Mohon tunggu...
Agustijanto Indrajaya
Agustijanto Indrajaya Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog

tinggi 160 cm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Temuan Dermaga Kuna Masa Sriwijaya di Bangka

11 Agustus 2018   00:07 Diperbarui: 11 Agustus 2018   03:20 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Foto 2 Proses ekskavasi di Sungai Pancur | dok. pusat penelitian arkeolog nasional

Penelitian terakhir Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 2013 di utara kawasan situs Kota Kapur. Areal ini tampaknya dahulu merupakan rawa belakang yang berada kurang dari satu kilometer dari Selat Bangka.  

Saat ini kawasan  sudah mengalami sedimentasi sehingga menjadi daratan yang luas. Sebagian lahan dijadikan perkebunan sawit dan sisanya menjadi semak belukar yang cukup rapat.  Salahh satu aliran sungai yang melewati areal ini adalah sungai Air Pancur yang bermuara di Selat Bangka. 

Dan, di aliran Sungai Pancur inilah penggalian arkeologi dilakukan, dengan membuka 11 kotak ekskavasi seluas 30 meter persegi. Selama penggalian berlangsung, aliran sungai terpaksa dipindahkan terlebih dahulu karena itu jauh lebih mudah dibanding membendung aliran sungainya (dan itu tentunya mustahil). Penggalian baru menampakkan hasilnya yakni sisa dermaga kuna, setelah menggali hampir sedalam 110-140 cm dari permukaan tanah sekarang.  

Sebuah dermaga kuna yang diusung oleh dua deretan tiang kayu nibung (Oncospermatigilarium) [1] yang mengarah dari timur ke barat.  Jarak antar tiang cukup rapat sekitar 20 - 30 cm.  

Jika dihitung, panjang seluruh deretan tiang kayu ini mencapai  panjang 6.7 meter dengan lebar sekitar 1 meter. Di ujung barat deretan tiang nibung ini terdapat susunan lantai kayu yang dibuat dari gelondongan kayu pelangas (aporoso aurita) yang dijajarkan timur-barat sebanyak lima buah.  

Untuk memperkuat susunan lantai kayu gelondongan agar tidak goyang maka pada masing masing kayu ditancapkan tiang-tiang kayu dan pada beberapa bagian kayu terutama sisi utara diikat dengan tali ijuk.  

Tampaknya susunan lantai kayu ini adalah tempat pijakan pertama orang setelah turun dari kapal, lalu melalui jembatan sepanjang 6.7 meter menuju daratan.

 Foto 2 Proses ekskavasi di Sungai Pancur | dok. pusat penelitian arkeolog nasional
 Foto 2 Proses ekskavasi di Sungai Pancur | dok. pusat penelitian arkeolog nasional
Hasil pertanggalan mutlak terhadap sampel tiang kayu dengan metode C14 diketahui bahwa tiang kayu ini berasal dari masa sekitar 480-620 M (abad ke-5-7 M), dan sampel ijuk berasal dari sekitar 250-590 M (abad ke 3-6 M), yang berarti sejaman dengan temuan prasasti Kota Kapur berangka tahun 686 M (Coedes, 2010:126),  Arca Wisnu Kota Kapur yang dipertanggalkan sekitar abad ke 6/7 M

[2] dan sisa candi yang dipertanggalkan 532 M (Dalsheimer dan Manguin tt, 14). Dengan demikian jelas bahwa dermaga tersebut merupakan bagian dari kelengkapan komponen permukiman di situs Kota Kapur pada masa lalu.

Dalam konteks hubungan Sriwijaya dan Bangka, maka temuan sisa dermaga kuna  ini dapat dilihat sebagai indikasi adanya pelabuhan pendukung (feeder point) bagi kadatuan Sriwijaya. Pelabuhan pendukung merupakan pusat perdagangan lokal kecil yang melayani entrepot-entrepot dan pusat pengumpulan komoditas di tingkat regional yang penting. 

Pelabuhan ini biasanya dijadikan sebagai tempat untuk menampung beberapa jenis komoditas tertentu yang hanya dapat ditemukan di wilayah dekat dengan pelabuhan pendukung.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun