Lokakarya dengan topik Komunitas Belajar dan Disiplin Positif.
Tahun 2024 merupakan tahun ke 2 pelaksanaan kegiatan Program Sekolah Penggerak (PSP) Angkatan 3. Mengawali kegiatan tahun ini, kami mengikuti kegiatan RefleksiKegiatan refleksi yang dilaksanakan via daring dipandu langsung oleh Fasilitator kami, Bapak Suardi, S.Pd.,M.Pd. Beliau memandu kegiatan selama 3 (tiga) jam, yaitu mulai pukul 14.00 -- 17.00 WITA. Setelah membuka kegiatan, beliau tidak lupa menyampaikan tujuan kegiatan refleksi kali ini, yaitu peserta dapat mengetahui cara melaksanakan aksi nyata tentang komunitas belajar dan disiplin positif, melaksanakan refleksi, dan peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut.
Beberapa menit kemudian, beliau memulai sesi diskusi refleksi dengan meminta peserta menyampaikan sejauhmana implementasi komunitas belajar dan disiplin positif oleh Sekolah Penggerak dalam wilayah Kota Palopo dan Luwu.
Kami tergabung diwilayah tersebut, diantaranya SMPN 3 Palopo, SMPN 11 Palopo, SMPN 12 Palopo, SMPN 1 Bastem Kab. Luwu, menyampaikan penerapan komunitas belajar dan disiplin positif secara bergantian. Kami menyampaikan apa-apa yang dilaksanakan dalam komunitas belajar dan penerapan disiplin positif, kendala, dan rencana aksi selanjutnya.
Kami menyampaikan bahwa pengimbasan tentang komunitas belajar dan disiplin positif pelaksanaannya masih sebatas di internal sekolah. Kami banyak memberikan penguatan di sekolah masing-masing. "Kalau interen sekolah kami kuat, selanjutnya kami akan mengimbaskannya ke sekolah lain" ungkap peserta refleksi. Pak Fasilitator juga menegaskan seperti itu "pengimbasan sangat penting dilaksanakan di internal dulu. Kalau internal sudah kuat maka perlu mengimbaskan ke luar".
Fasilitator kami, Pak Suardi lanjut menyampaikan bahwa Komunitas Belajar (Kombel) merupakan wadah menciptakan budaya akademik di sekolah. Kombel perlu dikuatkan di sekolah. Kombel mengajarkan kita saling berkolaborasi, belajar, dan berbagi. "Bagaimana siswa mau berkolaborasi kalau gurunya tidak berkolaborasi". Untuk memaksimalkan pelaksanaan kombel di sekolah Kepala Sekolah perlu memberi dukungan maksimal. Kombel perlu dilaksanakan dengan penuh rasa kekeluargaan dan perlu memegang prisip sipakatau (saling menghormati), sipakalebbi (saling menghargai), dan sipakainge (saling mengingatkan).
Selain membahas kegiatan komunitas belajar, kami juga banyak berdiskusi tentang materi disiplin positif. Topik ini merupakan topik utama pembahasan kami di kegiatan refleksi daring kali ini.
Banyak ide, gagasan, dan argumentasi dari peserta refleksi ketika membahas materi disiplin positif. Materi ini sangat menarik didiskusikan. Sampai-sampai, tidak terasa kami sudah melewati waktu yang telah ditentukan yaitu pukul 17.00 wita.
Dalam materi disiplin positif, kami banyak membahas kesepakatan/keyakinan kelas dan satuan pendidikan. Kesepakatan kelas dirumuskan oleh peserta didik dan difasilitasi oleh pendidik di sekolah masing-masing. Demikian juga, kesepakatan satuan pendidikan dirumuskan oleh warga sekolah. Kesepakatan tersebut diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik yaitu karakter pelajar pancasila.
Ada juga hal yang menarik ketika membahas penerapan disiplin positif di sekolah. Masih ada yang beranggapan bahwa disiplin positif dapat dilaksanakan dengan iming-iming hadiah, pujian, dan sanksi atau dapat dikendalikan oleh faktor ekternal.
Disiplin positif menurut Irfan Amali, adalah disiplin yang dikendalikan karena kasadaran internal seseorang. Disiplin positif adalah disiplin yang dijalankan bukan karena sanksi, hukuman, iming-iming hadiah, dan pengawasan. Tetapi disiplin positif dikendalikan oleh kesadaran internal tentang adanya konsekuensi logis dari setiap tindakan. Disiplin positif bukan fokus pada perilaku tetapi fokus pada akar pembentuk perilaku, yaitu keyakinan karakter.
Beberapa contoh penerapan disiplin positif yang diungkpakan peserta refleksi dengan menggunakan pendekatan konsekuensi logis. Misalnya: ketika peserta didik merusak sarana sekolah, maka yang bersangkutan sebaiknya memperbaiki. Hal ini logis. Jangan diberikan sanksi, hukuman yang tidak ada hubungannya dengan perilakunya, seperti mencuci wc, menulis kalimat memojokkan dalam jumalah banyak. Hal ini tidak nyambung dengan perilaku dan tindakan yang diberikan dan juga tidak logis.
Contoh lain penerapan konsekuensi logis dalam mendisiplinkan peserta didik adalah pengurangan hak. Sebagai contoh; Jika ada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas, maka jatah waktu istirahatnya dikurangi untuk mengerjakan tugas. Mengerjakan tugas adalah wajib, beristirahat adalah hak peserta didik. Semuanya contoh tersebut logis atau menggunakan cara-cara yang logis perilaku dan tindakan.
Kegiatan refleksi kali ini sangat memantik kami agar terus belajar, berbagi, dan berkolaborasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H