Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Duterte begitu kecewa dan marah dengan gereja, khususnya gereja Katolik. Apakah gereja memang tidak memberi kontribusi dalam pembangunan dan perbaikan kehidupan masyarakat? Apakah gereja menutup mata, tidak peduli terhadap kesusahan ekonomi masyarakat sekitar dan hanya peduli dengan kemegahan fisik gereja, kemerihaan misa dan peribadatan, serta kemuliaan sekitar meja Altar saja?
Memang, selama dua ribu tahun berdirinya gereja Katolik sudah melahirkan ratusan orang-orang suci, para Santo dan Santa yang karyanya membantu banyak orang dan membela yang lemah. Kehidupannya mengispirasi banyak orang untuk selalu berbuat kebaikan.
Dari tangan para orang suci ini banyak nyawa diselamatkan. Harga diri manusia dimuliakan. Salah satunya adalah Bunda Teresa dari Kalkuta -- India. Karyanya banyak membantu orang-orang miskin, marjinal dan terpinggirkan di kota itu untuk diberikan tempat tinggal dan dimanusiakan kembali.
Namun, kalau melihat secara jernih dan interopeksi diri, maka harus diakui bahwa peran karya gereja terhadap pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat memang masih minim. Bukan berarti gereja harus membantu dengan dana segar dalam jumlah yang besar kepada masyarakat sekitar. Akan tetapi, selaku lembaga yang dipercaya dan punya pengaruh kuat di masyarakat, gereja diharapkan bisa berperan lebih untuk menggerakkan masyarakat agar mampu 'bangkit berdiri dan bergerak' demi perbaikan sosial ekonominya. Â Â Â
Sudah ratusan tahun gereja Katolik berkarya di Pilipina, namun  kehidupan ekonomi dan sosial rakyatnya masih jauh dari mapan. Begitu juga dengan wilayah di belahan dunia yang lain. Amerika latin juga sudah ratusan tahun menjadi ladang karya gereja Katolik, namun standard kehidupan rata-rata masyarakat di sana masih dibawah dari saudaranya yang berada di belahan utaranya.
Karya pastoral gereja katolik di Indonesia juga tidak jauh berbeda. Sudah lebih dari seratus tahun, semenjak sebelum kemerdekaan, gereja Katolik berkarya di propinsi Nusa Tenggara Timur dan di Papua. Namun, meski mempunyai pengaruh yang sangat kuat di tengah masyarakat sekaligus sangat dihormati, gereja masih belum mampu mengubah pola dan cara hidup masyrakat untuk menuju peradaban yang lebih baik. Kedua propinsi dengan mayoritas Kristen tersebut masih tertinggal dalam bidang ekonomi dan pendidikan dari propinsi lainnya.
*****
Meski tidak bisa dibenarkan, presiden Duterte sudah berani terang-terangan melecehkan gereja Katolik. Jangan biarkan muncul seorang pemimpin lain melakukan hal yang sama ke depannya.
Untuk itu gereja Katolik perlu merespon dengan bijak 'tantangan dan pelecehan' tersebut. Mengajak umat untuk berdoa dan berpuasa selama tiga hari adalah respon yang bijak. Namun, mestinya lebih dari itu. Dalam jangka menengah dan panjang, gereja sebaiknya merespon dengan  merubah fokus kekaryaannya. Tidak terpaku lagi dengan karya di sekitar Altar saja, namun agar lebih berkarya di pasar, di luar gereja, karena di situ letak kemuliaan Tuhan yang sesungguhnya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H