Silakan baca juga tulisan saya yang di sini sebagai pelengkap tulisan ini.
Itulah sebabnya saya maklum sepenuh hati kalau penulis muda berbakat yang saya kenal di dunia nyata ternyata tak benar-benar tahu saya. Perjumpaan kami yang beberapa kali memang didominasi situasi formal. Minim kesempatan basa-basi. Plus kami sama-sama pendiam secara lisan.Â
Nah. Kalau ia saja tidak ngeh pekerjaan saya yang sesungguhnya, apalagi warganet yang memang tak tau senyatanya saya.
Rugikah Saya?
Enggak, dong. Saya tidak sepenuhnya rugi dan mungkin sebenarnya sama sekali tidak rugi. Toh gara-gara personal branding yang melenceng itu, saya masih diberi kesempatan berbahagia dengan cara memberikan informasi-informasi yang menarik kepada warganet.
Saya lumayan kerap mendapatkan DM di IG dan Facebook dari kawan-kawan maya. Tentu pertanyaannya bukan tentang status perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam KTP. Mereka menanyakan tentang Yogyakarta. Misalnya tentang foto saya yang jumpalitan itu lokasinya di mana. Cara mencapai lokasi tersebut bagaimana kalau naik transportasi umum. Dan sebagainya.
Tuh 'kan? Enggak ada ruginya sama sekali. Lagi pula, pelan-pelan saya bisa mulai membangun personal branding baru sebagai penulis.
***
Tulisan ini memang tidak secara khusus menyajikan cara, tahapan, tips, ataupun tutorial membangun personal branding. Namun, saya yakin bakalan bisa memberikan pencerahan dan tambahan sudut pandang terkait pembentukan personal branding. Jangan sampai salah bikin personal branding seperti saya, ya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H