Tidak lama setelahnya, setelah menunggu akhirnya dipanggil untuk mendapat hasil dari cek lab darah, sesuai permintaan dokter, saya bawa kembali ke dokter yang bertugas, dibaca hasilnya, 2 hal jadi perhatian dokter, hematokrit (kekentalan darah) nilainya 50.7 (acuan normal di lembar hasil lab) 40-52 dan trombosit 119 (acuan normal tidak ingat), dari hasil cek darah tersebut, dokter menjelaskan, bahwa saya terkena DB, trombosit masih diatas 100, tapi hematokrit sudah mengkhawatirkan di atas 50.
Dokter menyarankan, bukan menyarankan sih lebih tepatnya memaksa saya untuk di opname di RS, saya shock, kaget tidak siap dengan yang dikatakan dokter karena saya merasa kondisi saya sudah baikan. Saya coba negosiasi menawar, jika malam ini saya pulang dulu, lalu besok pagi datang lagi, opnamenya besok pagi, oleh dokter tidak diperkenankan.
Bahkan jika saya menolak untuk opname malam itu, dan memaksa pulang, maka saya diminta menandatangani surat penolakan opname, ini membuat saya jadi berpikir ulang. Kata-kata dokter, yang akhirnya membuat saya mau diopname malam itu juga adalah, 'Bapak ini DB, Bapak sadar resiko ya!' sambil menjelaskan bahwa memang trombosit turun otomatis hematokrit naik, yang menyebabkan bisa menjadi fatal dan tidak survive adalah ketika darah terlanjur mengental melebihi ambang.
Akhirnya saya menerima bahwa saya harus menginap di RS malam itu juga, dan sebagai persiapan opname, diminta segera tiduran di bed yang ada IGD, tangan kanan dipasangi gelang pasien, karena saya mengeluh sakit kepala, maka selain nama dan tanggal lahir, diberi juga tanda warna kuning, dengan tulisan 'fall risk', tangan kiri dipasangi jarum selang infuse, selanjutnya cairan infuse mengalir memasuki vena saya lewat situ, 2 (dua) kantong infuse pertama, dialirkan kedalam pembuluh vena saya dengan tetes yang sangat cepat, selanjutnya setelah 2 kantong itu, kantong infuse ke-3, disetel 20-30 tetes per menit selanjutnya tetap disarankan untuk minum sebanyak-banyaknya.
Selama Opname, istirahat di RS
selama opname di kamar rumah sakit, memang benar, kondisi kita sebagai pasien, rutin dipantau dengan seksama, secara berkala akan di cek suhu tubuh, dan tekanan darah, dan sebagai pasien karena sakit DBD, maka pada sepanjang masa kritis, pagi dan sore diambil darahnya untuk di cek di periksa di lab. Dari yang saya amati, sebagai pasien karena DBD, selain infuse yang dialirkan masuk pembuluh vena, TIDAK ADA obat khusus yang diberikan untuk mengatasi DBD, (mohon dikoreksi bila salah- ini berdasar pengalaman sebagai pasien DBD), ketika saya mengeluh sakit kepala, maka pil Sistenol yang diberikan untuk diminum (diuntal ) untuk meredakan sakit kepala, dan perawat selalu menyarankan minum sebanyak-banyaknya. (terbukti memang DBD, tidak ada vaksin, atau obatnya)
Selama istirahat dirawat di kamar RS, mungkin seperti pasien DBD yang lain, oleh keluarga, dibuatkan juice jambu, bahkan hari ke-2 di RS, mungkin 1 1/2 liter juice jambu diminum sehari itu, belum lagi air rebusan daun ubi jalar atau lung.., tetapi yang jelas selama istirahat di RS, sehari memaksa diri bisa habiskan 2 1/2 - 3 liter air saya minum, dengan konsekwensi jadi sering kebelet pipis, tentu kalau sudah kebelet ya harus dipipiskan, (nah ini repotnya harus pipis di kamar mandi dengan membawa kantong infuse.)
setelah lewat masa kritis, pengambilan darah untuk di cek di lab. hanya pagi hari saja, itulah rutinitas yang dijalani selama dirawat karena DBD, sekali lagi  sepanjang pengalaman dirawat, TIDAK ADA obat yang diberikan untuk mengatasi DBD, (mohon dikoreksi bila salah-ini berdasar pengalaman sebagai pasien DBD), hanya istirahat total, cairan infuse, banyak minum, dan nilai trombosit/hematokrit yang terpantau rutin tiap hari.
Hari ke-5, dari hasil lab. cek darah pagi hari, diperoleh hasil menggembirakan, hematokrit di angka 43 (acuan nilai normal 40-52) dan angka trombosit 150 lebih, saya minta ijin dokter untuk diperbolehkan pulang, dan meneruskan istirahat di rumah sementara waktu.
Syukur Alhamdulillah, melihat hasil lab dari cek darah, hari ke-5 sore hari, diijinkan pulang untuk masih istirahat di rumah
mengalami sendiri menjadi pasien DBD, membuka penyadaran lain tentang DBD, dengan sharing pengalaman ini, saya membagi pengalaman ini untuk teman-teman, untuk sama-sama mencegah supaya tidak terkena DBD, kalau pun jika tak dapat menghindar karena terkena virus Dengue, menjadi lebih siap.