Lebaran sebentar lagi, belanja apa?
Sebentar lagi Lebaran, belanja apa?
Belanja sembako dan garam, dong ....Â
Sejak kena batunya di penghujung Ramadan beberapa tahun silam, saya sungguh kapok untuk bersikap kelewat santuy alias teledor saat Lebaran menjelang.
Lalu, kena batunya macam apakah yang saya maksudkan itu? Â
Begini ceritanya. Tiap jelang malam takbiran, pas buka puasa terakhir, kami sekeluarga justru sengaja makan di luar. Biasanya kami memilih makan di warung kesayangan, yaitu warung padang. Hmm. Orang lain boleh punya ketupat, lontong, dan opor. Kalau kami tampil berbeda 'kan ya tak jadi soal toh?
Iya. Ketika malam takbiran saya sama sekali tak memasak. Jangankan memasak ketupat opor buat berlebaran. Memasak menu rumahan yang biasa pun tidak.
Pertimbangannya, esok hari setelah menunaikan salat Idulfitri dan bersilaturahmi ke tetangga sekitar, kami akan langsung mudik ke kampung halaman. Jadi, kalau masak-masak malah takutnya menyebabkan food waste. Malah bikin hepi setan dengan cara memubazirkan makanan toh?
Semula, pada tahun-tahun sebelum kena batunya itu, "tradisi" tahunan kami tersebut baik-baik saja. Berjalan lancar jaya tiada tara. Hingga akhirnya kena batunya itu ....
Entah apa penyebabnya. Akibat kami telat berangkat ke warung padang atau memang warung padangnya yang kelarisan sehingga tutup awal, kami kehabisan nasi. Epic.
Alhasil, setelah muter-muter kota cari warung lain dan ternyata kompakan sudah tutup semua, pulanglah kami. Mampir swalayan beli mi instan dan kemudian berbuka dengan mi instan tersebut. Parah memang. Orang lain menikmati hidangan hari raya, sedangkan kami menikmati hidangan tanggung bulan.
Sejak saat itu tiap jelang Lebaran, fokus saya bukan lagi berbelanja kebutuhan sekunder seperti baju dan pernak-pernik lain. Terlebih baju Lebaran untuk anak sudah biasanya sudah dibeli sejak sebelum Ramadan.
Dekat-dekat ke hari Lebaran saya justru mendata ketersediaan bahan pangan pokok dan bumbu di dapur. Terutama kalau bumbu itu bernama garam. Wah, super gawat kalau stok garam benar-benar tak ada di dapur. Bukankah garam adalah koentjie? Sementara toko kelontong dekat rumah masih tutup (libur Lebaran).
Oh, bukan. Saya tak sedang mempersiapkan diri untuk masak besar dalam rangka menyongsong Lebaran. Saya belum "seinsyaf" itu sebagai ibu rumah tangga. Hanya sedang berjaga-jaga agar tak terjadi keolengan stabilitas stok bahan pangan di rumah. Muehehehe .... Kasihan anak-anak kalau sampai hal itu terjadi.
Praktisnya sih sebenarnya malah makan di warung saja. Akan tetapi, warung-warung makannya masih tutup. Agak ribet memang.
Maka kembali ke judul, inilah 3 belanjaan yang wajib saya beli sebelum Lebaran.
Satu, beras sekian kilogram. Beras ini untuk keperluan menunaikan zakat fitrah dan stok ketahanan pangan keluarga.
Dua, bahan sembako selain beras. Misalnya minyak goreng, kecap, mi instan, kopi, susu, teh, gula pasir, dan abon (lauk kering lainnya).
Tiga, lauk olahan beku (frozen food) Â Â
Adapun tahun lalu dan tahun ini saya tambahi stok buah dan sayur secukupnya karena kami tidak mudik.
Belanjaan kami jelang Lebaran memang terdiri atas kebutuhan primer belaka. Alasannya jelas 'kan ya? Sebab kebutuhan primer adalah kebutuhan yang berkaitan dengan strategi mempertahankan hidup secara layak. Kebutuhan ini mendasar dan harus dipenuhi manusia. Kalau diabaikan, bisa-bisa kami rentan terserang penyakit dong. Malah jadi enggak asyik sama sekali kalau saat hari raya kami malah lemas enggak sehat.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H