengendalian emisi adalah tanggung jawab semua manusia tanpa terkecuali. Dengan demikian, tak dapat ditawar-tawar lagi bahwa sosialisasi strategi Net-Zero Emissions mesti segera lebih digencarkan.

Terutama dengan mempergunakan bahasa umum sehingga mudah dipahami khalayak dari berbagai kalangan. Ini mutlak segera dilakukan. Mengingat tahun terus berjalan, sedangkan langkah menuju nol emisi tampak belum dimulai secara serius dan massal.

Pengertian Emisi dan Strategi NZE

Lalu, apa yang dimaksud dengan emisi? Apa pula yang dimaksud dengan strategi Net Zero Emissions (NZE)? Mengapa belakangan ini emisi dan NZE hangat diperbincangkan?

Baik. Mari simak penjelasan singkatnya berikut.

Emisi merupakan zat-zat pembuangan yang beracun dan dapat membahayakan makhluk hidup serta mencemari lingkungan. Namun, bentuknya tak selalu gas. Radioaktif serta buangan proses pernapasan (yaitu CO2) dan keringat kita pun termasuk emisi.

Adapun strategi Net-Zero Emissions adalah pendekatan/strategi untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050 (kalau Indonesia menargetkan paling lambat pada tahun 2060) melalui penyediaan penyerapan emisi karbon seperti restorasi dan pencegahan deforestasi.

Tentu saja pengertian NZE atau nol-bersih emisi tidaklah bermakna menghilangkan emisi sama sekali. Kita tak mungkin tak bernapas dan tak berkeringat 'kan?

Jadi, maksud nol-bersih emisi adalah meminimalkan jumlah produksi emisi dan memaksimalkan penyerapan emisi karbon sehingga tak merangsek ke lapisan atmosfer. Itulah sebabnya tak berlebihan, jika saya katakan bahwa strategi Net-Zero Emissions merupakan salah satu perjuangan manusia untuk menyelamatkan bumi.

Mengapa Sekarang Emisi Mesti Dikurangi?

Emisi mesti dikurangi dan strategi NZE harus dilakukan karena dalam jangka panjang, emisi yang tak terkendali akan merusak alam. Mulanya menyebabkan krisis iklim dan pemanasan global, lama-lama bisa mengubah hamparan tanah subur menjadi hamparan pasir gersang.

Gara-gara menyimak perbincangan pagi-pagi di radio plus asupan referensi dari beberapa artikel terkait, saya kemudian tersadarkan bahwa kehidupan manusia sedang tidak baik-baik saja. Konyolnya, yang bikin tidak baik-baik saja ya manusia sendiri.

Sebagai contoh, kita seenaknya menggunduli hutan dan mengubah sawah menjadi perumahan. Boros mengonsumsi listrik dan bahan bakar yang berasal dari fosil. Masih pula dengan ringan nyampah plastik tiap waktu. Pilih motoran walaupun bepergian jarak dekat. Plus aneka perilaku tak bijak lain yang dapat meningkatkan efek rumah kaca.

Emisi alami sebenarnya tak perlu dirisaukan. Begitu pula halnya dengan efek rumah kaca alami. Atmosfer, suhu dingin dari kedua kutub bumi, dan hutan-hutan telah cukup untuk menjadi penstabil suhu bumi. 

Yang bikin risau adalah emisi yang beranjak tak terkendali akibat kemajuan teknologi dan aktivitas manusia. Itulah emisi yang berbahaya. Yang mempercepat bertambahnya gas pembentuk efek rumah kaca.

Tentu kita tidak perlu berperilaku ala zaman baheula untuk menuju nol emisi. Di sini poinnya adalah kita dituntut bersikap bijak terhadap alam. Tidak boleh bersikap boros energi dan seenaknya memproduksi emisi.

Hari Bebas Emisi

Kehidupan kian modern. Manusia kian banyak dan senantiasa bergerak memanfaatkan apa-apa yang tersedia di bumi. Akibatnya, bumi yang makin tua justru makin tak pernah "beristirahat".

Kiranya itulah yang mendorong sekelompok orang untuk mendeklarasikan adanya Hari Bebas Emisi. Hari spesial tersebut jatuh pada tanggal 21 September. Tujuannya memberikan waktu bagi bumi untuk "beristirahat" selama sehari dalam satu tahun.

Lagi-lagi di sini maknanya pun tak benar-benar cukup sehari itu saja bumi butuh rehatnya. Katakanlah, Hari Bebas Emisi adalah momentum pengingat bahwa di sepanjang waktu, sebaiknya bumi tidak selalu direcoki terus-menerus dengan polusi dan eksploitasi.

Cara Saya Berpartisipasi dalam Strategi NZE

Pada akhirnya saya bersyukur karena tak sengaja telah dibuat ngeri oleh acara bincang-bincang tentang Net-Zero Emissions di radio. Sebab berawal dari rasa ngeri itulah, saya kemudian mencari informasi lebih detil terkait isu tersebut. Ujung-ujungnya saya pun tergerak untuk ikut berpartisipasi mengurangi terjadinya emisi.

Setelah berpikir dan merenung, saya tersadarkan bahwa ternyata ada beberapa kebiasaan bernuansa strategi Net Zero Emissions yang selama ini telah saya praktikkan. Wow! Senanglah hati ini karenanya. 

Berikut cara saya berpartisipasi untuk melakukan pengurangan emisi dalam kehidupan sehari-hari.

 - Mempergunakan Transportasi Umum

Bila bepergian jarak menengah dan jauh, saya mempergunakan ojek atau taksi daring, bus kota, kereta api, bus, atau menumpang kendaraan teman.

Sesungguhnya semua bermula dari trauma yang saya alami pasca kecelakaan sepeda motor beberapa tahun silam. Yang kemudian bikin takut mengendarai sepeda motor dan rela menyaksikan masa berlaku SIM C tercinta hangus. Hikmahnya, saya malah bisa total go green.

Kalau bepergian jarak dekat saya bersepeda onthel atau berjalan kaki. Kalau kebiasaan yang ini sih, bermula dari semangat pengiritan. Bukankah  dengan bersepeda atau berjalan kaki, kita tak butuh ongkos transportasi?

Domisili saya yang tepat di jantung kota amat mendukung/memudahkan partisipasi pertama ini. Tantangannya satu, yaitu berani dianggap miskin. Bukan rahasia bahwa di kota saya, orang yang berjalan kaki  itu hanya punya dua kemungkinan, yaitu miskin atau turis. Nah, lho. Pastilah Anda dapat menyimpulkan saya berada di kemungkinan yang mana. Hahaha!

Perlu diketahui bahwa penggunaan transportasi publik akan mengurangi volume kendaraan bermotor dan emisi gas yang dihasilkan tiap hari. Berarti mengurangi polusi udara juga. Plus bakalan bisa mengurai kemacetan.

Saya senang bisa berpartisipasi melalui penggunaan transportasi publik. Faktanya, polusi udara dari knalpot merupakan penyebab utama beberapa penyakit mematikan. Di antaranya ISPA, asma, dan kanker paru-paru.

 - Bijak Mengonsumsi Listrik

Partisipasi yang ini amat berkaitan dengan pengeluaran bulanan untuk membayar rekening listrik. Jadi, tak diragukan lagi komitmen dan konsistensi saya dalam mempraktikkannya.

Saya disiplin berpatroli meneliti colokan-colokan listrik di rumah. Jangan sampai ada peranti elektronik yang tak digunakan, tetapi colokannya nyambung ke listrik. Kalau menyetrika saya penuh perencanaan. Tidak dadakan, pas mau pergi baru menyetrika baju yang hendak dipakai. 

Komputer pun baru nyala ketika saya telah betul-betul siap untuk menulis. Jadi, acara bengong sekian lama di depan komputer gara-gara writer block terhindarkan. Bukankah sekian lama bengong itu = membuang energi listrik secara percuma?

Kebetulan di rumah banyak kertas bekas yang kosong satu sisinya. Saya  pun memanfaatkannya untuk bikin draf tulisan. Setelah matang, barulah saya ketik di komputer. Saat proses pengetikan pastilah kerap terjadi revisi-revisi. Butuh waktu untuk berpikir lagi. Akan tetapi, prosesnya cenderung cepat dan tak perlu bengong-bengong segala. Lumayan 'kan? Saya malah bisa menghemat listrik sekaligus bijaksana sebelum membuang sampah kertas.

 - Meminimalkan Sampah Plastik

Plastik butuh biaya tinggi sejak diproduksi, digunakan, hingga akhirnya menjadi sampah. Sampah plastik susah diurai tanah, padahal makin hari makin menggunung. Demikian informasi yang saya dapatkan dan sempat bikin syok. Betapa tidak syok kalau dalam keseharian, saya justru sering menjumpai perilaku kontradiktif. Mulai pagi hingga malam, entah berapa plastik yang dipakai untuk kemudian dibuang oleh orang-orang di sekitar saya.

Pagi-pagi ketika beli kudapan buat sarapan. Agak siangan saat belanja di tukang sayur. Siang ketika beli lauk makan siang. Lalu, masih ada sore dan malamnya .... Mengerikan sekali 'kan? 

Tak mau sekadar miris dan nyinyir, entah sejak kapan saya sudah membiasakan diri diet plastik secara ketat. Kalau belanja bawa tas plastik atau tas kain dari rumah. Kalau beli kudapan atau lauk di tetangga, bawa wadah. Itu pun wadahnya dari bekas kemasan es krim. Tentu suhu makanan dan jenis wadah yang dipakai tak lupa saya perhatikan.

Memanfaatkan bekas kemasan es krim (Dokpri)
Memanfaatkan bekas kemasan es krim (Dokpri)

Belanja bawa tas kain dari rumah (Dokpri)
Belanja bawa tas kain dari rumah (Dokpri)
Selain ketiga partisipasi di atas, saya juga membantu program penghijauan di  kebun kampung. Minimal saya bersedia menyirami tanaman yang berlokasi di dekat rumah. Kalau ada anak-anak yang merusak tanaman saya tegur. Bila tak mendukung penghijauan, pasti saya bakalan cuek.

 ***

Semua yang saya lakukan merupakan upaya pribadi yang senilai setetes gerimis yang jatuh di lautan. Walaupun banyak orang telah mempraktikkan gaya hidup serupa, kategorinya tetap masih individual. Oleh karena itu, pemerintah melalui instansi terkait perlu mengampanyekannya secara intensif sehingga menjadi gerakan massal.

Percayalah. Upaya orang per orang akan sia-sia bila pemerintah tidak sigap untuk membangun "infrastruktur" gaya hidup go green, demi mendukung tercapainya Net-Zero Emissions. Sebelum terlambat, kita wajib bergegas memviralkan isu tersebut sekaligus mulai bergerak untuk mewujudkannya.  'Kan ngeri kalau sebagian penduduk bumi tak paham tentangnya. Ibarat bunuh diri massal secara perlahan-lahan, tetapi tanpa sengaja karena tak tahu.

Salam.

 

Referensi:

 

https://www.aetra.co.id/

https://www.forestdige

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun