Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Grace PSI, Pendobrak Area Sakral dan Tabu

25 November 2018   08:30 Diperbarui: 25 November 2018   09:24 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi PSI, kuantitas pendukung sepertinya belum menjadi prioritas, tapi kualitas pendukung yang memahami dan sejalan dengan platform partai adalah yang utama. Kelihatan sekali bahwa mereka sengaja membuat segmentasi pasar, dengan menyasar pemilih yang tidak menginginkan perda berbasis agama yang menimbulkan intoleransi dan diskriminasi. 

Berapapun jumlah suara yang bisa diraih melalui pemilu, maka itu adalah modal kekuatan bagi Grace dan kawan-kawan untuk terus bersikap dan berjuang demi toleransi dan kedamaian negeri.

*****

Sejujurnya, penulis juga mendukung sikap PSI tersebut. Hal ini disebabkan, masyarakat Indonesia yang majemuk dan beraneka ragam, baik suku, budaya, ras dan agama, akan sangat rentan perpecahan bila dikotak-kotakan. Munculnya 'perda syariah' di daerah mayoritas muslim, yang kemuadian disusul 'perda injil' di daerah mayoritas Kristen, akan semakin mengkotak-kotakan wilayah NKRI.

Terhembusnya issue intoleransi dan diskriminasi terhadap penduduk minoritas akibat 'perda syariah', berpotensi dibalas dengan hal yang sama di daerah yang ber'perda injil'. Kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka Indonesia akan semakin terkotak-kotak dan semakin sulit untuk dijaga keutuhannya.

 Maka dari itu, biarlah peraturan agama yang berdasar kitab suci mengatur masalah etika dan moral bagi masing-masing pemeluknya. Sementara itu, peraturan publik, seperti perda yang mengatur masyarakat luas yang majemuk, mengacu pada nilai-nilai humanisme universal dengan tetap mengakomodir nilai agama dan budaya setempat. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun