Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kementerian Agama, Tantangan Global Abad-21 dan "Useless Class Citizen"

25 Maret 2019   08:46 Diperbarui: 25 Maret 2019   11:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Kompas.com

Namun, pada abad ke-21 ini, mulai banyak digunakan artificial intelligence yang berbasis algoritma dan big data untuk menjalankan banyak kegiatan ekonomi. Teknologi yang semula hanya bersifat membantu, kemudian berkembang dan mengambil alih pekerjaan manusia. Ini disebabkan algoritma yang ditanamkan ke dalam produk teknologi mempunyai kecerdasan melebihi manusia. Selain itu, juga memiliki kecepatan, ketepatan dan kekuatan yang jauh di atas manusia. 

Ini menimbulkan pertanyaan paling penting dalam ekonomi abad ke-21: Apa yang harus dilakukan terhadap semua orang yang tidak berguna karena tidak ada pekerjaan buat mereka, sebagai akibat mesin algoritma yang sangat cerdas dapat melakukan hampir semua hal secara lebih baik dibanding manusia?

Sebenarnya, ini bukan pertanyaan yang sepenuhnya baru. Orang-orang telah lama khawatir bahwa mekanisasi dapat menyebabkan pengangguran massal. Sebelumnya semua orang yakin dengan siklus bahwa ketika profesi lama menjadi usang dan tidak laku, profesi baru muncul. Selalu ada sesuatu yang bisa dilakukan manusia secara lebih baik dibanding mesin. Namun, ini bukan hukum alam yang serba pasti. Tidak ada yang menjaminnya bahwa siklus tersebut akan terus seperti itu di masa depan. Gagasan bahwa manusia akan selalu memiliki kemampuan unik di luar jangkauan algoritma hanyalah angan-angan mimpi. Jawaban ilmiah terkini untuk mimpi ini dapat diringkas dalam tiga prinsip sederhana:

1. Organisme adalah algoritma. Setiap hewan - termasuk Homo sapiens - adalah kumpulan algoritma organik yang dibentuk oleh seleksi alam selama jutaan tahun evolusi.

2. Perhitungan algoritma tidak dipengaruhi oleh bahan-bahan dari mana penghitung atau kalkulator dibuat. Tidak peduli apakah sempoa dibuat dari kayu, besi atau plastik, dua manik-manik ditambah dua manik-manik ketemunya akan tetap sama, yaitu empat manik-manik.

3. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa algoritma organik dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat ditiru oleh algoritma non-organik. Selama kalkulasi tetap valid, maka tidak ada bedanya apakah algoritme terbuat dari karbon atau silikon.

Benar, saat ini masih ada banyak hal yang dilakukan algoritma organik lebih baik dibanding non-organik, dan para ahli telah berulang kali menyatakan bahwa beberapa hal akan "selamanya" tetap berada di luar jangkauan algoritma non-organik. Artinya, pekerjaan tersebut hanya bisa dilakukan oleh manusia si algoritma organik.

Namun, ternyata kata "selamanya" sering berarti tidak lebih dari satu atau dua dekade saja. Sebagai contoh, sampai beberapa waktu yang lalu, proses pengenalan wajah yang dilakukan seorang bayi lebih akurat dibanding dengan komputer yang paling canggih saat itu. Akan tetapi, saat ini aplikasi program pengenalan wajah yang tertanam di hand phone mampu mengidentifikasi wajah secara jauh lebih efisien dan cepat dibanding manusia.

Pada tahun 2004, profesor Frank Levy dari MIT dan profesor Richard Murnane dari Harvard menerbitkan penelitian tentang pasar kerja, membuat daftar profesi yang paling mungkin diotomatisasi. Pengemudi truk diberikan sebagai contoh pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan otomatisasi di masa mendatang. Faktanya, hanya 10 tahun kemudian, Google dan Tesla tidak hanya menyangkal penelitian tersebut, tetapi mampu mewujudkannya dengan mencipta kendaraan otomatis, tanpa sopir.

Bahkan, seiring berjalannya waktu, menjadi lebih mudah untuk menggantikan manusia dengan algoritma komputer, bukan hanya karena algoritma semakin pintar, tetapi juga karena manusia menspesialisasi diri sendiri. Pada jaman purba, para pemburu dan pengumpul kuno menguasai berbagai keterampilan yang sangat besar untuk bertahan hidup, itulah sebabnya akan sangat sulit untuk merancang sebuah robot sebagai seorang pemburu dan pengumpul. 

Robot semacam itu harus tahu cara menyiapkan mata tombak dari batu, menemukan jamur yang dapat dimakan di hutan, melacak binatang buruan, mengoordinasikan muatan dengan selusin pemburu lain dan menggunakan tanaman obat untuk membalut luka. Sulit untuk mewujudkan alogritma robot dengan berbagai macam keahlian tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun