Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Serunya Les Bahasa Inggris Virtual Bersama Kompasianer Jogja

31 Juli 2021   18:16 Diperbarui: 31 Juli 2021   18:28 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capture Slide Miss Dita (Dokpri)

Tawaran les bahasa Inggris (melalui webinar) dari Kompasianer Jogja serasa bagai pucuk dicinta ulam tiba. Kebetulan sedang risau dengan kemampuan berbahasa Inggris yang kian amburadul gara-gara nyaris tak pernah dipakai, kok diajak les bahasa Inggris gratis. Jadinya ibarat memperoleh durian runtuh dari Kompasianer Jogja, dong.

Hanya saja, tema "Levelling up Your Professionalism with English" malah sempat bikin bimbang. Kiranya profesionalisme apa ya, yang saya miliki? Terutama yang butuh dinaikkan levelnya dengan bahasa Inggris? Saya 'kan biasanya mengedit naskah-naskah berbahasa Indonesia? Tak pernah pula menerjemahkan.

Saya nyaris balik kanan tak jadi ikutan. Dengan alasan, merasa bukan sebagai target acara. Syukurlah pikiran positif dan akal sehat segera pulang. Saya tersadarkan untuk tidak berpikiran sempit.

Bukankah bahasa Inggris merupakan bahasa internasional dan menjadi alat komunikasi masyarakat dunia? Yang berarti bahasa Inggris banyak dipergunakan di seluruh dunia dalam bidang apa pun. Dengan demikian, penguasaan bahasa Inggris tentu bakalan banyak manfaatnya.  

Alhasil, saya kemudian mendaftarkan diri. Untunglah belum terlambat dan masih ada kuota. Walaupun ada semacam perasaan inferior, sedikit khawatir bahwa nanti saya akan menjadi peserta paling senior namun paling minim kemampuan berbahasa Inggrisnya, yang penting sudah terdaftar sebagai calon peserta.

Kalau sudah terdaftar, mau tidak mau 'kan mesti ikutan pada hari H. Tak boleh mangkir dengan alasan tidak percaya diri. Atau dengan alasan konyol, tak punya ongkos transportasi ke lokasi les virtual. Begitulah. Kadangkala demi kebaikan, kita butuh bersikap keras kepada diri sendiri 'kan?

Bahasa Inggris, Era Digital, dan Industri Pariwisata

Singkat cerita, tibalah hari H yang bertanggal 24 Juli 2021. Pukul sepuluh pagi kurang sedikit saya sudah duduk manis di depan layar zoom. Bersiap belajar bahasa Inggris dengan mentor Miss Dita Surwanti, a lecturer at English Education Studi Program di salah satu universitas di Yogyakarta.

Setelah diawali dengan sambutan singkat oleh Mbak Retno dari Kompasianer Jogja, Mas Panji selaku moderator kemudian memandu jalannya acara (les). Selanjutnya, Miss Dita mulai memberikan materi. Tentu sesudah memperkenalkan diri secara singkat.  

Tulisan yang tercantum pada gambar di atas beserta penjelasan yang disampaikan Miss Dita mengingatkan bahwa penguasaan bahasa Inggris di zaman now sangat penting. Tidak saja bagi pelajar, mahasiswa, pegawai kantoran, pejabat, dan orang-orang kaya yang punya dana untuk berwisata keliling dunia; tetapi bagi semua orang.

Sekarang era internet dan globalisasi. Semua bangsa di dunia bisa saling berkomunikasi dengan cepat melalui internet. Apa pun yang terjadi di belahan dunia sana dapat diketahui oleh orang-orang yang berada di belahan dunia sini dengan cepat. Persebaran informasi dan teknologi ke seluruh penjuru bumi pun tak terelakkan lagi.

Capture Slide Miss Dita (Dokpri)
Capture Slide Miss Dita (Dokpri)

Sampai di sini saya tertegun. Menepuk jidat pelan dan bergumam, "Astagaaa. Untung saya tidak batal ikutan. Bahasa Inggris memang tak terpisahkan dari aktivitas yang terkait ICT alias Information Communication Technology. Untuk masuk ke zoom demi mengikuti les virtual ini pun saya butuh bahasa Inggris. Aiiih! Terima kasih atas pencerahannya, Miss Dita. Hehehehe ...."

O, ya. Dalam kaitannya dengan pariwisata saya menjadi teringat masa-masa sebelum pandemi Covid-19 melanda. Tatkala itu banyak turis asing melancong di Yogyakarta. Walaupun dari berbagai negara, bahasa Inggris tetaplah menjadi alat komunikasi utama mereka ketika berhadapan dengan warga lokal.

Saya yang berdomisili di daerah destinasi wisata pun kadangkala mesti mempraktikkan conversation kalau sedang "beruntung". Pastilah praktiknya sambil terbata-bata sebab nyaris tak pernah berbahasa Inggris secara lisan. Mesti membuka kuping lebar-lebar supaya mampu menangkap perkataan si turis dengan lebih jelas.

Bayangkan saja situasinya. Sedang bengong menunggu kedatangan Go Food di tepi jalan, eh mendadak ditanya-tanya dalam bahasa Inggris. Andai kata ditanya-tanya dalam bahasa Jawa pun bisa tergeragap dulu di detik pertama. Apalagi ditanya-tanya dalam bahasa Inggris. Plus saya memang kurang latihan. Sementara mahir berbahasa itu hanya bisa dicapai dengan banyak latihan (berpraktik).

Bahasa Inggris Itu Milik Semua Orang di Dunia

Bahasa Inggris adalah bahasa internassional. Alat komunikasi utama masyarakat dunia. Jadi, bahasa Inggris bukan hanya milik bangsa Inggris Raya atau orang Amerika Serikat. Kita sebagai orang Indonesia juga ikut memiliki bahasa Inggris. Hanya saja, porsinya sebagai bahasa asing. Bukan sebagai bahasa ibu ataupun bahasa kedua.

Kata Miss Dita, "Jadi, tak usah malu kalau logat bahasa Inggris kalian medhok. Itu hal yang wajar. Yang penting lawan bicara paham apa yang kalian bicarakan."

Saya menjadi tersenyum-senyum mendengarkan perkataan tersebut. Teringat pada sekelompok warganet yang hobi menghina seorang tokoh yang bahasa Inggrisnya medhok. Yang menurut mereka, ke-medhok-an itu bermakna bodoh. Luar biasa Mestinya mereka ikut les bahasa Inggris ini, deh.

English is Money Source

Betulkah English is money source? Betulkah bahasa Inggris adalah sumber uang? Demikian pertanyaan Mas Panji, sang moderator, kepada Miss Dita.

Aha! Ternyata jawabannya "iya". Alasannya, banyak peluang pekerjaan yang syaratnya menguasai bahasa Inggris dan ternyata berhonor besar. Miss Dita pun menceritakan pengalamannya menjadi interpreter di masa lampau, sebelum menjadi dosen. Tatkala itu hanya dengan sedikit upaya berpikir dan durasi kerja sedikit jam, honornya mencapai sejuta rupiah.

Hmm. Sebuah cerita yang amat memotivasi saya untuk kembali rajin belajar bahasa Inggris. O, ya. Sejutanya itu honor pada beberapa tahun silam, lho. Kalau sekarang pastinya jauh lebih banyak juta.  

Arti Istilah, Akronim, Tanda, dan Slang 

Bagian terseru bagi saya adalah pembahasan arti istilah, akronim, tanda, dan slang (yaitu bahasa tak baku dan bersifat bahasa musiman). Ternyata saya banyak enggak paham. Kerap tahu warganet lain mempergunakannya, tetapi kurang begitu paham artinya.

Itulah sebabnya saya katakan sebagai bagian terseru. Terlebih beberapa peserta lain senasib sepenanggungan dengan saya. Syukurlah melalui les virtual ini jadi lebih piawai berbicara/menulis komentar dengan istilah MIA (Missing In Action), IDK (I Don't Know), AKA (Also Known As), dan sejenisnya.

Saya pun tempo hari baru tersadarkan bahwa selama ini telah sering mempergunakan AKA (biasa saya tulis a.k.a.), namun tidak tahu tepatnya singkatan dari apa. Hahaha! Sungguh gawat. Sok-sokan mempergunakannya, tetapi ternyata tak paham arti sebenarnya. Paraaah.

Nah. Kalau Anda bagaimana? Silakan cermati foto di bawah ini, ya.

Capture Slide Miss Dita (Dokpri)
Capture Slide Miss Dita (Dokpri)

English Proficiency Test

Saya senang model les bahasa Inggris yang digelar Kompasianer Jogja ini. Miss Dita tidak melulu mengajarkan tentang grammar, namun melengkapinya pula dengan hal-hal terkait budaya/adat istiadat. Adapun kemampuan peserta les bahasa Inggris dalam reading, writing, dan structure langsung diuji melalui English Proficiency Test.

Hasil English Proficiency Test saya untungnya tidak jeblok-jeblok amat. Hanya setengah jeblok. Yang berarti, sangat perlu banyak berlatih membaca dan memahami teks-teks berbahasa Inggris.  

***

Les bahasa Inggris yang dihelat Kompasianer Jogja berlangsung dari pukul 10.00-12.30 WIB. Semula saya kira durasi itu terlalu lama. O la la! Rupanya malah tak terasa, tahu-tahu selesai saking serunya. Selain materi, tampaknya faktor suara Miss Dita yang berintonasi ceria ikut berpengaruh. Jadi, kapan Kompasianer Jogja mengadakan les bahasa Inggris lagi?

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun