Sebagian besar kasus menghasilkan gejala ringan dan beberapa berkembang menjadi pneumonia (infeksi paru) sampai kegagalan multi-organ. Diare atau gejala pernapasan atas (misalnya bersin, pilek, sakit tenggorokan) lebih jarang terjadi pada pasien COVID-19.
Belum ada obat antivirus khusus untuk COVID-19. Pasien ditangani hanya menggunakan pengobatan pendukung kehidupan, misalnya pasien sesak ditangani sesaknya, pasien demam ditangani demamnya hingga akhirnya virus dapat ditekan oleh imun tubuh.
World Health Organisation dan Chinese National Health Commission telah menerbitkan rekomendasi tatalaksana pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19, beberapa ahli kita juga telah menyusun protokol untuk menangani pasien ini.
Bagian penting dari penanganan wabah COVID-19 adalah mencoba untuk mengurangi puncak epidemi yang dikenal sebagai meratakan kurva epidemi seperti yang pernah kita lihat di video yang banyak tersebar di grup.
Intinya, jangan sampai RS kualahan atau kecapekan menangani lonjakan jumlah pasien COVID-19. Hal ini membantu mengurangi risiko pelayanan kesehatan yang kewalahan dan menyediakan lebih banyak waktu untuk pengembangan vaksin dan pengobatan.4
Angka kematian dan kecacatan secara keseluruhan akibat infeksi belum ditetapkan dengan baik; sementara tingkat fatalitas kasus berubah dari waktu ke waktu dalam wabah saat ini dimana proporsi infeksi yang berkembang menjadi penyakit yang dapat didiagnosis dengan tidak jelas.Â
Penelitian pendahuluan telah menghasilkan angka tingkat kematian kasus antara masih di bawah 10%. Pauline Vetter dalam British Medical Journal (BMJ) mencatat bahwa kematian di luar provinsi Hubei lebih rendah daripada di Hubei.
Hal ini sebelumnya pernah dikatakan oleh Direktur Jendral Pencegahan dan Penanggulan Penyakit Kementerian Kesehatan RI yang sekaligus sebagai Juru Bicara penanganan COVID-19, dimana virus ini telah mengalami perubahan karakteristik.
Hal ini ditemukan/terlihat seperti kasus SARS, flu burung dan flu babi yang awalnya ganas, tapi seiring berjalannya waktu seperti cooling down dan berubah menjadi flu musiman. Nah, hal itu sudah terjadi sekarang. Bukan karena orangnya semakin kuat, tapi memang virusnya yang berubah.
Tapi, kenapa anggka kejadian COVID-19 di Indonesia semakin meningkat? Iya, karena kita baru mau masif melakukan pemeriksaan di Bulan Maret ini, sehingga kasus-kasus yang sebelumnya belum terungkap akhirnya terungkap. Jangan terkejut jika nanti angka kejadian COVID-19 naik 10 kali lipat setelah rapid test diberlakukan.
Hal ini sebenarnya membawa keuntungan sendiri, dimana kita jadi tau siapa yang positif dan siapa yang negatif. Orang yang positif langsung berobat dan ditangani oleh RS, sedangkan mereka yang pernah kontak dengan pasien positif atau memiliki riwayat perjalanan ke daerah terjangkit langsung melaporkan diri ke Satgas COVID-19 atau Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota-nya.