"GILAAA!"
Teriak saya sembari tertawa-tawa plus repot menjagai tangan agar tak getar memegang HP. Duh, betapa tidak kondusifnya posisi saya untuk memotret. Terjebak di tengah lautan massa yang agresif sehingga mudah untuk tersenggol kanan-kiri-depan-belakang.
Tapi tentu saja, teriakan saya tak terdengar. Lenyap tertimbun oleh keriuhan massa yang sedang rebutan gunungan. Yup! Tatkala itu, tepatnya Jumat lalu (1 Desember 2017), saya memang berada di tengah-tengah massa yang hendak Ngalap Berkah. Yakni Ngalap Berkah dari gunungan yang dikeluarkan oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Adapun gunungan tersebut dikeluarkan dalam rangka Grebeg Mulud Sekaten Taun Dal 1951.Â
Berkali-kali petugas keamanan menghalau massa yang sudah tak sabar untuk ngrayah. Padahal semua gunungan, kecuali Gunungan Bromo yang dibawa kembali ke keraton, hanya boleh diperebutkan setelah semua prajurit meninggalkan lokasi (pelataran Masjid Gede).
Karena Sekaten Taun Dal
Kiranya beruntunglah saya. Tak tanggung-tanggung. Pertama kali menonton Grebeg Mulud secara langsung, tepat saat pelaksanaan Sekaten Taun Dal. Tak heran jikalau kemeriahannya maksimal. Jauh lebih maksimal daripada Grebeg Mulud pada Sekaten bukan Tahun Dal.
Maklumlah. Sekaten Taun Dal 'kan hanya ada sewindu sekali. Tiap 8 tahun sekali. Maka wajar banget jika diistimewakan. Ada prosesi-prosesi khusus yang diselenggarakan. Jumlah gunungan yang dibuat untuk Grebeg Mulud pun lebih banyak daripada biasanya.
Mungkin itulah sebabnya antusiasme para Ngalap Berkah lovers pun kian berlipat ganda. Mumpung sedang Tahun Dal. Kalau menunggu Tahun Dal berikutnya terlalu lama. Butuh 8 tahun penantian. Lagi pula, belum tentu di kemudian hari masih ada umur. Atau, sudah ada umur tapi tak kuat lagi ke Grebeg Mulud sebab uzur.
Sejujurnya saya kurang mampu memahami, mengapa mereka sangat antusias untuk ngrayah. Bahkan demi sebilah bambu, yang berasal dari gunungan, dua pria kekar saling bersitegang dan adu mulut. Nyaris berkelahi. Begitu pula dua kakek yang bertengkar demi seutas tali rafia bekas pengikat gunungan.