Hal ini juga dapat menstimulus anak untuk berpikir logis, kritis, kreatif, dan sistematis terhadap suatu kejadian. Namun, sangat disayangkan kurikulum sekolah masih menuntut anak untuk menghafal teori daripada praktik di lapangan.Â
Alhasil, belajar sains dianggap kurang menyenangkan bagi anak karena tidak dilatih untuk melakukan eksperimen, sehingga kebebasan berpikir anak menjadi terbatas. Padahal, siang hari selepas jam pelajaran di kelas, anak dapat pergi ke perpustakaan, laboratorium, dan sawah untuk melakukan eksplorasi menyenangkan yang dapat mengasah kreativitas, pemecahan masalah, berpikir kritis, dan kolaborasi.
Berangkat dari dunia sains, jiwa peneliti anak akan tumbuh dan tertanam dalam dirinya. Anak yang berjiwa peneliti sejak kecil akan memiliki pemikiran yang visioner.Â
Tujuan menanamkan jiwa peneliti bukanlah mencetak mimpi anak untuk menjadi ilmuwan. Namun, mempersiapkan diri anak agar mampu mencari jalannya sendiri dalam menggapai mimpinya untuk menjadi seorang pemimpin, wirausaha, atau peneliti yang kreatif dan inovatif. Apa jadinya kalau anak tidak memiliki mimpi?Â
Rutinitas sekolah akan menjadi sesuatu yang menuntutnya. Mereka akan berpikir bahwa rutinitas yang dijalaninya semata-mata hanya untuk menyenangkan orangtua dan menjadi pengikut arus yang membawanya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kemeterian Dalam Negeri (2016) mengungkapkan bahwa Indonesia masih harus membangun dunia penelitian. Sejalan dengan data yang diungkap pada Forum Ekonomi Dunia bahwa adanya penurunan peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2016 yang disebabkan rendahnya salah satu indikator penting yaitu inovasi.Â
Selain inovasi, kondisi ini juga diperparah dengan jumlah jurnal di Indonesia masih sangat minim hanya sekitar 0,1% dari total jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, penting adanya penanaman jiwa peneliti sejak dini pada anak agar inovasi dan karyanya terus berkembang.
Peran orangtua dan pengajar di sekolah sangat diperlukan untuk menanamkan jiwa peneliti pada anak. Orangtua atau pengajar dapat melatih keterampilan sains anak dengan 5 tahapan pembelajaran.Â
Pertama, anak-anak diajak mengamati fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita mulai dari hal yang paling sederhana seperti memahami arah mata angin di luar rumah.Â
Kedua, anak-anak diminta untuk mengelompokkan benda-benda sesuai dengan kategorinya atau karakteristiknya. Sebagai contoh, menggolongkan tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh di sekitar lingkungan sekolah sesuai karakteristiknya.Â
Ketiga, anak-anak diarahkan memprediksi berlangsungnya kejadian yang diamati. Misalnya, berapa lama es batu akan mencair dan lilin akan meleleh.Â