Mohon tunggu...
Agustiawan
Agustiawan Mohon Tunggu... Dokter - Doktermu

Dokter | Promotor Kesehatan | Humoris | Dapat Diandalkan Instagram: @agustiawan28 @hep.id @hep.program

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sama-sama Cegah Corona

27 Maret 2020   21:11 Diperbarui: 27 Maret 2020   21:54 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan ini saya buat untuk memberikan sedikit rasa tenang untuk masyarakat yang mungkin sedang parno dengan wabah Flu yang disebabkan oleh virus 2019 Novel-Coronaviorus (2019-nCoV). World Health Organisation (WHO) telah menyatakan bahwa wabah virus corona 2019 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

World Health Organisation juga pada tanggal 11 Februari 2020 telah mengumumkan bahwa "COVID-19" menjadi nama resmi dari penyakit ini, dimana "Co" merupakan singkatan dari "corona", "Vi" untuk "virus" dan "D" untuk "disease", sementara "19" adalah untuk tahun itu karena wabah pertama kali diidentifikasi pada 31 Desember 2019.2

Coronavirus itu ibaratnya kita anggap sebagai nama kelompok atau gengsternya virus, sedangkan 2019-nCoV merupakan salah satu anggotanya. Singkatnya penyakit ini disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang sebelumnya disebut 2019-nCoV.

Ibaratnya seperti penyakit Tuberkulosis (TBC), nama penyakitnya adalah TB Paru yang kita analogikan sebagai COVID-19, sedangkan nama agen penyebabnya adalah  Mikobakterium Tuberkulosis sebagaimana SARS-CoV-2 sebagai penyebab COVID-19. Masa inkubasi virus antara 1-14 hari dengan perkiraan masa inkubasi rata-rata 5 hingga 6 hari menurut WHO.

Penyakit ini menyebar di melalui droplet pernapasan yang berasal dari batuk dan bersin, serta dari muntahan (referensi ini saya akses di who.int pada 27 Maret 2020), salah satunya adalah dari percikan ludah/liur saat batuk/bersin.

Hal ini membantah beberapa anggapan orang yang menyebutkan bahwa virus ini dapat menyebar melalui airborne atau menyebar melalui udara, seperti TB. Ingat, virus bukanlah benda hidup seperti bakteri TB, sehingga membutuhkan makhluk hidup untuk tetap membelah diri di luar tubuh manusia.

Virus ini masuk ke dalam sel manusia saat terhidup melalui enzim yang kita sebut sebagai angiotensin converting enzime-2 (ACE2). Angiotensin converting enzime-2 ditemukan di berbagai organ tubuh, tetapi paling banyak terdapat di sel alveolar tipe II paru. Hal ini menjelaskan mengapa paru-paru yang menjadi organ yang paling sering diserang. Bukan berarti seperti yang disebar di grup WA bahwa ketika ACE-2 meningkat seperti pada mereka yang mengkonsumsi curcuma, maka orang tersebut akan mengalami kondisi yang lebih berat.

ACE-II dalam kasus ini hanya sebagai kendaraan si Virus untuk sampai ke target sel, bukan sebagai alat yang membantu virus bereplikasi/membelah diri. Kita ibaratkan ada masa demo dari Bandung (luar sel) ke Jakarta (sel), kendaraan yang mereka pakai adalah bus (ACE-II).

Sebanyak apapun busnya, tidak akan memengaruhi kondisi virus. Kalau kita mau balikkan logikanya, kenapa tidak memberikan obat pemotong enzin ACE-II untuk menangani COVID-19 jika logika yang disebarkan di grup-grup WA itu benar.

Mereka yang terinfeksi dapat tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala termasuk demam, batuk dan sesak napas. Pasien yang terkena COVID-19 cenderung mengalami demam dan batuk kering. Kelelahan dan sesak napas juga merupakan indikator umum dari penyakit ini. Dahak produktif, sakit kepala, nyeri otot dan sakit tenggorokan merupakan gejala yang kurang umum terjadi pada pasien dengan COVID-19.7

Tanda dan gejala pasien yang sering dilaporkan yang dirawat di rumah sakit meliputi demam (77-98%), batuk (46% -82%), nyeri otot atau kelelahan (11-52%), dan sesak napas (3-31%) yang muncul di awal mula penyakit. Hidung tersumbat atau pilek jarang terjadi dan biasanya dikaitkan dengan hayfever atau pilek.

Sebagian besar kasus menghasilkan gejala ringan dan beberapa berkembang menjadi pneumonia (infeksi paru) sampai kegagalan multi-organ. Diare atau gejala pernapasan atas (misalnya bersin, pilek, sakit tenggorokan) lebih jarang terjadi pada pasien COVID-19.

Belum ada obat antivirus khusus untuk COVID-19. Pasien ditangani hanya menggunakan pengobatan pendukung kehidupan, misalnya pasien sesak ditangani sesaknya, pasien demam ditangani demamnya hingga akhirnya virus dapat ditekan oleh imun tubuh.

World Health Organisation dan Chinese National Health Commission telah menerbitkan rekomendasi tatalaksana pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19, beberapa ahli kita juga telah menyusun protokol untuk menangani pasien ini.

Bagian penting dari penanganan wabah COVID-19 adalah mencoba untuk mengurangi puncak epidemi yang dikenal sebagai meratakan kurva epidemi seperti yang pernah kita lihat di video yang banyak tersebar di grup.

Intinya, jangan sampai RS kualahan atau kecapekan menangani lonjakan jumlah pasien COVID-19. Hal ini membantu mengurangi risiko pelayanan kesehatan yang kewalahan dan menyediakan lebih banyak waktu untuk pengembangan vaksin dan pengobatan.4

Angka kematian dan kecacatan secara keseluruhan akibat infeksi belum ditetapkan dengan baik; sementara tingkat fatalitas kasus berubah dari waktu ke waktu dalam wabah saat ini dimana proporsi infeksi yang berkembang menjadi penyakit yang dapat didiagnosis dengan tidak jelas. 

Penelitian pendahuluan telah menghasilkan angka tingkat kematian kasus antara masih di bawah 10%. Pauline Vetter dalam British Medical Journal (BMJ) mencatat bahwa kematian di luar provinsi Hubei lebih rendah daripada di Hubei.

Hal ini sebelumnya pernah dikatakan oleh Direktur Jendral Pencegahan dan Penanggulan Penyakit Kementerian Kesehatan RI yang sekaligus sebagai Juru Bicara penanganan COVID-19, dimana virus ini telah mengalami perubahan karakteristik.

Hal ini ditemukan/terlihat seperti kasus SARS, flu burung dan flu babi yang awalnya ganas, tapi seiring berjalannya waktu seperti cooling down dan berubah menjadi flu musiman. Nah, hal itu sudah terjadi sekarang. Bukan karena orangnya semakin kuat, tapi memang virusnya yang berubah.

Tapi, kenapa anggka kejadian COVID-19 di Indonesia semakin meningkat? Iya, karena kita baru mau masif melakukan pemeriksaan di Bulan Maret ini, sehingga kasus-kasus yang sebelumnya belum terungkap akhirnya terungkap. Jangan terkejut jika nanti angka kejadian COVID-19 naik 10 kali lipat setelah rapid test diberlakukan.

Hal ini sebenarnya membawa keuntungan sendiri, dimana kita jadi tau siapa yang positif dan siapa yang negatif. Orang yang positif langsung berobat dan ditangani oleh RS, sedangkan mereka yang pernah kontak dengan pasien positif atau memiliki riwayat perjalanan ke daerah terjangkit langsung melaporkan diri ke Satgas COVID-19 atau Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota-nya.

Jangan panik, angka kasus sedang dan berat yang diketahui untuk Indonesia adalah 0% (ini hampir setiap hari saya lihat), artinya pasien yang dirawat atau terdata memiliki kondisi penyakit yang ringan dan sedang. Persebaran angka kematian akibat COVID-19 ini juga didominasi oleh orang berusia >35 tahun untuk Indonesia dengan angka kematian terbanyak pada usia >65 tahun di dunia. Hal ini menunjukkan apa?

Bisa jadi kita kaum muda hanya memiliki gejala ringan dan sedang, tapi bagaimana dengan mereka yang merupakan orangtua kita, bapak/ibu kos kita, kakek/nenek kita dan lain sebagainya. Apakah kita tega menyebarkan virus ini ke mereka?

Maka dari itu, ayo kita mengisolasi di rumah selama 14 hari, terutama buat kamu yang baru kontak dengan pasien COVID-19 atau riwayat perjalanan dari daerah yang terjangkit COVID-19.

Sekali lagi! bisa saja kamu punya gejala ringan, tetapi kamu tetap membawa penyakit. Selain itu, jaga jarak aman dengan keluarga kamu sejauh 1 meter (minimal) agar dropletnya tidak mengenai orang terdekat kami.

Aku kasih kamu tips untuk kamu melalui badai COVID-19 ini ya, tapi tolong diamalkan!

  • Tinggal di rumah, hindari perjalanan dan kegiatan di tempat umum. Pergilah keluar untuk hal yang benar-benar penting seperti memenuhi kebutuhan hidup primer seperti makan minum. Apabila kamu tinggal di rumah, kamu tidak perlu pakai masker. Kamu bisa minum coklat hangat atau air jerus peras sambil nonton film kesukaan kamu.

  • Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air panas, mempraktikkan kebersihan pernapasan yang baik dan menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang tidak dicuci. Ingat, gak perlu pakai hand sanitizer, bisa pakai sabun biasa aja kok.

    Hand sanitizer itu hanya untuk kamu yg di luar ruangan sehingga tidak memungkinkan untuk mencuci tangan  Centers for Disease Control and Prevention merekomendasikan agar orang sering mencuci tangan dengan sabun dan air selama setidaknya 20 detik, terutama setelah pergi ke toilet atau ketika tangan terlihat kotor, sebelum makan dan setelah meniup hidung, batuk, atau bersin.

  • Penggunaan masker hanya disarankan jika seseorang batuk atau bersin atau ketika seseorang merawat seseorang yang dicurigai infeksi.
  • Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan agar orang yang memiliki gejala batuk dan demam (tanpa sesak napas) tinggal di rumah kecuali untuk mendapatkan pengobatan.

    Pasien harus menghubungi pusat layanan kesehatan sebelum datang dan mengenakan face mask (terutama di tempat umum), menutup batuk. dan bersin dengan tisu, cuci tangan dengan sabun dan air secara teratur dan hindari menggunakan barang-barang rumah tangga pribadi secara bersamaan. Poin ini sangat penting!

World Health Organisation (2020) mengatakan bahwa mereka tidak mengharapkan temuan vaksin SARS-CoV-2 tersedia dalam waktu <18 bulan. Beberapa vaksin sedang dikembangkan menggunakan berbagai pendekatan dengan setidaknya uji coba keamanan fase I dapat dilakukan pada bulan Maret 2020.

Obat dan vaksin COVID-19 sendiri belum ditemukan, zat gizi tertentu sebenarnya tidak spesifik mencegah COVID-19, melainkan memang dia secara umum meningkatkan daya tahan tubuh kita (misalnya vitamin A, C, Zink dan sebagainya)

Jadi, jangan percaya sama berita yang belum tentu benarnya, misalnya obat COVID-19 sudah ditemukan, zat-zat gizi tertentu dapat mencegah kita terkena COVID-19 dan lain sebagainya, dan lain sebagainya jika informasi tersebut bukan langsung dari WHO, CDC dan Kementerian Kesehatan RI.

Jangan panic buying juga, apalagi sampai borong mie instant satu gudang. Iya kamu memang bisa gak kena COVID-19, lama-lama malah kena gangguan pencernaan.

Ayo kita sama-sama ikuti perintah pemerintah kita untuk AYO DI RUMAH, selama wabah COVID-19. Bantu kami dengan cara itu. Tetap tenang di rumah, jangan takut karena akan membuat hormon endophrine kamu turun, sehingga kamu mudah terserang penyakit.

Jangan parnoan juga, sedikit-sedikit flu dibilang kena COVID-19. Kalau kamu butuh bantuan dan konsultasi mengenai kondisi kamu, hubungi call center RS/Puskesmas maupun SATGAS COVID-19 (biasanya dinas kesehatan) di Kabupaten/Kota kamu.

Pesanku untuk tenaga kesehatan. Bekerjalah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seminimal mungkin itu masker dan handcoen kemudian sering-seringlah cuci tangan.

Gunakan baju sehari pakai, jangan langsung memeluk atau bercengkrama bersama keluarga ketika baru pulang berdinas. Upayakan jangan banyak menyentuh benda di rumah baik itu gagang pintu, kulkas dan lain sebagainya. Langsung mandi dan gunakan sabun mandi. Jangan lupa berdo'a, semoga perjuangan kita semua membuahkan kegembiraan untuk bangsa yang tercinta ini.

Oleh: dr. Agustiawan
Ketua Health Education and Promotion (HEP) Indonesia
Tulisan ini disadur dari laporan resmi WHO, CDC dan beberapa sumber terpercaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun