Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persepsi Kita adalah Realitas Kita

31 Desember 2018   13:26 Diperbarui: 31 Desember 2018   14:13 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.oncnursingnews.com

Berikut adalah cerita yang pernah saya dengar.

Suatu ketika ada seseorang yang sedang berjalan di jalan setapak. Dilihatnya seekor ular kobra yang besar berjarak hanya tiga langkah di depannya. Si ular menegakkan hampir separo badannya, berdesis siap menyerang siapa saja yang dianggap akan mengganggu. Orang itu sangat kaget dan ketakutan. Secepat kilat balik arah dan lari sekencang mungkin. Dia menganggap atau berpersepsi bahwa ular kobra yang mematikan tersebut akan menyerang dan mengejarnya. Untuk itulah dia lari sekencang mungkin menghndar.

Ada orang kedua yang mengalami hal yang sama. Namun, begitu dilihatnya ular kobra yang yang menjulurkan kepalanya siap menyerang, maka alih-alih berbalik dan lari, dia hanya mundur selangkah dan berdiam di tempat. Ditunggunya sesaat hingga ular kobra tersebut merunduk dan pergi. Setelah itu dia melanjutkan perjalannya kembali. Orang ini berpersepsi bahwa ular kobra memang berbahaya, tapi tidak akan menyerang apabila tidak diganggu. Bahkan ular akan selalu menghindar bila mencium sesuatu yang mengancam, dalam hal ini manusia.

Ada lagi orang ketiga mengalami hal yang sama. Begitu dilihatnya ular kobra besar di depannya, dia berteriak senang. Sesaat kemudian, dengan peralatan seadanya, dia bergerak cepat untuk menangkap ular tersebut. Dalam bayangannya ular kobra besar tersebut adalah barang berharga yang bisa diuangkan. Dia tahu persis bagaimana cara menghadapi dan menangkap ular berbahaya tersebut.

Dari ketiga orang tersebut, masing masing memiliki persepsi dan kemudian bereaksi secara berbeda terhadap sesuatu kejadian yang sama. Masing-masing memandang bahwa persepsinyalah yang benar dan nyata.

Persepsi adalah Realitas

Kita semua telah mendengar, betapa pemikiran positif dapat membuat perasaan menjadi lebih baik. Tapi kenapa bisa? Itu hanya sebuah persepsi dan bukan sebuah konsep yang 'nyata'. Memang, pemikiran positif bisa membuat kita merasa lebih baik, tapi sebagai manusia kita malah sering memilih keadaan yang sedang dirasa, yang membuat kita merasa terpuruk. Seolah-olah itu sesuatu yang nyata yang harus diterima tanpa bisa ditolak.

Apakah perasaan bahagia atau sedih adalah realitas? Atau mereka hanyalah produk imaginer dari persepsi kita? Dan hanya persepsi kitalah yang nyata? Bagaimana persepsi bekerja dengan kehidupan kita sehari-hari?

Tanpa bisa dipungkiri, persepsi telah memberi kontribusi yang besar tentang cara memandang sekaligus mempengaruhi kehidupan kita. Persepsi dapat memberi dampak positif atau negatif atas situasi yang sedang kita hadapi, tergantung bagaimana kita bereaksi dan menyikapinya.

Sebagai manusia, kita tentunya akan selalu mencari kebahagiaan dan kesehatan dalam hidup ini, dimana kita percaya bahwa kedua hal tersebut adalah dasar bagi sebuah kehidupan mapan yang sukses. Ada penelitihan ilmiah yang mendasari hal tersebut.

Memang benar bahwa orang yang lebih bahagia akan hidup lebih lama. Mereka juga cenderung menjadi lebih sehat dan lebih sukses dalam hidup. Bagi orang-orang ini, persepsi adalah sesuatu yang nyata karena pandangan dan pemikiran positif telah berkontribusi pada kebahagiaan, kesehatan dan harapan hidup lebih panjang.

Persepsi Positif Meningkatkan Kebahagiaan dan Harapan Hidup

Jika kita dapat belajar bagaimana cara menekan pikiran negatif dan menggantinya dengan yang positif, kita akan mampu meningkatkan peluang kita pada kebahagiaan hidup. Contohnya adalah penelitian yang dilakukan ilmuwan tentang perilaku manusia.  Penelitian tersebut membuktikan bahwa hanya dengan memvisualisasikan sesuatu secara positif dapat mengubah kondisi pikiran menjadi lebih baik.

Pada Maret 2016, peneliti dari Kings College, London, menguji lebih dari 100 orang yang didiagnosis terkena gangguan kecemasan atau mudah merasa cemas. Temuan mereka dikompilasi ke dalam Journal of Behavior Research and Therapy.

Mula-mula para peneliti meminta satu kelompok penderita menggunakan imajinasinya untuk memvisualisasikan dan fokus pada hal-hal yang lebih positif terhadap tiga persoalan yang membuat mereka kawatir. Para peneliti juga meminta kelompok lain untuk memikirkan skenario yang sama, hanya memikirkan hal-hal positif secara verbal. Kelompok terakhir diminta segera memvisualisasikan gambaran positif pada saat mereka mulai merasa khawatir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kelompok yang berfokus pada gambaran atau visual positif, apakah itu terkait dengan kekhawatiran tertentu ataupun tidak, dilaporkan mengalami tingkat kebahagiaan yang lebih. Mereka juga lebih tenang karena tingkat kecemasan turun secara signifikan.

Jadi, ketika mempertanyakan apakah persepsi adalah realitas, maka penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memvisualisasikan sesuatu secara positif dapat memicu perubahan perilaku menjadi lebih baik. Ketika orang merasa bahagia, dia cenderung merasa percaya diri, optimis dan energik.  Orang lain akan memandannya sebagai orang yang menyenangkan dan mudah bergaul. Itulah realitas dari orang dengan persepsi positifnya.

Namun, pertanyaan selanjutnya adalah bangaiman mengukur kebahagiaan itu sendiri? Apakah uang bisa membuat membuat kita bahagia? Bisa jadi hanya membuat senang, tapi belum membuat sepenuhnya bahagia. Bagaimana cara mengukur jumlah uang yang kita miliki atau kesuksesan yang kita raih terhadap besar tingkat kebahagiaan yang kita rasa? Semua pertanyaan ini sejatinya berhubungan dengan bagaimana persepsi dapat berpengaruh lebih selain dari sekadar berjuang untuk meraih kebahagiaan.

Pikiran dan perasaan positif, selain membuat orang bahagia juga mempu  meningkatkan harapan hidup lebih lama.

Penutup

Maka dari itu, latihlah diri kita untuk terus berpikiran positif dan membuat gambaran positif dalam pikran kita terhadap segala realita kehidupan yang sedang dijalani dan dirasakan, baik yang menyedihkan, mencemaskan, menakutkan ataupun menyenangkan. Hal ini dikarenakan apa yang disebut dengan realitas kehidupan yang kita rasakan sejatinya tidaklah benar-benar nyata. Itu hanyalah produk imaginer dari persepsi kita sendiri. Yang benar-benar nyata adalah persepsi kita terhadap segala hal yang terjadi di luar kita.

Marilah, pada tahun baru 2019 ini, kita isi dengan persepsi baru yang selalu positif. Agar harapan hidup lebih lama dan rasa bahagia selalu menggelayuti. Sekian.

Sumber : Psychology Today

Artikel lainnya

Facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun