Untunglah tidak sampai disuruh mengulang, sebab para guru sungguh bijaksana. Bersedia memahami alasan di balik kolaborasi enggak bener itu. Hahaha!
Sekarang setelah saya pikir-pikir, peristiwa tersebut ibarat pemantik keberanian saya untuk berekspresi lewat hobi. Hobi saya membaca dan menuju menulis. Bukan menjahit. Ya sudah.
Saya bahkan siap ambil risiko dengan "menolong" almarhum Bagus demi kepuasan batin. Hehehe....Â
Toh saya tetap memperoleh keuntungan berupa beresnya tugas mapel PKK. Perkara nilai kami pada akhirnya dipangkas jadi masing-masing 6, padahal resume dan celemek kami sama-sama lebih berkualitas ketimbang hasil karya kawan-kawan sekelas, itulah konsekuensi yang mesti kami terima dengan lapang dada.
O, ya. Ada satu hal menarik di sini. Bagus tidak malu dengan talenta menjahitnya, padahal tatkala waktu itu, laki-laki yang pandai menjahit kerap diolok-olok. Mungkin ia bisa cuek karena justru sang ayah yang mewajibkannya bisa menjahit dan memasak.
Kalau direnungkan, ide ayah kami (beliau berdua sama-sama berprofesi sebagai guru) dan apa yang kami lakukan kok ya nyerempet-nyerempet kesetaraan gender dan emansipasi, ya? Ada benang merahnya.
Pada Akhirnya....Â
Belasan tahun dari peristiwa tersebut rancangan bapak terwujud. Yup! Saya yang semula kerja di sebuah penerbitan dan percetakan, pergi pagi pulang petang, tiba pada keputusan untuk berhenti kerja sebab kehadiran buah hati.
Namun, saya bukan tipe orang yang suka menghabiskan banyak waktu di depan TV. Maka di sela-sela urusan bayi dan rumah tangga, baca buku menjadi aktivitas pelumat penat. Plus menulis diary khusus terkait tumbuh kembang si bayi. Yang ternyata sekarang, tatkala saya baca ulang, isi diary-nya seru dan mengharukan.
Seiring bertambahnya usia dan kemandirian anak, waktu luang ternyata kian banyak. Hingga akhirnya saya kembali teringat pesan bapak untuk menjahit atau menulis dalam rangka cari duit. Amboi. Memang visioner pikiran beliau tatkala itu.
Pelan namun pasti, babak baru kehidupan pun dimulai. Saya yang semula bekerja memeriksa naskah orang, pada akhirnya mulai bikin naskah sendiri.