Mohon tunggu...
Gusti Awan
Gusti Awan Mohon Tunggu... -

Aku harap aku juga bisa mengenalmu dan menjadi temanmu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Surat Biru

20 Januari 2014   23:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat ini adalah hari yang Putri tunggu-tunggu, tepat pukul sembilan pagi Putri tiba di kampus. Usai ia memarkirkan sepeda birunya ia berjalan ke lantai tiga, menyusuri setapak demi setapak anak tangga. Berbeda dengan mahasiswa lain yang lebih memilih mengantri menggunakan lift. Tepat di depan ruang 303 Putri segera masuk ke ruangan itu, sudah ada beberapa temannya juga pengawas ujian. Putri duduk di kursi 3D. Lima belas menit kemudian ujian di mulai. Putri mengawalinya dengan doa. Seratus menit berlalu, memaksa semua mahasiswa mengakhiri untuk berhenti menjawab soal.

“Putriii, aku lupa rumus tingkat bunga tunggalnya” keluh Rahma dengan air mata yang memenuhi kelopak matanya.

“Udahlah Ma, udah berlalu juga, pasrahin sama Allah” kata Putri sambil mengelus lembut bahu Rahma.

“Kamu pasti dapat seratus lagi” kata Rahma.

“Aku ngak tahu Ma, sudah jam sebelas lebih ayo kajian” ajak Putri.

Putri dan Rahma tiba di lantai dua di mana ada mushola kampus untuk kajian siang ini. Kajian siang ini bertema tentang menjaga persahabatan. Tepat usai sholat jumat kajian berakhir. Putri dan Rahma berjalan ke parkiran seperti biasa Rahma selalu menemani Putri mengambil sepeda.

“Put, kamu kenal dia?” tanya Rahma sambil melirik seorang laki-laki yang duduk di sudut kantin. Putripun segera melihat ke arah yang sama dengan Rahma, dan kedua bola matanya bertemu dengan bola mata lain, milik seorang laki-laki yang sedari tadi melihatnya.

“Enggak, aku ngak kenal dia” kata Putri dengan mengalihkan pandangan kembali ke Rahma dan menggeleng pelan.

“Dari tadi kita keluar kampus dia ngeliatin kamu terus tau” kata Rahma.

“Bukan aku, kamu kali” kata Putri dengan tertawa kecil.

“Ihh ini anak di kasih tahu juga” kata Rahma kesal.

“Sudahlah, aku pulang ya” pamit Putri pada Rahma, Putri meninggalkan parkiran sekali lagi dia melihat ke sudut kantin dan orang itu masih saja melihatnya, rasa takut mulai mengampiri diri Rahma, iapun mempercepat kayuh sepedanya.

***

Pagi ini sebenarnya Putri tak ada jam kuliah, tapi dia tetap berangkat ke kampus untuk meminjam beberapa referensi dari perpustakaan. Saat Putri sedang duduk manis menikmati buku perpajakan di hadapannya sebuah surat biru tiba-tiba datang padanya. Putri bingung, ia melihat sekelilingnya semua orang sibuk berfokus pada buku di tangan mereka. Di bukanya surat itu.

Untuk putri dihatiku, Putri

Putri, sudah lama aku mengenalmu yang sama sekali tak mengenaliku, menyukaimu yang tak menyukaiku, bertahan untukmu yang tak pernah melihatku. Putri, aku yakin kamu bahkan tak tahu namaku siapa. Apa kamu tahu bahwa aku sering berada di sekitarmu tapi kamu tak pernah menyadari hal ini. Putri aku tak bisa merangkai kata indah seperti layaknya seorang penyair. Lewat surat biru ini aku hanya ingin memberitahumu kalau ada aku yang selalu memperhatikanmu, karena kamu membuat hatiku jatuh. Ya, aku jatuh hati padamu. Maaf aku tak mengucapkannya secara langsung padamu, aku takut kamu tak mau bicara denganku. Aku tak memaksamu untuk memiliki rasa yang sama denganku aku hanya ingin setidaknya kamu tahu akan perasaanku.Tapi jika harus jujur aku ingin kamu jadi pacarku, aku akan jaga kamu Put…

Laki-laki di sudut kantin

Tian

Wajah Putri semakin bingung usai membaca surat itu.

“Bagaimana ini?” keluhnya lirih. Putripun mengeluarkan secarik kertas miliknya.

Untuk Tian

Maaf mungkin kata ini adalah kata yang paling pantas untuk kutuliskan. Maaf karena aku tak pernah melihatmu. Maaf karena aku tak pernah mengenalmu, dan maaf karena aku tak memiliki perasaan yang sama denganmu juga tak bisa jadi pacarmu Aku juga berterima kasih karena kamu telah mengenalku dan karena kamu telah mengenalku kamu sudah pasti tahu alasannya mengapa aku tak mau menjadi pacar kamu, untuk saat ini cukup Allah yang menjagaku, sampai tiba waktunya jika tulang rusuk ini milikmu. Aku harap aku juga bisa mengenalmu dan menjadi temanmu.

Putri

Putri meninggalkan surat yang ia tulis diatas meja perpustakaan bersama dengan surat biru yang datang tadi. Ia segera meninggalkan perpustakaan. Usai Putri keluar Tian mengambil suratnya, ia menemukan kertas putih yang di tulis oleh Putri. Raut wajah kecewa tergambar jelas di wajahnya usai membaca surat dari Putri. Tian berlari keluar perpustakaan, ia berlari menuju tempat parkir. Langkahnya semakin cepat ketika kedua matanya mendapati sosok Putri.

“Putri tunggu” teriak Tian. Putri menoleh ke belakang, pandangan matanya berubah ketika mengetahui Tianlah yang memanggilnya. Tian tiba dengan napas terengah di hadapan Putri. Rasa iba tiba-tiba menyelimuti Putri.

“Aku tahu perasaanmu ke aku Put, tapi apa kamu enggak bisa bawa surat ini bersamamu?” kata Tian. Putri terdiam, dia menatap dalam surat itu, ia masih ragu untuk menerima surat itu.

“Please, Put” kata Tian sedikit memohon. Perlahan Putri meraih surat biru itu.

“Jangan sungkan bilang kalau perasaanmu telah berubah, aku masih nunggu kamu Put” kata Tian. Ia beranjak. Putri tersenyum kecil, dalam hatinya ia berterima kasih pada Tian, ia juga sadar bahwa Tian tidak seburuk apa yang ia pikirkan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun