Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku, Imlek, dan Hal-hal Tak Terlupakan

17 Februari 2021   23:43 Diperbarui: 18 Februari 2021   00:09 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampion Imlek 2020 di solo (Dokpri)

Aku benar-benar berdarah Jawa. Murni dalam tubuhku, hanya mengalir darah Jawa, terkhusus Jawa Tengah bagian pantura. Namun sejak kecil, entah mengapa Imlek kerap kali menghadirkan hal-hal tak terlupakan bagiku. Istimewa. Bahkan, ada satu Imlek yang kadar istimewanya plus-plus sebab mendatangkan keuntungan finansial besar. Tentunya besar versiku lho, ya. Bukan versi kaum kaya raya yang terbiasa memegang duit miliaran.

Sampai di sini, Anda sekalian pasti mulai penasaran. Kiranya apa saja hal-hal istimewa tersebut? Apakah berupa pernyataan-pernyataan cinta dari para lelaki berwajah oriental? Hmm. Iya, benar. Memang benar mauku begitu. Hanya saja, faktanya tidak demikian. Yeah ....

Baiklah. Ketimbang penasaran berlama-lama, mari langsung simak "catatanku" berikut ini. Semoga dapat menghibur. Syukur-syukur sekaligus bisa menginspirasi walaupun sesedikit apa kadar inspirasinya.

Kue Keranjang dan Koh Untung 

Bagiku, kue keranjang (selain identik dengan Imlek) identik dengan Koh Untung. Maklumlah. Karena beliau, aku jadi tahu bahwa di dunia ini ada yang namanya kue keranjang. Bahkan sesungguhnya, aku tahu ada yang namanya Imlek juga gara-gara kue keranjang yang rutin tiap tahun dibagikannya itu.  

Sebenarnya di desaku ada beberapa keluarga keturunan Tionghoa. Namun, kue keranjang hanya kuperoleh dari Koh Untung. Alhasil, yang terpatri di benakku sampai sekarang: ingat Imlek, ingat kue keranjang, ingat Koh Untung yang baik hati (yang kini telah almarhum).

Yup! Kesan baik hati dan suka berbagi kue keranjang itulah yang di kemudian hari, ternyata memengaruhi relasiku dengan kawan-kawan Tionghoa. Aku tak pernah memberikan stigma kepada mereka. Hmm. Keren 'kan masa kanak-kanakku?   

Anjing Pak Dokter 

Pada Imlek puluhan tahun silam, tatkala sendirian mengudap kue keranjang pemberian Koh Untung di luar rumah, pandangan mataku terbentur pada seekor anjing kecil berbulu putih. Aku yang biasanya cuma melihat gambarnya di koran/majalah, merasa amat kepo. Bolak-balik kupandangi makhluk itu sambil sesekali melompat-lompat.

Tak disangka, anjing itu tiba-tiba mendekat dan ikut melompat-lompat. Aku kaget, lalu spontan berlari sebab takut digigit. Eh, malah dikejar. Makin kencang kuberlari, makin kencang si anjing mengejar. Apesnya, baru kurang lebih seperempat jam nasibku tertolong. Tertolongnya pun gara-gara Pak Dokter mencari-cari si anjing. Ah! Rupanya anjing itu milik Pak Dokter yang baru seminggu bertugas di desa kami.

Sungguh pengalaman konyol. Menyebalkan, tetapi menambah wawasanku tentang dunia peranjingan. Tentu sekaligus menyemai benih ketakutanku pada anjing kecil.  

Mendampingi Pacar Tetangga Bersalin

Dua momentum Imlek di atas terjadi saat aku kecil. Semasa TK-SD yang notabene zaman orba, sebelum Imlek dapat dirayakan secara terbuka. Sekarang, mari simak pengalamanku pada Imlek 2013 ketika zaman reformasi, saat Imlek sudah menjadi hari libur nasional. Namun, mohon jangan menghakimi.

Ceritanya begini. Saat kuseduh kopi untuk teman bersantai, muncullah mahasiswa yang kos di sebelah rumah. "Tolong saya, Bu." Ia berkata seraya menarik tanganku dan memaksaku untuk pergi bersamanya. Katanya lagi, "Nanti di motor saya beri tahu."

O la la! Ternyata kami pergi ke bidan. Dimintanya aku untuk mendampingi pacarnya yang hendak melahirkan. Sungguh gila. Tanpa prolog, pada hari libur Imlek itu diriku dipaksa menjadi penanggung jawab seseorang yang hendak bersalin. Mana kami tak saling kenal pula. Saat ditanya, "Ibu siapanya?" Kujawab, "Bukan siapa-siapanya. Malah baru sekarang lihat mbak yang mau lairan itu."

Singkat cerita, lahirlah sang bayi. Selesai masalah? Belum. Bapak si bayi tak muncul-muncul, padahal pamitnya mau beli perlengkapan bayi. Bertepatan dengan azan magrib, ia baru datang. Ternyata, o, rupanya, untuk belanja keperluan bayi ia mesti menggadaikan laptop dulu. Bikin trenyuh. Namun yang kemudian bikin kesal, ia juga bilang kalau tadi menyempatkan diri makan dulu. Oh! Diriku yang belum makan seharian gara-gara mendadak ke bidan pun merasa dicurangi.   

Menerima Angpo sebab The Power of Bejo

Setahun kemudian, tepatnya pada Imlek 2014, kualami peristiwa yang sama tak terduganya. Namun, kali ini tak terduga yang bikin riang gembira. Betapa tidak? Buku ringan yang kutulis dengan nama pena Octavia Pramono, yang berjudul The Power of Bejo, dipinang Bintang Toedjoe (Kalbe Farma). Maharnya setara dengan biaya umrah. Alhamdulillah. Otomatis, aku memaafkan pengalaman buruk dikejar anjing dan mendadak ke bidan. Hehehe ....

Itulah empat hal tak terlupakan dalam hidupku terkait Imlek. Semoga menginspirasi dan berfaedah. Minimal dapat menghibur.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun