Mohon tunggu...
Agustin Ross
Agustin Ross Mohon Tunggu... -

Gadis kecil, dengan pekerjaan freelance, dan suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Selayar, Sejarah Para Pelayar

14 Januari 2015   18:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal ketika ditawari pekerjaan ini saya langsung googling peta. Dimanakah letak Kabupaten Kepulauan Selayar itu? Girang bukan kepalang melihat di peta bahwa kabupaten ini terletak di selatan Pulau Sulawesi. Yes! Akhirnya pergi ke timur juga. Disebut sebagai kabupaten kepulauan karena memang terdiri dari banyak pulau, yaitu dengan jumlah 130 pulau (Perda Kabupaten Kepulauan Selayar, Nomor 10 Tahun 2009), dengan 34 pulau berpenghuni dan 96 pulau tidak berpenghuni. Pulau yang terbesar adalah Pulau Selayar, kemudian ada beberapa pulau berukuran sedang yang juga memiliki banyak penduduk diantaranya Pulau Jampea, Pulau Kalao, Pulau Bonerate, dan Pulau Kalaotoa. Selayar memiliki satu Taman Nasional (TN) yang sudah cukup terkenal, yaitu TN Taka Bonerate. Di TN Taka Bonerate terdapat hamparan karang yang cukup luas dan merupakan atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Perjalanan panjang pun ditempuh. Dari Soekarno-Hatta saya dan 2 orang rekan menuju Sultan Hasanuddin, Makassar. Di Makassar kami bertemu dengan 3 anggota tim lain. Dari Makassar sebenarnya ada penerbangan menuju Selayar, hanya saja tidak beroperasi setiap hari, jadilah kami naik bis. Dari Makassar ke Selayar perjalanan ditempuh selama 10 jam melewati Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, nyebrang kapal fery barulah sampai di Pulau Selayar.

Salah satu bis ekonomi, saya kira kejadian seperti ini tipuan kamera ternyata sangat riil Hari sudah malam ketika kami sampai di ibukota Selayar, yaitu Benteng. Kami langsung menuju sebuah hotel yang letaknya berhadapan dengan pantai. Kami pun beristirahat karena besok pagi agendanya adalah berkunjung ke dinas-dinas terkait. Hari masih siang tapi pekerjaan di hari pertama sudah selesai. Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar pantai di depan hotel tempat menginap. Hotel tempat kami menginap letaknya tidak jauh dari pelabuhan. Terlihat jajaran kapal yang sedang berlabuh. Dari pelabuhan juga terlihat pemandangan yang sangat menarik yaitu jajaran rumah yang berwarna-warni.

Beberapa kapal yang sedang sandar di pelabuhan

Rumah warna-warni yang terlihat dari pelabuhan Pagi hari setelah sarapan di hotel kami bersiap dengan tugas masing-masing. Oiya, saya menginap di hotel ini sekitar 4-6 malam, tapi menu sarapannya setiap pagi selalu sama, nasi, telur, mie. Luar biasa! Untung saya tidak menginap 1 bulan, pulang-pulang bisa bisulan ini mah. Tim dipecah menjadi 2, tim pertama akan berkeliling Pulau Selayar untuk mengambil sampel air di 20 titik yang telah ditentukan, sedangkan tim kedua akan mengambil data mangrove dan lamun. Saya dan golongan orang muda lainnya bertugas untuk berkeliling Pulau Selayar. Kami mulai berangkat sekitar pukul 08.00 WITA dengan diberi berbagai macam bekal selama perjalanan. Perjalanan ini dikomandoi oleh seorang nahkoda dan seorang awak kapal. Bekal yang kami bawa cukup banyak terutama air minum karena kami memang akan menginap. Walaupun kami sendiri belum tau mau menginap dimana.

Kami siap berlayar, pak!

Pagi yang cerah di laut Selayar Pengambilan data mulai dilakukan titik demi titik. Dalam satu titik ada beberapa data yang diambil seperti sampel untuk klorofil, suhu, kecerahan, pH, salinitas dan sebagainya. Selama perjalanan jika tidak mengambil sampel kami tidak terlalu banyak bicara karena suara kami kalah dengan suara deru mesin kapal yang beradu dengan debur ombak.

Beberapa data yang diambil Ombak di laut cukup besar tapi masih cukup bersahabat. Ada beberapa momen kapal menabrak punggung gelombang dan kami sedikit terlempar. Karena hal ini, beberapa dari kami tidur dengan badan diikatkan pada tiang kapal. Dengan kondisi apapun kami bisa tertidur kok, itu hal yang tidak perlu dirisaukan.

Tidur adalah kewajiban apapun kondisinya Sore hari sudah menjelang. Kami memutuskan mendarat di bagian selatan Pulau Jampea untuk menumpang tidur, bebersih, makan malam dan menyiapkan bekal untuk besok. Karena air laut disini dangkal, kapal kami tidak bisa menepi, dan akhirnya kami turun menggunakan sterofoam yang oleh nahkoda memang sudah disiapkan untuk hal-hal seperti ini. Selamat datang di Pulau Jampea!

Tanda panah menunjukkan lokasi sekitar tempat kami mendarat

Ijin pada masyarakat setempat Kami hanya berlima. Sedangkan 2 orang kapal memilih untuk tetap tinggal di kapal guna menjaga kapal dan barang yang kami tinggalkan di dalamnya. Setelah berbagai proses negosiasi kami akhirnya menginap di rumah sekretaris desa dan saudaranya. Kami diberi tau bahwa listrik di daerah ini hanya menyala dari jam 18.00-22.00 WITA. Kami pun langsung berebut mencharge segala perlengkapan. Menyedihkan memang, tapi inilah hal yang masih terjadi di banyak pulau kecil di Indonesia, infrastruktur yang belum memadai. Perempuan diberikan tempat beristirahat di rumah saudara sekretaris desa, sedangkan yang laki-laki di rumah pak sekretaris desa yang terletak berdampingan. Malam sudah semakin larut, kami pamit masuk ke dalam rumah. Saya minta ijin ke kamar mandi pada ibu pemilik rumah. Untuk masuk kamar mandi, saya melewati dapur dengan bentuk L, yang membuat saya bingung adalah kamar mandinya tidak ada pintunya. Hhmmm... Gak papa sih sebenernya, karena ibu pemilik rumah menjaga di dapur untuk kami. Hanya satu yang saya khawatirkan, saya sudah berlayar dari pagi hingga sore di atas kapal, terkena angin laut dan pastinya perut kembung. Sudah pasti saya harus mengeluarkan angin-angin itu. Dengan berat hati karena merasa akan menganggu ibu pemilik rumah, saya tetap menjalankan kebutuhan si perut. Maaf ya bu... harus mendengarkan dendang malam saya. Oiya, air yang tersedia juga hanya dalam ember-ember. Saya membatalkan niat mandi karena takut menghabiskan persediaan air di rumah itu. Yang penting urusan perut selesai, cuci muka, sikat gigi dan wudhu juga sudah dilakukan. Pagi harinya setelah sarapan, mengambil pesanan bekal, membeli snack untuk perjalanan, kami berpamitan. Tanpa mandi tentunya. Di pantai kami melambaikan tangan pada nahkoda kapal agar segera menjemput dengan sampan sterofoamnya. Awak kapal pun dengan cekatan bergegas menjemput kami.

Sampan sterofoam untuk menuju kapal Ada hal mengharukan ketika kami sudah sampai di kapal. Kami melihat adik-adik kecil yang siap berangkat bersekolah menaiki sampan sterofoam, dan tentu saja tidak boleh duduk, harus jongkok atau berdiri, agar bajunya tidak basah. Wahai para pelajar dan mahasiswa yang malas, tidakkah kalian liat begitu besarnya keinginan adik-adik kecil ini untuk bersekolah? Kenapa kalian malah tidak memanfaatkan kemudahan yang sudah kalian miliki. Note untuk diri sendiri juga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun