Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seandainya Akhlak Menjadi Syarat Utama Berpoligami

17 Desember 2018   17:40 Diperbarui: 17 Desember 2018   17:55 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu bagaimana cara mengetahui bahwa seorang suami sudah mempunyai akhlak yang baik? Pada jaman nabi-nabi terdahulu, praktek poligami yang dilakukan bukan atas dasar nafsu. Nabi dengan akhlak mulianya melakukan poligami semata-mata demi dakwah agama dan untuk mengangkat harkat dan martabat para wanita janda yang dinikahinya. Dan yang pasti, nabi berpoligami tanpa menyakiti hati istrinya.

Sementara untuk jaman sekarang sangat sulit mendapati manusia yang akhlaknya seperti nabi. Namun tentunya ada juga manusia yang mempunyai ahklak baik di bumi ini, meski tingkatannya masih jauh di bawah akhlak nabi. Salah satu ciri orang atau suami berakhlak adalah dia sangat menyayangi keluarganya, sehingga tidak akan menyakiti perasaan istri dan anak-anaknya. Suami yang berahkak baik tidak akan melakukan poligami karena hal tersebut akan menimbulkan ketidakadilan dan perasaan tersakiti istri dan anak-anaknya.

Jadi, apabila syarat ahklak yang baik menjadi dasar seseorang untuk boleh berpoligami, maka seharusnya praktek poligami menjadi akan sangat jarang terjadi di jaman sekarang ini. Hal ini karena seorang suami yang semakin tinggi akhlaknya akan semakin mencintai keluarganya, sehingga akan semakin membuatnya menjauh dari godaan poligami. Dia tidak akan mungkin mungkin menyakiti hati keluarganya dengan melakukan kawin lagi.

*****

Pertanyaan selanjutnya, apakah mungkin terjadi praktek poligami tanpa menyakiti orang lain, terutama istri dan anak-anaknya? Meskipun sangat kecil, tapi kemungkinan bisa saja terjadi. Salah satunya bila permintaan poligami itu datang dari istri dan anak-anaknya sendiri, yang dengan sukarela, bahkan memohon kepada suami/ayahnya untuk mengambil perempuan lain sebagai istrinya.

Seorang suami yang berahkalak baik tentu tidak serta-merta menerima permintaan tersebut. Dia akan berusaha keras menolaknya, karena akhlaknya memang membawanya kepada rasa syukur yang besar hanya dengan satu istri. Akhlaknya seperti sudah memberi 'warning' bahwa tindakan poligami akan menimbulkan ketidakadilan bagi anak istrinya kelak. Maka, dengan akhlaknya yang baik akan dicarinya solusi lain dalam membantu harkat perempuan tersebut tanpa harus menikahinya.

Alasan lain mengapa poligami tidak perlu dilakukan di era sekarang ini, karena secara statistik kependudukan, jumlah laki-laki di seluruh muka bumi dan di Indonesia lebih banyak dibanding jumlah perempuan. Menentang praktek poligami berarti memberi kesempatan laki-laki lain untuk mendapat jodohnya. (Sumber 1 dan 2)

Jadi, selain jumlah kaum laki-laki yang lebih banyak, sejatinya kalau akhlak baik menjadi dasar untuk memutuskan berpoligami atau tidak, maka seseorang tidak akan setuju dengan praktik poligami. Orang berakhlak akan lebih memilih setia dengan satu istri. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun