Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Umat, Kebijakan Strategis atau Taktis?

13 Maret 2018   08:38 Diperbarui: 13 Maret 2018   09:26 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

22 April 2017 silam,  Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menyelenggarakan Kongres Ekonomi Umat I. Pertemuan ini dinilai tepat dan sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi.

Menerjemahkan definisi Ekonomi Umat, secara empiris penulis belum menemukan definisi yang tepat. Beberapa laman yang memuat berita tentang ekonomi umat, hanya menjelaskan bagaimana inisiatif ini bekerja. Salah satu yang menurut penulis bisa dijadikan acuan adalah statemen dari Riza Damanik -Tenaga Ahli di Kantor Staff Presiden, yang menegaskan bahwa "Inisiatif Ekonomi Umat dimaksudkan untuk memperkuat kemitraan antara pesantren, UMKM, organisasi-organisasi kemasyarakatan dengan menggandeng pihak swasta nasional, BUMN dan Kementerian serta Lembaga, sehingga terjadi kerjasama saling-menguntungkan, meningkatkan skala ekonomi, memperbaiki daya beli masyarakat, serta dapat mengatasi kesenjangan."

Dari paparan diatas, nampak bahwa kebijakan Ekonomi Umat dapat menjadi dua mata pisau yang berbeda dalam implementasinya; Menjadi sebuah kebijakan strategis dimana ujungnya nanti adalah kesejahteraan bagi mereka para penerima program  atau hanya menjadi kebijakan taktis yang semata dijadikan rezim saat ini melakukan negosiasi buying vote menjelang Pemilu 2019.

Ekonomi Umat sebagai Kebijakan Strategis

Bicara tentang ekonomi umat sebenarnya tidak terbatas pada satu agama saja. Ekonomi umat ini bisa masuk ke rana-rana yang lebih dalam dimana salah satu indikator yang digunakan untuk memastikan apakah penerima program memang layak mendapatkan bantuan atau tidak dengan melibatkan lembaga-lembaga keagamaan sebagai sensorutama. 

Di atas itu semua, kemitraan yang dilakukan untuk menjadikan kebijakan Ekonomi Umat ini sangat operasional adalah bagaimana menerjemahkan semangat gotong-royong ke dalam bentuk kegiatan Ekonomi. Harapan idealnya, diharapkan ada sebuah transformasi aktifitas ekonomi, yang tadinya cenderung model dominasi (pemilik modal melakukan penetrasi pasar dan menggandeng masyarakat sebagai underbow-nya, dengan skema dan jenis kegiatan ekonomi yang sifatnya given dari pemilik modal) berubah menjadi  model inovasi (masyarakat mengajukan konsep pemberdayaan ekonomi kepada para pemilik modal, dan pemilik modal meminjamkan/memberikan modalnya dengan beberapa prasyarat yang harus disiapkan oleh pengusung konsep).

Operasionalisasi Ekonomi Umat ini akan menarik jika pada ujungnya nanti, yang diharapkan terjadi nanti adalah (1) Timbulnya hubungan saling menguntungkan antar golongan umat (Islam) dan hubungan ini mengarah pada hal yang konstruktif, tidak destruktif (2) Munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi baru yang dapat menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan baru, dimana kegiatan ekonomi komunitas akan terbentuk dengan tidak mengandalkan supply yang selama ini ada. Umat (Islam) bukan hanya menjadi konsumen, tapi bertindak juga sebagai pengelola dan pemilik dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi. Hal ini kemudian diharapkan dapat menjadi inspirasi bahwasannya pembangunan ekonomi umat tidak sebatas untuk membangun ekonomi semata melainkan juga untuk memperkuat persaudaraan  diantara Umat (Islam).

Secara kasat mata, beberapa kegiatan ekonomi yang telah dihasilkan dalam rangka mengoperasionalkan Ekonomi Umat ini diantaranya kegiatan kemitraan usaha  yang telah dihasilkan di antaranya meliputi pengembangan usaha SPBU mini, retail, sengon, tembakau, kacang, karet, domba, Desa Makmur Peduli Api (DMPA) serta penguatan sumberdaya manusia dibidang otomotif. Berdasarkan data dari laman KSP, enam bulan sejak Kongres Ekonomi Umat I diselenggarakan  (April 2017) telah lahir inisiatif model kemitraan dengan melibatkan 11 pelaku usaha skala nasional, 181 pondok pesantren, 1.177 UMKM, 83 koperasi, dan 24 SMK. Saat ini mungkin sudah lebih banyak.

Kedepan, akan menjadi satu tantangan tersendiri untuk menyusun sebuah konsep implementasi kegiatan terintegrasi yang mampu mengakses ke seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang suku-golongan-agama dengan menggunakan pendekatan informal yang memberdayakan lembaga-lembaga umat terlibat langsung dalam penyaluran bantuan. Ini baru bicara satu komponen, belum komponen pengawasannya seperti apa? 

Penyusunan kriteria para penerima program, bentuk program tersebut dana bergulir atau pinjaman lunak? Bagaimana pola pembinaan yang nanti akan dilakukan? Sejauh mana pemerintah akan terlibat? Sejauh mana private sektor bisa terlibat? Sejauhmana kemungkinan publik untuk memberikan respon akan kegiatan dan sebagainya. Ini yang mungkin harus segera dilakukan oleh pemerintah; melakukan sindikasi pemetaan, kontrolling dengan indikator-indikator yang bisa memastikan bahwa kegiatan ini tidak hanya bersifat taktis. 

Ekonomi Umat sebagai Kebijakan Taktis

Ditengah posisi perekonomian dunia yang mengalami stagnan, dan kebutuhan untuk mendapatkan kepastian keberpihakan dukungan, maka tidak salah jika penulis agak apriori pada kebijakan ini. Bagaimana tidak? Setiap akan dilangsungkannya ajang demokrasi terbesar di negeri ini, Umat Islam selalu menjadi target utama dari para politisi guna meraup dukungan suara. Suara Umat Islam dianggap mampu mendongkrak elektabilitas para calor Presiden yang akan bertarung di Pemilu 2019. 

Tak terkecuali Petahana saat ini, Presiden Jokowi. Sikap pesimis penulis atas kebijakan Ekonomi Umat akan dapat bertahan dan menjadi sebuah kebijakan strategis pun semakin besar, karena selama satu bulan terakhir ini, Petahana kerap melakukan kegiatan seremonial yang ujung-ujungnya mengeksploitasi relasi antara Petahana dengan Umat Islam. 

Ini bisa jadi akan menyesatkan. Dan ujung-ujungnya, jika kebijakan Ekonomi Umat menjadi jargon yang 'dijual' untuk mendapatkan dukungan dari Umat Islam, maka pertanyaannya, apakah Umat Islam sedemikian bodohnya hingga mau begitu saja memberikan dukungannya tanpa ada imbal balik kebijakan yang jelas bagi Umat Islam?

Ada baiknya, pemerintah mulai melakukan intropeksi sebelum menggelontorkan dana sedemikian besar untuk kegiatan-kegiatan yang pada akhirnya nanti tidak bersifat sustain (berkelanjutan). Pola-pola sinterklas dalam mengoperasionalkan kebijakan Ekonomi Umat harus dirubah menjadi lebih terukur, dinamis dan mampu menjawab perkembangan jaman. 

Secara taktis, kebijakan Ekonomi Umat harus benar-benar didesain sedemikian rupa layaknya dalam mendesain sebuah kebijakan jangka panjang. Para penerima dampak dari kebijakan Ekonomi Umat harus diseleksi betul kelayakannya untuk mendapatkan program. Demikian juga lembaga yang menjadi penjaminnya; harus ada otentifikasi atas catatan panjang keterlibatan lembaga-lembaga ini dalam kebijakan-kebijakan sejenis. Alih-alih mendapatkan dukungan, bisa-bisa yang terjadi nantinya adalah dana macet atau bahkan bantuan yang diserahterimakan hilang begitu saja tanpa ada kejelasan. 

Hemat penulis, dua mata pisau yang ada pada Kebijakan Ekonomi Umat ini harus benar-benar diuji dan dianalisis resikonya. Tidak hanya sebatas memberikan bantuan secara simbolis lalu kemudian mendapatkan pencitraan di media, tetapi kopong dalam pelaksanaan. Belum terlambat sebenarnya untuk melakukan ini semua. Jalan panjang menuju kesejahteraan ekonomi memang terjal, tapi itu bukan tidak mungkin. Dan (Pemerintah) Indonesia harus bisa melakukannya. Semoga.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun