Mohon tunggu...
Agustin Ross
Agustin Ross Mohon Tunggu... -

Gadis kecil, dengan pekerjaan freelance, dan suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Selayar, Sejarah Para Pelayar

14 Januari 2015   18:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adik-adik yang siap berangkat sekolah Kami melanjutkan pengambilan data di titik-titik selanjutnya. Dalam perjalanan pulang, ada yang sangat menarik perhatian kami, sesosok hewan di dalam laut mengepak-ngepak sehingga menimbulkan percikkan air. "Ikan pari!" ucap teman saya, saya pun menjawab "Gak ah, kan ikan pari ikan demersal." Ketika semakin dekat dengan percikkan saya baru sadar ternyata itu benar-benar ikan pari dengan ukuran yang cukup besar, entah dia sedang mengejar mangsa atau sekedar berjemur. Kami heboh bukan main. Senang rasanya melihat ikan pari tersebut dari atas kapal, walaupun tidak sempat tertangkap kamera. Selain ikan pari kami juga melihat ikan terbang berkeliaran di sekitar perairan. Just info, ikan terbang sebenarnya tidak terbang. Dia hanya melompat dengan kekuatan siripnya yang panjang. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari predator. Sering kali dia melakukan lompatan lebih dari satu kali. Sore hari sudah tiba dan pelabuhan di Benteng sudah mulai terlihat. Kami menghubungi tim di darat agar segera menjemput kami. Perjalanan yang sangat menyenangkan melihat sisi lain daerah di Indonesia yang sangat luas ini. Nice!

Sudah mirip anak laut belom? Apalagi yang harus dilakukan di laut? Tentu saja berenang dan snorkling... Ini adalah salah satu hal yang saya tunggu-tunggu. Pagi berikutnya saatnya mengambil data tutupan terumbu karang dan lamun. Pastinya saya tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam jalan-jalan ini. Yang bertugas sebagai diver saat itu 2 orang. Saya dan teman perempuan saya sih hanya tim hore yang ikut jalan-jalan saja. Para diver mulai turun dengan peralatan lengkap plus meteran dan alat tulis. Saya dan teman saya gak mau ketinggalan juga dong. Kami juga selalu ikut nyemplung di tiap titik saat mereka melakukan pengambilan data. Namanya juga tim hore. Karena tidak membawa fin kami tidak berani terlalu jauh dari kapal. Arus membawa kami mengikuti arahnya, kalau jauh-jauh dari kapal makin capek berenang balik ke kapalnya karena harus melawan arus.

Pengukuran tutupan terumbu karang

Tim hore yang snorkling gak jelas Lokasi penyelaman dilakukan di sekitar perairan Bontoharu. Kondisi perairan di tempat kami snorkling cukup jernih. Selain itu berdasarkan data yang diperoleh tutupan terumbu karang hidup di tempat penyelaman >60%, yang artinya kondisi terumbu karang relatif baik. Komposisi karang mati, non acropora dan karang lunak di perairan ini memiliki prosentase yang hampir sama. Selain itu juga ditemukan beberapa spesies ikan karang yang sedang bermain diantara terumbu karang dan juga banyak terlihat bintang laut biru.

Beberapa terumbu karang di titik-titik penyelaman Selanjutnya adalah pengambilan data di padang lamun. Saya tidak terlalu mengingat jelas lokasi tepatnya tapi yang jelas airnya sangat jernih dan menenangkan. Disini terjadi suatu tragedi. Saya turun tanpa menggunakan sandal, tidak lama berjalan di atas lamun saya pun berteriak heboh. Saya menginjak bulu babi! Hadeeeh... Kalau bulu babi masih menempel, cara agar dia mau lepas dari kulit kita adalah dengan memberinya amoniak/NH3 (biar kliatan agak pinter). Dimana kita harus menemukannya? Mudah saja tinggal dipipisin aja, kan air kencing mengandung amoniak. Masalahnya si bulu babi sudah kabur tapi meninggalkan bulu-bulu halus yang masuk di telapak kaki. Tidak lama, 2 orang teman yang lain juga mengeluhkan terkena bulu babi. Selain bulu babi kami juga menemukan hewan lamun lainnya. Bintang laut! Ini jenis yang berbeda dari bintang laut biru yang kami temukan di terumbu karang tadi.

Bintang laut dan bulu babi di lamun Sore harinya kami pergi ke Desa Barugaiya yang terletak di Kecamatan Bontomanai. Jalanan yang kami lalui cukup baik walaupun tidak terlalu lebar. Yang membuat saya kagum adalah penguasa jalanan. Jalan yang kami lalui dikuasai oleh kambing-kambing yang sedang berjalan-jalan entah hendak mencari makan, mau pulang ke kandang atau sedang jalan-jalan sore saja. Mereka jalan tanpa ada penggembala. Sepertinya mereka sudah hapal jalannya.

Kambing-kambing si penguasa jalanan Desa Barugaiya ini terkenal karena merupakan tempat bertelur bagi penyu. Selain itu desa ini juga merupakan salah satu spot snorkling dan diving bagi pengunjung karena terumbu karangnya yang masih bagus. Penduduk sekitar menetaskan telur-telur penyu, hingga menjadi tukik yang siap dilepaskan kembali ke alam bebas. Penyu sendiri terkenal sebagai hewan yang memiliki insting untuk mengingat tempat lahirnya, itu sebabnya penyu akan bertelur di tempat dia dulu dilahirkan. Untuk itu peran manusia dalam menjaga habitat penyu dan tidak mengkosumsi telurnya merupakan salah satu upaya dalam pelestarian penyu yang saat ini populasinya sudah semakin berkurang.

Tukik yang ditangkarkan oleh penduduk Desa Barugaiya juga terkenal dengan sunsetnya yang indah. Kami sempat bertemu dengan bule yang datang untuk menikmati sunset di sini. Menurut penduduk sekitar, bule tersebut sudah lebih dari seminggu berada di Selayar dan setiap hari selalu menantikan sunset di daerah ini. Ketika matahari mulai tergelincir, saya pun mendapatkan momen sunset yang menurut saya sangat indah.

Sunset di Desa Barugaiya Wisata darat juga dilakukan. Pertama kami menuju Bontoharu untuk melihat nekara perunggu (gong besar). Nekara diletakkan dalam suatu rumah di sebuah lapangan. Untuk masuk kita hanya perlu mengisi daftar hadir dan jika ikhlas bisa memasukkan uang untuk biaya perawatan nekara. Nekara yang terdapat di Selayar ini bentuknya seperti dandang terbalik dan diperkirakan telah dibuat sekitar 600 tahun SM di Cina. Menurut beberapa ahli hanya terdapat dua nekara perunggu di dunia satu terdapat di Selayar yang dianggap sebagai suami, satu lagi terdapat di Cina yang dianggap sebagi istri. Nekara perunggu yang terdapat di Selayar memiliki 4 arca kodok di bagian atasnya. Selain itu sekeliling nekara berhias gambar gajah, burung, ikan dan sirih. Nekara ini pertama kali ditemukan oleh seorang petani pada tahun 1686 dan kemudian dianggap sebagai benda pusaka kerajaan.

Nekara perunggu di Selayar Berikutnya kami menuju ke tempat disimpannya jangkar raksasa dan meriam kuno yang terletak di Desa Nelayan Padang. Jangkar raksasa dan meriam kuno ini menunjukkan adanya lalu lintas perdagangan pada abad 17-18 di Selayar. Jangkar ini berasal dari seorang saudagar Cina yang datang untuk mendapatkan hasil laut dan di dalam kapalnya juga dilengkapi dengan persenjataan berupa meriam sebagai persiapan kemungkinan serangan dari bajak laut. Waah... bisa dibayangkan kalau jangkarnya aja segede ini, kapalnya segede apa. Ternyata perairan Indonesia sudah sangat terkenal pada jaman dulu sebagai jalur pelayaran, dan yang pasti sumberdayanya juga sangat terkenal sehingga banyak saudagar yang datang untuk berdagang.

Jangkar raksasa dan meriam kuno Tujuan berikutnya adalah sebuah pantai. Pantai ini saya benar-benar lupa namanya apa. Di pantai ini terdapat batu-batuan yang bentuknya seperti karang atau mungkin memang karang dan memiliki banyak goa-goa pada bebatuan karang dan di bagian atasnya tumbuh kaktus-kaktus besar dengan suburnya. Ada kemungkinan ini adalah teras terangkat, ini adalah perkiraan kami. Apa itu teras terangkat? Teras terangkat adalah pulau karang yang muncul ke permukaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun