Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, dan hobi blusukan ke tempat unik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bermain-main dengan Karya Seni di GAIA Art Movement: "Rooted in Art, A Lasting Footprint"

29 November 2017   14:39 Diperbarui: 29 November 2017   15:16 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

APAKAH dalam waktu dekat ini Anda hendak mengunjungi Jogja? Baik untuk urusan pekerjaan, urusan keluarga, maupun untuk berlibur? Hmm. Kalau kunjungan dengan tujuan apa pun itu mengharuskan Anda menginap, mengapa tidak menginap di GAIA Cosmo Hotel saja? Sekarang ada yang seru lho, di sana.

Keseruan macam apakah itu? Tentu sebuah keseruan yang bermakna dan istimewa. Yup! Mulai tanggal 18 November 2017 lalu GAIA Cosmo Hotel Jogja memang punya suguhan istimewa untuk para pengunjungnya. Adapun suguhan istimewanya berupa Exhibition GAIA Art Movement, Rooted in Art: A Lasting Footprint.Pameran seni!

Sebagaimana yang telah saya ceritakan pada tulisan sebelumnya (dalam "GAIA Art Movement: Sebuah Upaya untuk Memahat Ingatan Publik"), mulai tanggal tersebut GAIA Cosmo Hotel memang punya gawe. Yakni pameran seni rupa yang melibatkan kelima perupa terpilih, yang dikoordinasi oleh Benda Art Management. Adapun kelima perupa yang dimaksudkan adalah Apri Susanto, Dedy Shofianto, Dery Pratama, Ludira Yudha, dan Ivan Bestari.

Bukan Pameran Seni Biasa

Seniman berpameran di hotel mungkin telah menjadi sesuatu yang biasa. Namun, apa yang disuguhkan oleh GAIA Cosmo Hotel bukanlah sesuatu yang biasa. Di mana letak tidak biasanya? Hmm. Letak tidak biasanya justru pada peletakan karya seni yang dipamerkan.

Karya-karya kelima perupa terpilih itu tidak ditempatkan berjejeran dalam suatu ruang khusus. Masing-masing berada di lokasi yang dipilih sendiri oleh sang seniman. Ada yang di lobi, di bagian depan hotel, di ruangan kosong dekat tangga, di depan dinding kaca yang berada di lantai Meeting Room, dan di tepian kolam renang.

Dengan demikian, karya-karya seni tersebut dapat langsung berinteraksi dengan para pengunjung hotel. Dapat langsung menyapa hangat semua orang yang memasuki wilayah GAIA Cosmo Hotel. Siapa pun yang datang bisa bebas melihat dan mendekat. Bahkan, bisa pula bermain-main dan bercanda ria dengannya.

Percayalah. Kita beneran bisa bermain-main dengan instalasi seni di situ. Tak sekadar melihat dan mendekat. Dan sungguh, rasanya sangat sesuatu. Saya sudah membuktikannya, lho. Mari saya ceritai pengalaman bermain-main itu.

The Flow of Life

Kalau Anda suka berenang tatkala menginap di GAIA Cosmo Hotel Jogja, pasti bakalan pangling dengan kolam renamnya. Mengapa? Sebab kini dinding tepian kolam renang hotel tak lagi hampa. Di situ tak lagi hanya ada putih, tapi sudah diperindah oleh beberapa warna lain. Yakni warna-warna lain yang tersemat pada ke-500 roda keramik karya Seniman Apri Susanto (yang konsepnya dibuat oleh Dian Hardiansyah Clay).

Ya. Itulah instalasi seni keramik yang dibuat untuk merespons kehampaan dinding tepian kolam renang. Sebuah karya penuh makna yang diberi judul The Flow of Life. Yang menurut tafsiran saya, The Flow of Life menggambarkan arus kehidupan yang mesti dilalui oleh seorang anak manusia.

Selain itu mengingatkan bahwa hidup tak selalu berjalan mulus bagai jalan tol. Atau sebaliknya, tak melulu berjalan tersendat-sendat. Namun apa pun kondisinya, pastilah tetap ada hal yang dapat dinikmati. Sebab pada dasarnya, hidup memang tak pernah terdiri atas satu warna.

Aih! Mungkin saja tafsiran saya kurang tepat. Maklumlah. Saya 'kan awam seni. Tapi saya tahu bahwa Bung Apri tidak akan memarahi saya. Toh saya merasa bahagia memandangi keindahan rangkaian roda-roda keramiknya dari tepian kolam. Terlebih saya ingat betul, Bung Apri pernah bilang begini, "Orang senang dengan keindahan karya saya saja, itu sudah cukup ...."

Puisi Bantal Metal

Tak usah buru-buru berlalu bila hendak memasuki hotel. Tepat di pintu masuk hotel, tengoklah dahulu ratusan bantal metal yang menjulang tinggi ke angkasa. Iya. Saya bilang menjulang sebab tingginya mencapai 7 meter. Perhatikanlah dengan seksama. Nikmatilah tiap lekuk keindahan dan keeleganan warnanya.

Foto Koleksi Pribadi
Foto Koleksi Pribadi
Foto Koleksi Pribadi

Mungkin Anda mengira bahwa Dery Pratama, sang seniman, pandai meramu cat dan bahan kimia tertentu untuk mewarnainya. Padahal, perkiraan itu sungguh tak benar. Anda mesti percaya bahwa semua bantal metal tersebut dibuat tanpa cat dan bahan kimia.

Sedikit bocoran nih, ya. Efek keren yang ada pada bantal metal itu bahkan dibuat dengan media minyak goreng. Bantal metal diolesi dengan minyak goreng, lalu dibakar pada sisi bagian belakangnya. Jilatan lidah apinyalah yang meliuk-liuk liar menciptakan efek pewarnaan yang keren. Idenya unik sekali, ya?

Instalasi seni yang menjulang tinggi ini merupakan respons sang seniman terhadap munculnya bangunan-bangunan super tinggi. Yang kenyataannya, bangunan-bangunan super tinggi tersebut dibangun secara asal-asalan. Alhasil masyarakat Jogja, terutama dari strata sosial ekonomi menengah ke bawah, menerima dampak buruknya belaka.

Aih! Rupanya keindahan instalasi seni yang satu ini serupa dengan puisi. Iya, puisi. Bukankah puisi ibarat tepukan di pundak, yang tujuannya untuk mengingatkan? 

Filosofi Umbi Kawat

Konon semua bermula dari kesukaan Bung Ludira Yudha mencabuti rerumputan. Lalu, akar-akar dan umbi-umbian dari rerumputan yang dicabutnya itu dicermati baik-baik. Nah. Berawal dari pencermatan tersebut, segenap pemikiran filosofis mengenai akar dan umbi-umbian pun dihimpunnya.

Aih! Entah bagaimana cara tepat menikmati dan memaknai karya seniman ganteng ini. Yang jelas, saya suka mengamati bentuk karya seninya yang bermedia kawat tersebut. Dari kawat, lho. Tapi penampakannya menggantung ringan dan luwes di salah satu sudut lobi hotel. Padahal, berat sesungguhnya mencapai 200 kilogram. Diperkirakan bila gulungan-gulungan kawatnya diluruskan, bisa sepanjang jarak Jogja-Solo. Malah bisa jadi, lebih jauh dari jarak itu.

Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja

Bung Ludira tekun sekali melipat-lipat kawat yang panjaaang sehingga berbentuk umbi-umbian artistik begitu. Memang ya, kerja adalah cinta. Niscaya tanpa kecintaan pada apa yang dilakukannya, Bung Ludira pasti akan bertekuk lutut pada serangan rasa bosan.

Maka dapat dimaklumi kalau para asistennya saja minta berhenti sebab bosan melipat kawat selama berbulan-bulan. Sebuah kisah di balik layar yang seru, ya? Seseru bayangan yang muncul di dinding, tatkala pendar cahaya lampu menimpa instalasi seni kawat yang rumit itu.

It Grows

Siapa yang menyangka kalau Bung Ivan Bestari, seniman yang menghasilkan karya ini, profilnya sangat macho? Dan terus terang saja, kumisnya bikin saya takut. Maaf. Bukan bermaksud apa-apa, sih. Hanya saja saya merasa takjub. Ternyata di balik ke-macho-annya itu tersimpan stok kesabaran dan kecermatan yang berlimpah.

Betapa tidak? Karyanya yang merupakan karya seni daur ulang kaca/beling (recycled glass) jelas-jelas mengungkapkan hal itu. Yuk! Mari kita cermati  It Grows-nya. Mungkin setelah mencermatinya nanti, Anda pun sepakat dengan ketakutan dan ketakjuban saya.

Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja

Lihatlah liku lekuk instalasi seni karya Bung Ivan Bestari itu. Menurut pendapat saya, karya tersebut tampak lembut dan romantis. Terlebih bila kita melihatnya tatkala malam hari, saat pendaran cahaya yang lembut menimpanya.

Tapi saya paham bahwa ada kekuatan dan kesabaran yang luar biasa di baliknya; pada saat pembuatannya. Mana mungkin bisa selesai kalau sang seniman tidak sabar untuk menyelesaikannya hingga tuntas? Mana mungkin bisa berdiri kokoh dalam kotak kaca itu bila tak punya kekuatan yang memadai?

Aha! Sampai di sini saya mendadak punya kesimpulan yang sedikit iseng. Begini .... Rupanya  It Grows berkebalikan dengan senimannya. Kalau It Grows lembut dan romantis di luar tapi mengandung kekuatan, Bung Ivan justru sebaliknya. Tampak demikian tangguh dan jauh dari kelembutan, tapi ternyata berjiwa sangat lembut. Iya, jangan-jangan memang begitu. Haha!     

O, ya. Karya Bung Ivan tersebut mempercantik lantai Meeting Room. Tepat di depan dinding kaca, di mana kita bisa melemparkan pandangan luas ke mana-mana. Entah ke jalanan padat depan hotel,  entah ke bangunan-bangunan nun jauh di sana.

Terus terang saja, saya kurang begitu paham makna yang ingin disampaikan It Grows. Tapi imajinasi saya terbang ke mana-mana ketika menatapnya dalam-dalam. Terasa ada  yang melintas di benak dan jiwa. Tapi entah apa? Mungkin biru, mungkin rindu.

Bisa jadi lintasan rasa tersebut muncul sebab liku lekuk It Grows demikian luwes dan elegan. Ujung atasnya terasa bukan sebagai akhir, tapi seperti mengisyaratkan bakal adanya sebuah kelanjutan. Tampak seperti hendak mengalami pertumbuhan.

Hmm. Mungkin It Grows ingin menyampaikan bahwa segala hal tidak bakalan melulu statis. Lambat-laun jika saatnya tiba, pasti akan terus berkembang dan bertumbuh. Dari yang semula bukan apa-apa menjadi sesuatu yang berharga, kemudian kembali menjadi sisa (tak berharga). Tapi agar lebih afdal, tentu penafsiran awam saya ini lebih baik dikonfirmasikan ke Bung Ivan.

Menari Bersama Angsa Kayu

Saat menghadiri konferensi pers acara ini, pada tanggal 28 Oktober lalu, previewkarya Bung Dedy Shofianto-lah yang paling bikin saya jatuh hati. Itulah sebabnya saya amat antusias menyambangi ruangan dekat tangga, tepat di atas lobi hotel. Iya. Di situlah karya Bung Dedy dipajang. Sekumpulan angsa kayu kinestetik!

Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja
Foto Koleksi GAIA Cosmo Hotel Jogja

Angsa-angsa kayu yang kehadirannya ditemani awan-awan itu sepintas lalu terkesan tak istimewa. Namun, jangan salah. Begitu mendekatinya, Anda pasti bakalan dibuat terpana oleh tariannya. Betapa tidak. Medianya kayu, lho. Tapi gerakannya demikian luwes dan anggun. Seperti penari.

Menurut saya, karya inilah yang paling jail dan paling ramah terhadap pengunjung hotel. Sebab begitu seseorang mendekatinya, baik sengaja maupun tidak sengaja, si angsa kayu akan langsung bergerak. Hai? Bagaimana bisa? Bisa, dong. 'Kan pada tiap awan ada sensor pergerakannya. Tidak mengherankan bila pengunjung hotel antusias. Saya pun suka sekali membuatnya bergerak.

Alhasil pada sore itu, saya bolak-balik mendekat dan menjauh dari tombol sensor pergerakan. Iya. Saya bermaksud menggoda angsa-angsa kayu tersebut. Namun apa daya kalau faktanya, justru saya yang tergoda untuk bermain-main dengannya. Haha!  

Terima kasih Bung Dedy, atas karya cantik nan interaktif ini. Sungguh angsa-angsa kinestetik tersebut merupakan sebuah karya yang komplet.Yang memadukan seni, ilmu pengetahuan alam, dan teknologi.

 Yeah .... Meskipun paham tak paham, rasa bahagia saya tetap membuncah pada senja itu. Sehabis menikmati kelima instalasi seni dalam Exhibition GAIA Art Movement, Rooted in Art: A Lasting Footprint.

Hmm. Andaikata domisili saya bukan di Jogja dan punya suatu urusan di kota istimewa tersebut, pastilah pilihan menginap saya di GAIA Cosmo Hotel. Menginap sembari bermain-main dengan aneka karya seni yang keren. Siapa takut?

O, ya. Selain bebas dinikmati oleh siapa saja, karya-karya seni yang sedang dipamerkan itu pun boleh diboyong pulang. 

Salam,

Tinbe Jogja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun