Mohon tunggu...
Agustanto Imam Suprayoghie
Agustanto Imam Suprayoghie Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan Komunikasi di Republik Ini

berusaha mendisiplinkan diri, dengan menjadi diri sendiri, bersikap lebih baik, selalu memandang bahwa tidak ada sebuah kelebihan tanpa kekurangan, dan tidak ada kesempurnaan tanpa kesalahan, masa depan adalah tantangan, dan itu harus ditaklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Umat, Kebijakan Strategis atau Taktis?

13 Maret 2018   08:38 Diperbarui: 13 Maret 2018   09:26 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah posisi perekonomian dunia yang mengalami stagnan, dan kebutuhan untuk mendapatkan kepastian keberpihakan dukungan, maka tidak salah jika penulis agak apriori pada kebijakan ini. Bagaimana tidak? Setiap akan dilangsungkannya ajang demokrasi terbesar di negeri ini, Umat Islam selalu menjadi target utama dari para politisi guna meraup dukungan suara. Suara Umat Islam dianggap mampu mendongkrak elektabilitas para calor Presiden yang akan bertarung di Pemilu 2019. 

Tak terkecuali Petahana saat ini, Presiden Jokowi. Sikap pesimis penulis atas kebijakan Ekonomi Umat akan dapat bertahan dan menjadi sebuah kebijakan strategis pun semakin besar, karena selama satu bulan terakhir ini, Petahana kerap melakukan kegiatan seremonial yang ujung-ujungnya mengeksploitasi relasi antara Petahana dengan Umat Islam. 

Ini bisa jadi akan menyesatkan. Dan ujung-ujungnya, jika kebijakan Ekonomi Umat menjadi jargon yang 'dijual' untuk mendapatkan dukungan dari Umat Islam, maka pertanyaannya, apakah Umat Islam sedemikian bodohnya hingga mau begitu saja memberikan dukungannya tanpa ada imbal balik kebijakan yang jelas bagi Umat Islam?

Ada baiknya, pemerintah mulai melakukan intropeksi sebelum menggelontorkan dana sedemikian besar untuk kegiatan-kegiatan yang pada akhirnya nanti tidak bersifat sustain (berkelanjutan). Pola-pola sinterklas dalam mengoperasionalkan kebijakan Ekonomi Umat harus dirubah menjadi lebih terukur, dinamis dan mampu menjawab perkembangan jaman. 

Secara taktis, kebijakan Ekonomi Umat harus benar-benar didesain sedemikian rupa layaknya dalam mendesain sebuah kebijakan jangka panjang. Para penerima dampak dari kebijakan Ekonomi Umat harus diseleksi betul kelayakannya untuk mendapatkan program. Demikian juga lembaga yang menjadi penjaminnya; harus ada otentifikasi atas catatan panjang keterlibatan lembaga-lembaga ini dalam kebijakan-kebijakan sejenis. Alih-alih mendapatkan dukungan, bisa-bisa yang terjadi nantinya adalah dana macet atau bahkan bantuan yang diserahterimakan hilang begitu saja tanpa ada kejelasan. 

Hemat penulis, dua mata pisau yang ada pada Kebijakan Ekonomi Umat ini harus benar-benar diuji dan dianalisis resikonya. Tidak hanya sebatas memberikan bantuan secara simbolis lalu kemudian mendapatkan pencitraan di media, tetapi kopong dalam pelaksanaan. Belum terlambat sebenarnya untuk melakukan ini semua. Jalan panjang menuju kesejahteraan ekonomi memang terjal, tapi itu bukan tidak mungkin. Dan (Pemerintah) Indonesia harus bisa melakukannya. Semoga.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun