(GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH. NAMPAK KERAGU-KERAGUAN YANG TERSIRAT) Malu? Apa itu malu? Bagaimana itu malu? Kenapa harus malu dengan predikat seperti itu? Bukankah yang penting kita masih bisa hidup? Kita masih 'ada'? (JEDA) Aku malu karena takut namaku menjadi rusak dituding ini-itu oleh rakyatku. Tapi rakyatku malah malu karena aku malu kalau hanya namaku saja yang menjadi rusak. Mengapa hal ini bisa terjadi? Kemana orang-orang yang selama ini mengelu-elukan dan mencintaiku sebagai pemimpin mereka? Satu-persatu...telah pergikah? (MEMANDANG BERKELILING, SEOLAH MENYADARI SESUATU, SEOLAH MERASAKAN BAHWA IA MULAI DITINGGALKAN) Ada angin panas berhembus disekelilingku. Panas. Panass. Panasss. Mendekapku dan aku lupa bagaimana rasanya dingin. Padahal aku tidak mencuri apa-apa. Tapi mengapa mereka menatapku seperti itu? Suara-suara kecintaan mereka berubah menjadi teriakan-teriakan marah yang lapar. Padahal selama ini aku telah menjadi bagian dari mereka, dan mereka juga telah menjadi bagian dari diriku sekalipun untuk perjuangan yang tidak mereka pahami. Namun kini, satu-persatu, seorang demi seorang, mereka mulai menyelipkan sangkur dalam kata-kata. Aku mencintai kalian! Aku mencintai kalian! Tidak terdengarkah? (HENING) Mereka bilang mereka malu karena bangsanya menjadi bangsa penuh koruptor dan kotor. Mereka bilang aku telah gagal menjadi pemimpin. Bisik-bisik bahwa Indonesia adalah negara dengan seorang pemimpin boneka terdengar semakin keras. Bisik-bisik kalau aku menjual bangsaku pada bangsa lain makin sering terdengar. Tolong! Tolong aku! Mengapa layar itu tidak juga ditutup? Mengapa layar itu masih saja terbuka? (KEMBALI MERINGKUK DENGAN TUBUH BERGETAR) Aku malu. Aku malu. Aku maluuuu. (TERISAK-ISAK) Mana pemain penggantiku? (SUARA GARPUTALA. LAMPU FOCUS TO PEMAIN)
(GESTURE TUBUHNYA KEMBALI BERUBAH. TERDENGAR SI SEOLAH BUKAN MANUSIA BERBICARA DENGAN SUARA MENDESIS-DESIS) Kehidupan! Inilah panggung sssebenarnya! Tidak ada apa-apa kecuali ruang kosssong, layar putih ibarat kaleidossskop yang menjelma labirin, dinding-dinding imajinerrr, perissstiwa hilir-mudik...dan banyak passsang mata Tuhan. Inilah yang namanya panggung! Aku menggerakkan sssegalanya. Baik atau buruk...aku yang menggulirkan kisssahnya. Lalu para pemainnya...dimana mereka? (JEDA) Ah, yyaaa. Aku mendengarrr langkahnya mendekat. (SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Sssatu. (SAMBIL BERTEPUK DUA KALI) Dua. (SAMBIL BERTEPUK SEKALI) Sssatu. (SAMBIL BERTEPUK DUA KALI) Dua. (SAMBIL BERTEPUK RAMAI) Datang. Datang. (BERHENTI BERTEPUK. SAMBIL BERBISIK) Datangkah? (LAMPU STATIS. JEDA. KEMUDIAN IA BERTERIAK DENGAN NADA PENUH KEBANGGAAN) Layarrr...DIBUKA!!
(LAMPU BLOCK OUT. PANGGUNG GELAP. SUARA GARPUTALA)
(HENING)
(PERTUNJUKAN SELESAI)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI