Mohon tunggu...
Nurindah Agustina
Nurindah Agustina Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Kau Menua, Aku Mendewasa

15 November 2015   16:01 Diperbarui: 13 Maret 2018   07:38 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Tapi saat yang kau bicarakan tadi, apa kau juga akan seperti itu bersamaku? Jika aku sudah seperti itu kau masih berbalut kulit kencang, mata yang berbinar, rambut hitam lurus lembut nan wangi, kaki yang tegak. Bagaimana aku tak khawatir dengan itu? Jika kumbang lain melihat bunga ini dan juga kumbang renta disampingnya, apa tidak ingin mendekat dan menyingkirkan kumbang renta? Apa kau bisa menjamin itu?”

“ Iya, aku sendiri yang menjamin hal itu. Aku akan menutup mata kepada kumbang lain, dan tetap menatap kumbang kokohku yang dianggap renta. Aku tetap melihat cahaya kita di depan sana. Kau tak usah lagi meragukanku, jika aku tak bisa menerimamu aku tak akan mengambil langkah sejauh ini.”

Suasana dingin dan kembali dalam diam. Aku tak kuasa menatap wajah apalagi matanya. Ku perhatikan kembali rinai hujan ini. Menetes dan mengalir penuh hati-hati di permukaan bening kaca.

“ Dan aku mencintaimu, aku ingin memberimu tangan hangatku, aku ingin mendekapmu dalam kekalutanmu, aku ingin menggandengmu dalam keraguan, aku ingin menua bersamamu, aku ingin nafasku terhempas dalam satu waktu bersama denganmu…”

Kudengar teriakan itu di luar, dibalik kaca yang dipenuhi tetesan rinai hujan. Dia menengadah kearah langit. Menyambut rinai hujan bersama kata-kata merah mudanya. Aku tak menyadari bahwa dia keluar dan menyambut rinai hujan. Yang lebih membuatku terkejut, dia menenangkanku kembali (lagi). Aku berlari menyusulnya di tengah rinai hujan. mempertemukan kedua tangan dalam pelukan hangat.

“ Bagaimana? Tidak terlalu buruk menyambut rinai hujan bukan?” Tanyaku sangat bahagia kala itu.

“ Ini karena kau bersamaku… bukan karena rinai hujan. Tapi dia yang membisikkan bahwa kau benar-benar teman untukku. Teman bersama saat aku menua dan kau masih mendewasa.”
“ Siapa mereka yang berani menguntai kata-kata ‘tidak boleh’ atau yang lain. Menyatakan bahwa usia kita tidak bisa menyatu.”

Terimakasih rinai telah berbisik pada hati yang sebenarnya hampa dengan kepastian. Aku mencintainya bersama rinaimu yang damai. Jika aku bisa dan diijinkan, aku akan memilih menua lebih awal untuk membuatnya nyaman disampingku.

 

Sajak Untuk Terkasih

Pernahkah kau bertanya pada matahari?
 Bagaimana dia bertemu dengan rembulan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun