Satu Dua Bulan belakangan kita seperti sudah sangat akrab dengan berita dan statment dari tokoh maupun artis yang memnojokkan tenaga kesehatan, terutama dokter dan Rumah Sakit. Mirisnya hati ketika melihat berita mengenai "Anggota Dewan yang memojokkan Rumah Sakit" dan adapula yang mengatakan bahwa "COVID-19 ini adalah cara Rumah Sakit dan Dokter untuk mendapatkan banyak insentif".
Pertama-tama, marilah kita mengheningkan cipta sejenak dikarena Indonesia termasuk ke dalam 10 Negara dengan jumlah kematian dokter terbesar akibat COVID-19. Kita juga harus berdoa dan merenungkan pahlawan-pahlawan kita, para kolega kita bapak/ibu perawat yang telah berjuang merawat pasien COVID-19 yang bergejala maupun mereka yang tertular akibat ketidak jujuran beberapa masyarakat yang tidak bergejala.
Tantangan kita memang berat karena yang kita lawan bukanlah musuh yang terlihat, tetapi yang kita lawan adalah musuh yang tidak terlihat ditambah mereka yang menyudutkan kita. Musuh tidak terlihat yang kita lawan adalah "SARS nCoV-2" atau COVID-19 dan mereka yang memojokkan tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Bagi yang sering memojokkan tenaga kesehatan dengan alasan kalau COVID-19 ini settingan atau hanya konspirasi:
Ayolah kawan, sekarang kita sedang berperang. Selama kita berperang, kita bunuh dulu musuhnya baru kita selesaikan sengketanya. Maksudnya, jika kalian memang merasa COVID-19 ini hanyalah konsipirasi, itu adalah hak kalian. Tapi, kami memohon dengan sangat agar kalian semua membantu kami terlebih dahulu untuk menyelesaikan wabah ini.Â
Membantu kami menyelesaikan wabah ini mudah, caranya adalah dengan memberikan pengaruh yang baik, mengajak masyarakat melaksanakan PHBS, menjaga jarak, dan yang terpenting untuk tetap stay at home jika memang tidak memiliki keperluan yang mendesak.
Kalau wabah ini sudah selesai atau berakhir, barulah kalian bawa kami yang kalian anggap bersalah ke pengadilan. Mudah bukan? Intinya begini, kita harus sehat dulu semua, barulah kalian bawa apa yang kalian tuduhkan itu ke pengadilan. Kalian semua bisa bawa bukti-bukti yang menguatkan pendapat kalian.
Ada juga yang berpendapat "Bukannya korban COVID-19 tidak sampai 10%? bukannya yang meninggal banyak orang tua?"
Iya benar memang korban meninggal COVID-19 tidak sampai 10% dan yang meninggal banyak orangtua, tapi bagaimana kalau diantara mereka yang 10% itu salah satunya adalah keluarga mereka yang meremehkan COVID-19? bagaimana perasaan mereka? Atau jangan-jangan salah satu dari pembaca adalah yang meremehkan? Jangan sampai ya.
Pemberitaan dalam minggu ini
Tidak hanya itu, saya juga sangat kecewa dengan pemberitaan beberapa hari ini. Berita yang cukup populer sepertinya di telinga kita, dimana "Wakil Rakyat Kita Menuding Rumah Sakit Melakukan Kecurangan".
Menurut saya, Wakil Rakyat Yang Terhormat boleh saja mengatakan apapun di dalam gedung parlemen. Tapi, bukankah mereka ada power bukan? mereka sangat kuat bukan. Mereka bisa memanggil Kepala Daerah, Polisi, Menteri, dan semuanya bahkan Presiden.Â
Mereka punya hak imunitas juga, dimana mereka tidak bisa dituntut jika mengatakan sesuatu di gedung parlemen.
Saran saya kepada Wakil Rakyat, ada baiknya jika memang memiliki temuan dengan atau tanpa bukti ya langsung sebut saja nama rumah sakitnya di depan Menteri Kesehatan, Kapolri, Kepala Daerah dan sebagainya untuk diusut.Â
Cari buktinya kalo memang sudah mencurigakan kemudian cabut izin operasional RS nya. Lagipula Yang Mulia Wakil Rakyat memiliki hak imunitas, kalau apa yang beliau beliau katakan salah kan tetap tidak bisa dituntut.
Apa yang dilaukan oleh Wakil Rakyat malah membuat keciragaan di kalangan masyarakat, bahkan kecurigaan tersebut membuat masyarakat seolah-olah tidak lagi mempercayai RS. Hal ini malah akan memperkeruh suasana, dimana masyarakat malah tidak percaya lagi dengan rumah sakit dan tenaga kesehatan.
Hal ini sungguh membuat kami tenaga kesehatan tertekan. Seolah-olah kami diadu domba dengan masyarakat Indonesia yang sedang ingin kami bantu. Kalau benar ada RS yang membayar pasien untuk menjadi pasien COVID-19, bayangkan betapa biadabnya RS tersebut, sedangkan gaji dan insentif tenaga kesehatan saja banyak yang dibayar nunggak.
Sudah banyak zona hitam di Indonesia, tapi tolong yang di atas jangan cari kambing hitam. Kita sama-sama berusaha mencari soluasi jalan keluar dari bencana wabah ini.
Kita belajarlah dari masa lalu ketika kita masih Hindia Belanda, sebuah penelitian di tahun 1970 yang menghitung ulang jumlah korban wabah flu Spanyol didapatkan jumlah korban di Hindia Belanda merupakan jumlah yang paling besar, sekitar satu setengah juta orang korban. Jangan sampai ini terjadi lagi untuk kedua kalinya.
Semangat buat kita Para Tenaga Kesehatan, ayo kita sama-sama berjuang dengan cara kita masing-masing, ada yang mengobati pasien, ada yang merawat pasien, ada yang mengantarkan pasien menggunakan ambulans, ada yang mempersiapkan makanan, ada yang menjaga pasien, ada yang mengedukasi masyarakat dan ada pula yang membersihkan kamar pasien. Semoga apa yang kita lakukan dapat menjadikan Indonesia segera selamat dari Wabah COVID-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H