Tentunya kita pernah mendengar beberapa program prioritas pemerintah di bidang kesehatan. Salah satunya adalah kondisi malnutrisi kronik yang kita kenal dengan stunting. Stunting merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon ibu, janin dan bayi termasuk penyakit selama masa bayi.
Stunting tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan tetapi juga oleh berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang diketahui melalui pengukuran panjang atau tinggi badannya.Â
Prevalensi stunting di seluruh dunia pada anak usia <5 tahun berdasarkan data Global Nutrition Report sebesar 23,8% dan Indonesia termasuk dalam 17 negara di antara 117 negara.
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa kejadian stunting (pendek dan sangat pendek) di Indonesia sebanyak 30,8% (11,5% sangat pendek dan 19,3% pendek) dan di tahun 2019 menjadi sekitar 27%, angka ini mengalami penurunan dari tahun 2013 dimana terdapat 37,2% balita stunting (18% sangat pendek dan 19,2% pendek).Â
Tapi, jangan senang dulu! karena target pemerintah seharusnya masih di bawah angka tersebutÂ
Stunting seolah menjadi momok bagi bangsa kita untuk beberapa tahun belakangan ini, kenapa? Karena kita akan mengalami bonus demografi di tahun 2030. Artinya, mereka yang berusia di bawah 5 tahun sekarang ini akan menginjak usia remaja di tahun tersebut serta usia produktif di tahun 2045 ketika Indonesia mencapai usia 100 tahun. Hal ini harus disiasati dengan intervensi yang dapat menekan kejadian stunting. Tapi, apakah tenaga kesehatan berperan 100% dalam penyelesaian masalah stunting?
Intervensi nutrisi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan, tetapi hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% merupakan kontribusi intervensi nutrisi sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih, sanitasi, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya.
4 Intervensi water, sanitatin and hygine (WASH) adalah suatu upaya yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan pada anak usia dini. Sebuah penelitian observasional yang melihat hubungan antara akses air dan sanitasi menemukan bahwa hal tersebut berhubungan kuat dengan prevalensi diare, mortalitas, dan stunting.
Peningkatan kualitas air, sanitasi dan kebersihan/water, sanitatin and hygine (WASH) sebenarnya sudah menjadi perhatian khusus secara global dalam dekade terakhir. Hal ini mengalami kemajuan yang solid dalam indikator WASH dimana hampir 2 miliar orang mendapatkan akses air dan/atau sanitasi yang lebih baik ketika kita masih mengenal Millennium Development Goals (MDGs). Kekurangan akses air bersih saat itu sekitar 700 juta. Sekitar 2,5 miliar orang tidak menggunakan fasilitas sanitasi yang lebih baik, dan di antaranya 1 miliar orang masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS). Salah satu negara yang masih mengalami masalah tersebut adalah Indonesia.
Mekanisme yang menghubungkan WASH yang buruk dengan stunting pada masa kanak-kanak sangatlah kompleks. Hal tersebut mencakup beberapa rute biologis langsung serta rute yang lebih luas atau kurang langsung. Mekanisme biologis adalah mekanisme utama yang dapat diterima sebagai sesuatu yang menghubungkan WASH dan stunting, dan diikuti mekanisme sosial dan ekonomi.
Stunting tidak mungkin dihilangkan tanpa mengatasi faktor penentu yang mendasari gizi buruk bersamaan dengan defisiensi kuantitas dan kualitas asupan gizi bayi dan anak.